Bulan Madu lagi
Malam yang penuh gairah membawa Mira dan Dika kembali ke masa lalu, ke malam pertama mereka di Bali. Di tepi kolam, mereka terlempar kembali ke kenangan yang tak terlupakan, di mana cinta dan gairah menyatu dalam harmoni yang sempurna
Mira dan Dika berbaring di atas tempat tidur mereka, tubuh mereka masih berkeringat setelah malam yang
penuh gairah. Mereka baru saja menyelesaikan hubungan intim yang mengingatkan mereka pada momen bulan
madu mereka yang tak terlupakan. Dika, dengan senyum puas di wajahnya, memeluk Mira erat, merasakan detak
jantungnya yang masih berdebar kencang. Mira, dengan wajah bersemu merah dan napas yang terengah-engah,
menatap langit-langit ruangan, memikirkan betapa intensnya malam itu.
"Kau masih ingat malam pertama kita di Bali?" bisik Dika, jari-jarinya menggambar pola di punggung Mira.
Suaranya lembut, penuh kenangan. Mira tersenyum, matanya berkaca-kaca saat kenangan itu muncul dengan
jelas. "Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya? Malam itu... kau membuatku merasa seperti ratu,"
jawabnya, suaranya gemetar karena emosi.
Dika mencium puncak kepala Mira, menghirup aroma rambutnya yang wangi. "Kau selalu menjadi ratu bagiku,
Sayang. Malam itu hanyalah awal dari semuanya," katanya, nada suaranya penuh kasih. Mira berbalik, matanya
bertemu dengan mata Dika, dan dalam kedalaman pandangannya, mereka berdua terlempar kembali ke masa
lalu, ke malam yang mengubah segalanya.
Bali, lima tahun yang lalu. Udara malam yang hangat dan suara ombak yang memecah di pantai menciptakan latar
yang sempurna untuk malam pertama mereka sebagai suami istri. Mereka menginap di vila pribadi dengan kolam
renang tak terbatas yang menghadap ke samudra. Segala sesuatunya terasa magis, seolah-olah dunia telah
berhenti berputar hanya untuk mereka berdua.
Mira, dengan gaun sutra tipis yang melekat pada tubuhnya yang lentur, berdiri di tepi kolam, rambut panjangnya
yang gelap berkibar dalam angin malam. Dika, dengan kemeja putih yang terbuka dan celana linen, mendekatinya
dengan langkah yang penuh percaya diri. Matanya tidak pernah lepas dari Mira, seolah-olah dia adalah
satu-satunya hal yang ada di dunia ini.
"Kau cantik sekali malam ini," bisik Dika, tangannya menyentuh pinggang Mira, menariknya lebih dekat. Mira
tersenyum, merasakan panas dari sentuhannya. "Kau juga tampan, Sayang," jawabnya, suaranya lembut seperti
desiran angin.
Mereka berciuman, awalnya lembut, tetapi dengan cepat menjadi lebih intens. Lidah mereka bertautan, rasa asin
dari keringat dan manis dari gairah memenuhi mulut mereka. Tangan Dika bergerak ke bawah, mengangkat Mira
dengan mudah, dan dia duduk di tepi kolam, menarik Mira ke pangkuannya. Air kolam yang hangat menyentuh
kulit mereka, menambah sensasi yang sudah membara.
Dika mulai mencium leher Mira, menghirup aroma kulitnya yang wangi. "Aku menginginkanmu, Mira. Selalu,"
bisiknya, napasnya menghembus panas di telinga Mira. Mira menggigit bibirnya, merasakan gairah yang
membangun di dalam dirinya. "Aku juga menginginkanmu, Dika. Malam ini... aku ingin merasa hidup," jawabnya,
suaranya penuh hasrat.
Dika tersenyum, tangannya bergerak ke bawah, mengangkat gaun Mira dengan perlahan. Dia mencium setiap inci
kulit yang terbuka, dari leher, bahu, hingga ke payudaranya yang montok. Mira mendesah, kepala terlempar ke
belakang, menikmati setiap sentuhan, setiap ciuman. "Dika... kau membuatku gila," rintihnya, tubuhnya bergetar
karena kenikmatan.
Dika tidak menjawab, mulutnya sibuk dengan puting Mira, menjilati, mengisap, dan menggigit dengan lembut.
Tangan Mira mencengkeram rambut Dika, menariknya lebih dekat, seolah-olah ingin menyatu dengannya. "Oh,
Dika... jangan berhenti," pinta Mira, suaranya penuh dengan keinginan.
Dika tersenyum contre code, bangkit dan mencium bibir Mira dengan lembut. "Aku tidak akan pernah berhenti,
Sayang. Kau milikku, dan aku milikmu," bisiknya, matanya penuh dengan cinta dan gairah. Mira tersenyum,
tangannya bergerak ke ikat pinggang Dika, membukanya dengan cepat. "Lalu ambil aku, Dika. Aku milikmu,"
jawabnya, suaranya penuh dengan penyerahan.
Dika tidak perlu diminta dua kali. Dia dengan cepat melepas celananya, dan dengan satu gerakan yang kuat, dia
mengangkat Mira, memposisikannya di atasnya. Mira merasakan panas dari tubuh Dika, dan tanpa peringatan,
Dika mendorong dirinya ke dalam, mengisi Mira dengan sepenuhnya.
"Oh, Dika!" jerit Mira, tubuhnya melengkung karena sensasi yang luar biasa. Dika menggigit bibirnya, menikmati
ekspresi Mira yang penuh dengan kenikmatan. "Kau terasa begitu baik, Sayang. Begitu ketat," desis Dika, mulai
bergerak dengan ritme yang lambat dan dalam.
Mira menggerakkan pinggulnya, menyesuaikan diri dengan gerakan Dika. Air kolam yang hangat menyentuh kulit
mereka, menciptakan sensasi yang unik, seolah-olah mereka adalah satu-satunya orang di dunia ini. "Dika...
aku... aku hampir..." rintih Mira, merasakan gelombang kenikmatan yang membangun di dalam dirinya.
Dika mempercepat gerakannya, mendorong lebih dalam, lebih cepat. "Aku juga, Sayang. Bersama-sama... mari
kita mencapai puncaknya," bisiknya, suaranya penuh dengan gairah. Mira mengangguk, matanya tertutup,
menikmati setiap detik.
Dan kemudian, dengan satu dorongan terakhir, Mira mencapai orgasme pertamanya, tubuhnya bergetar dengan
kenikmatan yang luar biasa. "Dika!" jeritnya, cengkeramannya pada bahu Dika semakin erat. Dika tersenyum,
merasakan Mira yang mengelilingi dirinya dengan ketat, dan dengan beberapa dorongan terakhir, dia juga
mencapai puncaknya, mengisi Mira dengan benihnya.
Mereka berpelukan, napas mereka terengah-engah, tubuh mereka berkeringat dan puas. "Itu... luar biasa," bisik
Mira, mencium bibir Dika dengan lembut. Dika tersenyum, mencium kening Mira. "Itu baru awal, Sayang. Malam
ini... kita akan membuat kenangan yang tak terlupakan," janji Dika, matanya penuh dengan cinta dan gairah.
Dan mereka melakukannya. Sepanjang malam, mereka mengeksplorasi satu sama lain, menemukan kenikmatan
baru, dan menciptakan kenangan yang akan mereka hargai selamanya. Mira mencapai orgasme empat kali lagi,
setiap kali lebih intens dari sebelumnya. Dika, dengan stamina dan cinta yang tak terbatas, memastikan bahwa
Mira merasa dicintai, diinginkan, dan puas.
Sekarang, di tempat tidur mereka, Mira tersenyum, mengingat malam itu dengan jelas. "Kau selalu tahu cara
membuatku merasa istimewa, Dika," bisiknya, tangannya menyentuh wajah Dika dengan lembut. Dika mencium
telapak tangan Mira, matanya penuh dengan cinta. "Kau adalah segalanya bagiku, Mira. Malam itu... dan setiap
malam setelahnya, aku bersyukur karena memiliki dirimu," jawabnya, suaranya penuh dengan emosi.
Mira berbaring di dada Dika, mendengarkan detak jantungnya yang kuat dan stabil. Dia merasa aman, dicintai,
dan diinginkan. "Aku mencintaimu, Dika," bisiknya, suaranya hampir tidak terdengar. Dika tersenyum, memeluk
Mira erat. "Aku juga mencintaimu, Sayang. Selamanya dan selalu," jawabnya, suaranya penuh dengan janji.
Mereka berbaring dalam diam, menikmati kehangatan dan kenyamanan satu sama lain. Malam itu, mereka tidak
hanya membuat cinta, tetapi juga memperkuat ikatan yang sudah ada di antara mereka. Dan saat mereka
tertidur, tangan mereka masih saling bertautan, mereka tahu bahwa cinta mereka akan bertahan selamanya,
melalui suka dan duka, melalui kenangan dan momen-momen baru yang akan mereka ciptakan bersama.
Dalam kegelapan malam, Mira tersenyum, merasakan cinta Dika yang mengalir melalui dirinya. Dia tahu bahwa
tidak peduli apa yang terjadi, mereka akan selalu memiliki satu sama lain, dan itu adalah hal yang paling penting
di dunia ini. Dan dengan pikiran itu, dia tertidur, merasa damai dan dicintai, siap untuk menghadapi apa pun yang
akan dibawa oleh besok.
