BAB 4
Setengah jam perjalanan, mengendarai mobilnya denga santai, Aya tiba disebuah restoran . Tempat yang dijanjikan oleh Samudra.
Tok tok tok
Setelah mobilnya berhenti tepat diarea parkir roda empat, Aya dikagetkan suara ketukan dikaca mobilm tepat disisi kanannya, Wajah kedua sahabatnya terlihat di sana, Meski Aya tidak menyetujui kedua sahabatnya mengikutinya, namun mereka tidak bisa dicegah.
“Kalian” gerutu Aya
“Lama banget lo? Kami udah hampir setengah jam nunggu didalam mobil” omel sahabatnya Aya
“Ngapain juga gue buru-buru. Belum tentu juga si Samudra tepat waktu”
“Tadi gue sempat masuk ke dalam, buat ngecek si Samudra. Tapi masih bingung yang mana orangnya”
Aya tertawa “Anak itu nggak mungkin tepat waktu”
“Tapi lima belas menit lalu, gue lihat ada cowok muda, ganteng, fresg, yummy dan rapi banget, masuk kedalam sambil bawa ransel dan buket bunga. Apa mungkin dia?” Tanya sahabat Aya memastikan.
Namun, kata-kata sahabatnya yang berlebihan membuat Aya mencibir “Apa? Bunga?” Tanya Aya tak percaya.
Jika hanya ransel yang dibawa, bisa jadi itu memang Samudra. Tapi buket bunga? Untuk apa?
“Iya” sahut sahabatnya
“Pasti bukanlah” Aya menyangkal karena memang belum begitu yakin.
“Mending lo masuk dulu, cek ke dalam kali aja iya beneran dia”
“Dia belum hubungi gue kalau dia udah nyampe” Aya melihat ponselnya, tidak ada notifikasi apapun disana.
“Dia udah datang atau belum , minimal kita udah didalam dan kita bakalan duduk nggak jauh-jauh dari lo” Tangan Aya ditarik oleh sahabatnya, hingga mau tak mau, wanita itu melangkah mengikuti kedua sahabatnya yang super heboh.
“Bentar dulu, penampilan gue aneh, nggak?” Aya menghentikan langkahnya.
Dua sahabat menoleh ke arahnya. Menatapnya dari ujung rambut hingga kaki. Mereka kompak mengangguk “Sempurna”
Aya berjalan terlebih dahulu, dan mereka di sambut oleh salah seorang pelayan “Reservasi atas nama Samudra” katanya.
“Oh ya silahkan, di sana Bu, sudah ditunggu”
Aya dan kedua sahabatnya kompak melihat kearah yang ditunjukkan pelayan. Meja paling pojok dibawah cahyaya maksimal. Aya sempat terdiam heran karena benar yang dikatakan dua sahabatnya, lelaki yang membawa buket bunga itu memang Samudra. Tapi, untuk apa Samudra sampai segitunya? Aya pun sampai tersenyum sinis.
“Benar kan, itu dia?” Tanya kawannya begitu yakin,
“Iya, Ya udah, kita pisah di sini, Jangan sampai dia ngeliat kita barengan “ Aya mengingatkan lalu dia mengambil langkah pasti menuju tempat dimana Samudra berada.
Awalnya, Aya melangkah dengan begitu yakin, Namun, semakin dekat, langkahnya menuju lelaki itu, jantungnya berdebar tak menentu. Ini gila, seperti sedang menghadiri sebuah kencan buta, Samudra sudah melihat Aya mendekatinya, lelaki itu langsung berdiri memegang buket bunga berukuran sedang
“Selamat malam, Ibu cantik” kata Samudra sambil menyodorkan buket bunga. Samudra memberikan senyum semanis mungkin, lelaki itu menyambut dosen judesnya dengan cara yang dia yakini bisa membuat Aya luluh.
“Ya, malam”
Aya meletakkan tasnya di atas meja, lalu dia duduk dan menyilangkan kedua kakinya tentu tanpa menerima buket bunga yang Samudra sodorkan padanya.
“Bunganya Bu, bunganya” kata Samudra yang masih berdiri layaknya laki-laki yang baru saja diabaikan, Sesak bercampur dongkol, juga malu pada pengunjung lain yang kala itu menatap ke arahnya. Baru kali ini dia merasa tidak berharga dimata seorang wanita.
“Loh buat saya?” Tanya Aya dengan nada angkuh, Padahal dia jelas-jelas sadar ketika Samudra menyodorkan bunga itu untuknya tapi tentu saja Aya tidak perlu menerimanya, Untuk apa? Mau menggoda? Oh tentu buka tipikal Aya seperti itu, mudah tergoda apalagi dengan lelaki sejenis Samudra, sudah tengil berondong pula.
Samudra tersenyum getir, menyimpan rasa kesal sekaligus gemas. Apa wanita dihadapannya ini buta? Atau mungkin terlalu bodoh dan tidak bisa mengartikan? Jelas-jelas buket bunga
itu Samudra berikan padanya “Iya, bu. Ini buat Bu Aya –“
“Tapi sayangnya saya nggak mungkin nerima. Soalnya saya nggak bisa nerima apapun pemberian dari mahasiswa, termasuk bunga. itu namanya gratifikasi. Saya nggak mau. Kamu simpan saja buat pacar kamu” tegas Aya
“Sayang sekali, padahal ini special saya pilih buat Bu Aya—“
“Langsung saja Samudra. Kamu mau apa? Mengajukan revisi. kan?” Aya melirik arloji di tangan kirinya “Saya nggak bisa lama-lama”
“Santai bu, Santai. Kita pesan makanan dulu, oke?”
Aya tidak menjawab, dia mengambil ponselnya berpura-pura sibuk, sementara Samudra membolak balikkan buku menu dihadapannya. “ibu mau pesan apa?” Tanya Samudra dengan sopan, ya meski saat ini dia kesal tapi tetap dia harus menyimpannya dalam-dalam nrasa kesal itu, sebab saat ini dia sangat membutuhkan Aya.
“Saya minum aja, nggak makan”
“Kita lagi diner bu, masak nggak makan”
“Terserah saya dong”
“Oke”
Aya memilih lechy ice tea sebagai minumannya dan memesan itu pada pelayan yang menghampiri mereka, sementara Samudra memesan satu porsi pasta dan minuman bersoda.
“Diet ya, Bu –“
“Samudra, Coba deh kamu langsung aja ke intinya. Kamu bilang apa dan mana yang udah kamu revisi? saya benar-benar nggak punya banyak waktu” Tegas Aya langsung memotong kalimat Samudra, Selain limit waktu yang diberikan papanya hanya sampai jam sepuluh malam. Aya juga merasa cukup enggan berlama-lama bicara dan berhadapan dengan lelaki tengil ini. Memuakkan dan cukup membosankan, Aya merasa waktunya terbuang sia-sia jika dia harus meladeni lelaki ini terlalu banyak apalagi untuk pertanyaan-pertanyaan tidak penting seperti barusan.
“Oke”
“Pantesan lo jadi janda, suami lo pasti kabur karena lo jutek dan angkuh setengah mati. Gue sumpahin lo jadi janda selamanya” ucap Samudra dalam hati. Kesalnya bukan main, Tangannya Samudra yang berada di bawah meja juga mulai mengepal geram. Tapi sekali lagi, dia tidak bisa berbuat apapun saat ini.
“Ini bu, udah saya revisi” Samudra menyerahkan beberapa satu bundle kertas yang berisi puluhan halaman,
Aya mengambil dan langsung mencari bagian yang harus lelaki itu perbaiki, Saking seringnya si dosen judes jadi hafal dihalaman berapa.
Selama lima menit, Aya dan Samudra saling diam, sesekali mereka juga menikmati minuman yang baru diantarkan waiters, Aya fokus pada tulisan-tulisan dilembaran kertas yang sedang dipegangnya,
Sedangkan Samudra sibuk menggerutu dalam hati,
“Pasti ada salah lagi, Pasti ada lagi yang salah, Oh, nih dosen judes senang dan hobinya bikin orang emosi”
“Ini..kutipan ini, kamu ambil dari mana?”
“Nggak salah kan, dugaan gue?” Batin Samudra yang tak henti-hentinya bersuara dan mengumpat dalam hati namun dia berusaha untuk tenang.
“Saya nggak ngutip lho.Bu. itu murni kalimat dari pemikiran saya –“
Bagaimana kelanjutan ceritanya?
Apakah kali ini skripsi Samudra diterima dan apakah dinnernya berjalan dengan mulus?
Nantikan di bab selanjutnya..
