BAB 3
“Kenapa kamu semangat banget?” Tanya Samudra memperhatikan jemari lentik Lili yang bergerak –gerak menekan satu persatu huruf pada keyboard di notebooknya.
“Karena aku pingin cepat kamu nikahin, Mas. Aku bosan jauh-jauhan terus sama kamu”
Samudra mencibir, lalu tertawa “Jauh-jauhan apanya? Kita hampir setiap hari ketemu” Lelaki itu mengacak-acak rambut Lili dengan gemas.
“Ih, jangan ganggu dulu, Biarin aku ngerjain ini, nanti kamu tinggal periksa aja, Mas. Mana kalimat yang kira-kira nggak dibutuhkan, langsung saja kamu hapus”
“Iya, sayang. Thank You, ya!”
“Nggak mau hanya thank you aja”
“Jadi, mau apa? Tas, sepatu, baju? Atau—“
Lili mendekatkan wajahnya pada telinga Samudra “Maunya check-in bareng kamu” ucap wanita itu setengah berbisik.
Lelaki itu langsung terkekeh mendengar permintaan kekasih manjanya, “Berhenti bercanda, sayang, Fokus dulu kerjakan itu, supaya urusanku dengan si Judes benar –benar selesai”
“Oke, nanti aku bakal kasih tips-tips supaya dia bisa terpengaruh dengan pesonamu” Semangat Lili begitu membara untuk membantu Samudra menyelesaikan urusannya dengan dosen yang super menyebalkan itu.
“Oh, pasti, aku juga bakalan keluarkan jurus-jurus maut. Aku juga bakalan tatap dia dengan tatapa mematikan, supaya dia nggak bisa berkutik dan langsung ACC skripsiku”
“Tapi ingat, jangan pakai perasaan “ Lili mengingatkan dengan penuh penekanan.
“Ya, nggak mungkin lah!” sahut Samudra begitu yakin,
Kembali lagi dengan Bu Aya…
Karena dukungan dan desakan dua sahabatnya, Cahaya alias Aya, atau yang biasa dikenal dosen judes itu akhirnya menyetujui permintaan Samudra untuk dinner malam ini, Aya memegang kepalanya, pusing memikirkan hal ini, Menurutnya, ini adalah hal paling gila yang pernah dia lakukan selama menjadi dosen, Menerima ajakan mahasiswanya untuk dinner, dan Samudra bukan orang pertama yang mengajaknya, tetapi lelaki itu adalah orang pertama yang diterimanya.
“Ya udah sih, nggak usah pusing, Ya. hadapi saja, Lagian, kita butuh lo libur cepat supaya liburan kita cepat terlaksana” ujar sahabat Aya.
“Iya, mumpung suami gue lagi nggak ada di Indo, liburan kita harus segera terealisasi”
“Iya benar, Sekarang laki gue juga lagi sibuk-sibuknya, lembur mulu, jadi nggak masalah kalau gue izin keluar negeri beberapa hari”
Sementara Aya masih terdiam. Sejujurnya, dia sama sekali tidak berniat menerima ajakan Samudra, desakan dua sahabatnya yang membuatnya harus menyetujui, “Doakan saja tuh anak nggak bertingkah lagi. Maksud gue, skripsinya benar-benar beres, jadi biar bisa cepat selesai”
“Aminn, Apa perlu kita kawal lo ntar malam –“
“Nggak usah” sahut Aya cepat.
“Penasaran gue sumpah, yang mana sih orangnya? Lo beneran nggak punya fotonya, Dan seganteng apakah dia?” Tanya sahabatnya.
“Nggak. Buat apa juga gue nyimpan foto dia, nggak penting banget”
“Gini,,gini. Karena kami berdua penasaran dengan mahasiswa lo yang namanya Samudra itu, Gimana kalau ntar malam kami berdua ikut sama lo, tapi kami duduk di meja yang berbeda, Pokoknya kita pura-pura nggak kenal aja” saran sahabatnya.
Aya menghela napas berat. Dia benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran dua sahabatnya ini “Nggak, Kalian kayak orang kurang kerjaan aja” tolak Aya mentah-mentah.
“Kebetulan gue bisa pulang cepat ntar malam. Gue bosen di apartemen sendiri, laki gue pasti pulang malam” Sahut sahabatnya berkomentar.
“Apa lagi gue,jablay, Nggak jauh beda sama lo. Ya, bedanya gue ada suami, lo janda” sahut sahabatnya yang lain.
“Hahaha” tawa lebar kedua sahabat yang tak terkendali itu berhasil membuat beberapa pengunjung lain menoleh.
“Jahat kalian” Aya menggerutu kesal. Bukan hal baru dia menjadi bahan olok-olokan dua sahabatnya itu.
“Makanya gih cari baru, Lo thu janda unik tahu, janda tapi perawan”
“Gue nikah sama di biadab itu lebih dari tiga bulan, bakal susah dipercaya kalau gue janda tapi perawan” sahut Aya miris.
“Iya…tapi nyatanya emang gitu, Dia nggak nyentuh lo sama sekali, Karena lo nggak punya pedang, lo adanya lubang –“
“Stt!” Aya kehabisan kesabaran terpaksa harus menutup mulut sahabatnya dengan telapak tangan “Udah deh, jangan mengorek luka lama, Gimana bisa move on kalau kalian gini terus”
“Move on, cari baru. Senang-senang dengan cowok baru” sahut sahabatnya “Kalau lo bisa dapat berondong segar, nah itu lebih bagus lagi”
Aya menggelengkan kepala . Tak pernah terpikir olehnya, mendekati atau berhubungan dengan lelaki yang lebih muda “Nggak!”
“Lo benci banget, kan sama si Samudra?’ Tanya sahabatnya.
“Bukan benci, lebih ke….nggak suka aja dengan penampilan apalagi tingkahnya berandalan”
“Benci ama cinta itu beda tipis, kata orang-orang gitu sih” timpal sahabatnya
Aya berdecak kesal. Jika dibiarkan kedua sahabatnya pasti akan semakin mejadi-jadi, “Jangan ngaco. Mending gue single seumur hidup daripada harus… udah deh, nggak mampu gue nerusin kata-kata gue, saking nggak sanggup ngebayanginya”
“Ngebayangin apa? Nikah sama brondong? Atau sama Samudra?” sambut kedua sahabatnya tertawa sejadi-jadinya.
Aya berdiri, meraih tas dan ponselnya yang tergeletak diatas meja. “Nggak ada solusi ngomong ama kalian, Gue cabut dulu –“
“Mau kemana? Ketemu Samudra kan masih ntar malam” ledek sahabatnya.
“Sialan lo pada. Gue masih ada kelas setengah jam lagi” sahut Aya sambil melambaikan tangan.
“Oke Bu Dosen Judes, selamat mengajar”
**
“Kamu mau ke mana, Nak?”
“Mau..ketemu kawan, Pa” jawabnya berbohong.
Malam mencekam bagi Aya, mendapat pertanyaan dari papanya ketika dia baru saja keluar kamarnya. Sekitar jam tujuh malam, dia sudah bersiap rapi dengan gaya casualnya. Pakaian yang dikenakan malam ini, sangat jauh berbeda dengan yang biasa Aya pakai ketika mengajar. Wanita itu mengenakan sebuah kaos longgar lengan panjang, berwarna pink dipaud dengan jeans.
Apalagi, kaosnya sengaja dia masukkan memperlihatkan stylenya yang berbeda malam ini, tidak jauh beda dengan style anak muda, ditunjang dengan bentuk tubuhnya yang mungil juga mendukung.
Aya terpaksa berbohong, karena dia tidak mungkin mengatakan akan pergi dinner bersama seorang lelaki, apalagi itu mahasiswanya, Sejak menjadi janda, kedua orang tua Aya terutama sang Papa menjadi sangat protective padanya, Karena tidak mau Aya salah langkah lagi hingga menciptakan hal buruk yang akhirnya menyiksa diri seperti yang Aya alami di masa lalu.
“Mereka jemput ke sini?” Tanya Putra lagi.
“Enggak, Pa. kami janjian. Aku bawa mobil sendiri. Aku..pergi dulu ya Pa” Aya langsung pamit dan menyalami papanya karena tak ingin sang papa memberikan pertanyaan terlalu banyak dan akhirnya menyulitkannya.
“Iya, hati-hati. Papa harap, jam sepuluh kamu udah ada di rumah” Tegas Putra sambil mengantar putri tunggalnya ke teras rumah.
“Iya, Pa. Tolong bilang ke mama, kalau aku pergi sebentar”
“Iya”
Bagaimana kelanjutan ceritanya?
apakah Samudra kaget melihat bagaimana penampilan sang dosen judes?
Nantikan di bab selanjutnya..
