4. AHH.. TEGANG BANGET
“Astaga, Bu Elsa!” Rendi terperangah.
Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Rasanya jantungnya nyaris berhenti berdegup saat melihat Bu Elsa tiba-tiba melepaskan handuknya begitu saja di hadapan Rendi.
“Kenapa? Kamu suka kan?” Bu Elsa tersenyum menggoda, lalu berjalan dengan lenggak lenggok gemulai, membuat Rendi semakin terpancing hasratnya.
“Ta … tapi, Bu. Ini sudah jam ….”
“Apa kamu nggak mau merasakan ini? Nggak mau meremas tetek ibu?” Bu Elsa kemudian meremas-remas payudaranya sendiri dengan sensual.
Ia menengadah dengan kedua matanya terpejam. Bibir bawahnya ia gigit dengan sensual. Sementara kakinya saling menggesek-gesek area pangkal paha dengan gerakan yang sangat erotis, membuat tubuh Rendi semakin panas.
Bu Elsa terlihat sangat seksi dan menantang dengan pose seperti itu. Apalagi saat wanita itu sedang meremas-remas payudaranya sendiri. Rendi menelan ludah susah payah, ingin sekali rasanya ia menjamah benda bulat besar itu lagi. Batang kejantanannya tiba-tiba bangun dan menegang, hingga tampak menonjol di balik celana abu-abunya.
“Kamu mau, Ren?” goda Bu Elsa seraya mengedipkan sebelah matanya dengan nakal.
“Bu Elsa, saya ….”
“Udah, nggak usah malu-malu kayak gitu. Bilang aja kalau sebenarnya kamu juga mau.
Bu Elsa mendekati Rendi yang masih terduduk di sofa. Dengan liar, ia duduk berjongkok di hadapan siswanya itu. Ditatapnya wajah Rendi yang tampak gugup, dengan keringat dingin yang sudah mengalir membasahi keningnya.
“Kamu gugup, Ren? Tapi kamu mau kan? Duh, badan kamu juga rasanya hangat.” Jemari Bu Elsa merayap menyusuri lengan Rendi, kemudian singgah di dada bidang laki-laki itu.
Rendi menahan nafas, merasakan debaran jantungnya yang semakin cepat. Jemari Bu Elsa terus membelai tubuh dan wajah Rendi. Sementara kedua mata Rendi tak hentinya menatap dua buah dada montok dan super besar milik Bu Elsa yang kini sedang menggantung, bergoyang-goyang tepat di hadapan Rendi.
“Lihat, Ren! Senjata besar kamu juga udah menonjol. Kamu sudah terangsang ya? Ngaku deh!” Bu Elsa terkekeh dan tertawa kecil.
Rendi menunduk dengan cepat, melihat ke bagian bawah tubuhnya yang memang sudah menonjol dan keras. Wajahnya seketika terasa panas dan memerah. Cepat-cepat ia menutupi tonjolan kerasnya dengan kedua tangan agar tak diperhatikan lebih lama lagi oleh Bu Elsa.
“Aduh, Bu. Saya malu,” lirih Rendi dengan malu-malu.
“Nggak usah malu, Ren. Lagian kan kemarin kamu juga sudah remas-remas tetek ibu. Gak apa-apa sekarang lakukan lagi.” Bu Elsa kemudian meraih tangan Rendi dan dia letakkan di payudaranya, lalu meminta Rendi untuk meremasnya.
“Remas-remas sekarang, Ren! Tuntaskan hasrat kamu sekarang. Kalau kamu mau crot di tetek ibu juga nggak apa-apa. Ahh!” Wanita itu mendesah manja, sambil memainkan telapak tangan Rendi di puting susunya.
Awalnya Rendi masih terlihat canggung dan malu-malu. Namun, Bu Elsa terus saja menggodanya. Guru seksi itu bahkan mengelus-elus batang Rendi yang sudah ereksi dari luar celananya.
“Ahh, Bu Elsa!” Rendi melenguh tertahan.
“Ohh, terus remas-remas tetek ibu, Ren! Ahh, enak!”
Rendi meremas tetek Bu Elsa dengan kuat, sedangkan burungnya juga diremas-remas lembut oleh gurunya itu. Namun, seketika mereka terkejut karena ternyata jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi.
“Astaga! Gawat, Ren! Sudah setengah tujuh. Kita hampir telat ke sekolah,” kata Bu Elsa yang buru-buru bangkit dan bergegas pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian.
“Hah? Sial!” Rendi menggerutu dan membuang nafas kesal, karena lagi-lagi kesenangannya harus terganggu dan ia tak jadi menikmati tubuh seksi Bu Elsa.
Tak lama, Bu Elsa pun keluar dari kamar dengan pakaian rapi. Ia berjalan cepat menghampiri Rendi.
“Yuk, Ren! Kita berangkat sekarang!” ajaknya terburu-buru.
“Baik, Bu. Ayo!”
Akhirnya mereka pun berangkat ke sekolah. Bu Elsa naik ke motor Rendi, dan memeluk pinggang laki-laki itu. Buah dadanya bahkan menempel dan terjepit di punggung Rendi, membuat siswa laki-laki itu terus saja ereksi hingga tiba di sekolah.
***
Siang itu sepulang dari sekolah, Rendi kembali mengantar Bu Elsa pulang ke rumah. Matahari masih menyengat, tapi semilir angin sore membuat perjalanan mereka terasa lebih ringan.
Sesampainya di depan rumah Bu Elsa, mereka tidak langsung berpisah. Bu Elsa turun dan mengajak Rendi masuk ke dalam rumah. Ia mempersilakan Rendi duduk di ruang tamu sambil melanjutkan obrolan santai mereka. Senyum Bu Elsa hangat, tetapi tatapannya tiba-tiba berubah lebih tajam, seolah ingin menggali sesuatu.
"Kamu masih ingat kejadian tadi pagi, Ren?” tanya Bu Elsa sambil memainkan ujung rambutnya.
Rendi sedikit gugup. Wajahnya memucat.
“Maksudnya, Bu?”
Bu Elsa tersenyum genit. Ia duduk sangat dekat dengan Rendi, hingga paha mereka saling bersentuhan.
“Rendi, kamu nggak usah pura-pura deh. Kamu ereksi karena tergoda dengan tubuh ibu kan?”
Wajah Rendi memerah. Dia tertunduk malu, tapi tidak berniat mengelak. Butuh beberapa detik baginya untuk mengumpulkan keberanian.
“Iya, Bu, maaf. Saya nggak tahan,” ucapnya pelan.
“Soalnya Bu Elsa itu cantik banget, terus seksi juga. Apalagi waktu tadi pagi Bu Elsa sangat menggoda setelah mandi, saya jadi nggak bisa ngontrol,” jawab Rendi ragu-ragu.
Bu Elsa tidak marah. Ia justru tertawa pelan, lalu menatap Rendi dengan tatapan yang menggoda.
“Hmm, jadi gara-gara ibu terlalu menggoda ya?” gumamnya pelan, bibirnya menyunggingkan senyum yang sensual.
“I … iya, Bu Elsa. Maaf.” Rendi tertunduk dalam.
“Ssttt! Nggak perlu minta maaf, Ren. Justru ibu suka kok.” Bu Elsa meletakkan jari telunjuknya di bibir Rendi, hingga membuat siswa laki-laki itu terdiam.
“Bu Elsa suka?”
“Tentu saja, Ren. Apalagi saat kamu melakukan ini,” suaranya mendayu-dayu dan menggoda.
Perlahan ia melepaskan kancing bajunya hingga nampaklah bra berwarna merah menyala yang sangat menggoda. Ia memegang tangan Rendi, lalu meletakkan di payudaranya.
“Ayo remas-remas, Ren. Seperti tadi pagi. Mau kamu hisap juga boleh. Ayo lakukan sekarang!” pinta Bu Elsa, tampak seperti memohon.
Rendi pun melakukan apa yang diminta Bu Elsa, meskipun dia masih sedikit gugup. Satu tangannya ia gunakan untuk meremas payudara Bu Elsa dari balik bra. Sedangkan tangan yang satunya ia pergunakan untuk membelai betis dan paha mulus milik gurunya yang seksi itu.
“Ahh! Enak, Ren. Terus!” Bu Elsa memejamkan mata dan menjilati bibirnya sendiri, sangat seksi.
“Ahh! Tetek Bu Elsa gede banget. Tanganku sampai nggak muat.” Rendi mulai meracau.
“Sekarang benamkan wajah kamu di tetek ibu, Ren!”
Bu Elsa lantas meraih wajah Rendi dan membenamkan di belahan dadanya. Sangat besar, kenyal, dan kencang, hingga membuat Rendi serasa kesusahan bernafas karena dijepit oleh benda menggemaskan tersebut.
“Bu Elsa, ohhh!” Rendi melenguh, terlebih ketika ia merasakan tangan Bu Elsa merayap di area kejantanannya yang kini sudah menonjol sangat keras.
“Ohh! Punyamu sudah sangat tegang, Ren. Ayo ibu bantu lepaskan celana kamu sekarang juga.” Bu Elsa bangkit dari kursi.
Ia duduk berjongkok di depan kedua kaki Rendi yang terbuka, dan bersiap membuka celana muridnya.
“Wah! Sepertinya punya kamu gede banget, Ren! Ibu nggak sabar mau pegang,” ucap Bu Elsa, sambil satu tangannya bersiap melepaskan ikat pinggang Rendi. Sementara tangan satunya kembali meremas-remas payudaranya yang kini sudah mengencang.
*****
