Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. TOK3T YANG MENGGODA BIRAHI

“A … apa yang Bu Elsa lakukan?” tanya Rendi, suaranya bergetar.

Sekujur tubuhnya juga terasa gemetar saat kini tangan Bu Elsa meraih pergelangan tangannya dan menyentuhkan ke dadanya. Wanita itu menatap Rendi dengan tatapan sensual.

“Memangnya kenapa, Rendi? Kamu nggak mau menyentuh ibu ya?”

“Itu … anu … saya ….” Rendi semakin gugup, jantungnya berdebar kian kencang.

“Ya sudah kalau kamu nggak mau. Nggak apa-apa kok.”

Tanpa turun dari pangkuan Rendi, Bu Elsa malah semakin berniat menggoda siswanya itu. Kini kedua tangannya tampak asyik meremas-remas benda bulat besar yang masih tersembunyi di balik tanktop. Kedua buah dadanya tampak menggempa, sangat padat dan kencang saat sedang diremas-remas seperti itu. Belahan dadanya terlihat sangat rapat sempurna, entah bagaimana rasanya jika Rendi memasukkan tangannya ke dalam sana.

“Uhh! Bu Elsa.” Rendi meracau gemas.

Bu Elsa tersenyum sensual, dan semakin berani menggoda Rendi. Lagi-lagi Rendi harus mengalami ereksi melihat Bu Elsa meremas-remas teteknya sendiri, sangat menggairahkan.

“Sshh! Ahh!” desah Bu Elsa seraya terus meremas-remas kedua dadanya. Ia bahkan menggesek-gesekkan area bawahnya tepat di pangkuan Rendi.

Rendi semakin gerah. Batangnya terasa semakin mengeras dan tegang. Ingin sekali ia melucuti pakaian gurunya itu dan merebahkannya di atas sofa sekarang juga.

Beberapa saat kemudian, Bu Elsa tiba-tiba meminta Rendi untuk meremaskan gunung kembarnya itu. Ia meraih tangan Rendi dengan cepat dan menempelkan di dadanya, dengan gerakan sedikit ditekan.

“Ayo, Ren! Remas dada ibu semau kamu. Lakukan apa saja yang kamu suka.” Bu Elsa merengek dengan sangat.

“Apa? Bu Elsa yakin?”

“Tentu saja. Ayo cepat lakukan, Rendi! Ahh!”

Awalnya Rendi kaget dan gugup, tapi akhirnya ia pun mau juga. Dengan tangan gemetar, diremasnya tetek Bu Elsa perlahan. Benda kenyal itu terasa sangat lembut dan penuh di telapak tangannya. Bahkan tangan Rendi nyaris tak muat menampung dada Bu Elsa.

Diremas-remasnya pelan, tapi semakin lama gerakannya menjadi semakin lebih kasar dan liar. Ia meremas lebih kuat, dorongan hasrat membuatnya bahkan memilin puncak dada yang sudah mengeras dari balik kain tipis tersebut.

“Ahh! Enak banget, Rendi. Ibu rasanya udah nggak kuat lagi. Udah horny berat sama kamu.”

Bu Elsa pun semakin tak tahan. Tiba-tiba saja ia mengeluarkan teteknya dan meminta Rendi meremasnya lebih keras.

“Ayo remas lebih kuat lagi, Ren! Ahh!”

Rendi tercengang, kala melihat kedua payudara besar Bu Elsa bergoyang dan tergantung sempurna tanpa bra. Sepertinya wanita itu memang sengaja tak mengenakan bra agar Rendi bisa lebih leluasa menjamah area sensitifnya itu.

Tentu saja Rendi tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas di hadapannya tersebut. Melihat buah dada Bu Elsa tergantung tepat di depan wajahnya, Rendi segera meremasnya dengan kuat. Bu Elsa mendesah keenakan, seraya menggigit bibir bawahnya dengan erotis.

Tak hanya meremas, tapi Rendi juga menjilati puting susu milik Bu Elsa dan memberikan gigitan kecil di sana. Disesapnya nipple merah muda yang sudah mengeras itu, sambil meremas dan menggoyangkan buah dada Bu Elsa yang putih mulus dan bulat menantang.

Bu Elsa kian terbakar birahinya. Ia semakin membusungkan dadanya, dan menekan kepala Rendi agar menyusu lebih dalam. Ia juga menggesek-gesekkan bagian intimnya di bawah sana, yang sudah terasa gatal dan basah. Ia gesekkan tepat di batang keras milik Rendi yang sudah menonjol tegang.

“Ahh! Ahh! Enak banget, Ren.”

“Punya Bu Elsa gede banget. Aku suka.” Rendi semakin ereksi. Miliknya sudah semakin keras, seakan meronta minta dikeluarkan dari dalam celana yang menyiksa.

Ketika Rendi masih asyik menyusu pada payudara besar Bu Elsa, tangan wanita cantik itu mulai menggerayangi area batang. Ia mengelus-elus batang keras Rendi dari luar celana, membuat Rendi semakin panas.

“Ahhh! Punyamu besar banget, Rendi. Boleh ibu memegangnya sekarang?”

“Tentu saja boleh, Bu. Lakukan apa saja yang Bu Elsa mau.”

“Ibu nggak tahan ingin menjilatnya.” Ucapan Bu Elsa membuat Rendi semakin bernafsu.

Bu Elsa perlahan turun dari pangkuan Rendi, membuat Rendi terpaksa harus melepaskan mulutnya dari dada Bu Elsa. Wanita itu duduk menungging dan bersiap menurunkan resleting celana Rendi yang sepertinya sudah semakin sesak.

Namun, tiba-tiba saja ….

Drrtt! Drrtt!

Bu Elsa dan Rendi sama-sama kaget karena ponsel Bu Elsa bergetar. Cepat-cepat wanita itu menghentikan aktivitasnya yang semula hendak membuka celana Rendi. Dilihatnya ponselnya, dimana ada nama suaminya yang menelfon di sana.

“Gawat! Suamiku nelfon, Ren.”

“Apa? Ya udah, Bu Elsa angkat aja dulu.” Rendi panik.

Bu Elsa hanya mengangguk gugup. Dengan hati-hati ia menjawab telfon tersebut.

“Halo, Mas.”

“Halo, Sayang.”

Nada suara Pak Bram terdengar santai namun cukup membuat jantung Bu Elsa berdegup lebih cepat.

"Aku sebentar lagi sampai di rumah ya. Tadi aku mampir ke restoran dulu untuk beli makanan favoritmu," ucap Pak Bram dari seberang telepon.

Wajah Bu Elsa langsung pucat. Ia menoleh ke arah Rendi yang masih duduk dengan celana menggembung di bagian depannya. Bu Elsa hanya mengangguk dan berbincang sebentar. Setelah itu, ia pun mematikan sambungan telfonnya. Dengan panik, Bu Elsa berdiri dan melangkah cepat.

"Rendi, kamu harus pulang sekarang! Suamiku sebentar lagi sampai."

Rendi mendongak kebingungan.

"Tapi Bu, kita kan baru saja ….”

"Nggak ada tapi tapian, Ren. Cepat pulang sebelum ketahuan sama suamiku!”

Rendi pun terpaksa menurut dan bergegas pulang. Ia mengambil jaketnya dengan terburu-buru, hingga nyaris menjatuhkan vas bunga di meja kecil. Dengan langkah pelan tapi tergesa, ia keluar melalui pintu dan cepat-cepat pergi dari rumah itu.

Baru beberapa menit setelah Rendi pergi, suara motor terdengar dari depan rumah. Pak Bram datang dengan kantong plastik berisi makanan. Ia membuka pintu dengan santai dan langsung disambut senyum kikuk dari istrinya.

"Eh, kamu udah pulang, Mas," ujar Bu Elsa, mencoba bersikap normal sambil menyeka keringat dingin di pelipisnya.

Pak Bram mencium pipi istrinya, lalu meletakkan kantong plastik di meja makan.

“Tadi macet banget, Sayang. Oh iya, ini aku beli nasi goreng langganan kamu yang di pojokan. Katanya sekarang udah pakai daging asap, kamu pasti suka.”

“Terima kasih, Mas.”

Bu Elsa mengangguk cepat, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang belum sepenuhnya pergi. Ia hanya bisa duduk canggung, berharap tak ada satu pun jejak Rendi yang tertinggal di rumah mereka.

*

Sementara itu di rumahnya, Rendi merasa rugi karena dia tidak jadi mendapatkan kenikmatan dari Bu Elsa. Ia terus bersungut-sungut kesal.

“Sialan! Aku jadi gagal buat menikmati tubuh indah Bu Elsa,” kesalnya.

Malam harinya, Rendi merasa kaget karena tiba-tiba Bu Elsa menelpon dan memintanya untuk menjemput besok sebelum berangkat sekolah, karena suaminya sudah berangkat lagi.

“Kalau besok kamu jemput ibu, nanti ibu kasih jatah deh sebelum berangkat.”

“Beneran, Bu?”

“Tentu saja benar. Nanti ibu puasin kamu di kamar ibu lebih dulu. Setelah itu, baru kita berangkat ke sekolah. Rasanya ibu pengen banget loh pegang burungmu tadi.”

“Ahh, Bu Elsa! Aku juga belum puas nyusu sama Bu Elsa.”

Obrolan mereka pun berlanjut dengan panas. Mereka sedang mempersiapkan apa saja yang besok akan dilakukan sebelum berangkat ke sekolah.

**

Esok paginya, Rendi benar-benar datang ke rumah Bu Elsa. Begitu tiba di depan rumah, wanita itu mendadak membuka pintu.

“Selamat pagi, Rendi.”

“Hah? Bu Elsa?” Rendi terbelalak lebar

Dilihatnya Bu Elsa baru saja mandi dan hanya memakai handuk. Tubuh putih mulusnya bahkan masih menitikkan air. Handuk sebatas paha itu tak bisa menutup bongkahan payudaranya dengan sempurna dan masih menyembul keluar.

“Masuk yuk!” ajak Bu Elsa yang segera menarik tangan Rendi begitu saja.

Tak menolak, Rendi ikut saja kemana Bu Elsa akan membawanya. Mereka tiba di ruang tamu. Tak diduga, Bu Elsa tiba-tiba mendorong tubuh Rendi hingga terduduk di sofa.

“Auh! Bu Elsa!”

“Sstt! Jangan berisik, Ren.” Bu Elsa meletakkan jari telunjuk di bibirnya.

“Ini kan yang kamu mau?” tanya wanita itu, yang tanpa disangka-sangka segera melepaskan balutan handuknya tepat di depan Rendi.

“Bu Elsa.” Rendi tercengang.

“Ayo sentuh, Ren! Kita akan saling memuaskan pagi ini, sampai benar-benar puas dan lemas,” goda wanita itu sambil meremas teteknya sendiri dengan keadaan tubuh telanjangnya.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel