Bab 3
Lila keluar dari dalam ruangan Kyara dengan perasaan hati yang masih penuh rasa dongkol, akal tetapi hal itu sedikit teratasi dengan perutnya yang lumayan kenyang yang ia makan di ruang Kyara.
“Aku heran, sampai kapan juga kamu telah sibuk dengan pekerjaan mu Kyra, tanpa sedikitpun meluangkan waktu untuk bersantai dan juga sedikit melihat pada lawan jenis, bisa jadi perawan tulen jika begini teman." Gerutu Lila dalam hati.
Sudah beberapa tahun Lila mengenal Kyara dalam Dinas ini tidak terlihat sedikit pun jika Kabid Kesmavet itu terlihat mempunyai teman dekat dalam artian pria yang dekatnya.
Jika dilihat dari perawakan, Kyara adalah gadis yang cantik dengan kulit putih serta body yang sangat melekat. Bahkan postur tubuhnya seperti seorang model dengan tinggi 170 cm, ditambah lagi dg wajah yang sedikit tirus dan bibir yang sensual. Semua itu seakan tertutup dengan aura dingin dan datarnya dalam menghadapi setiap lawan jenisnya.
Di sebuah kantor besar di Ibukota provinsi, terlihat seorang pria tampan berumur 32 tahun. Sedang berdiri di dalam sebuah lantai gedung bertingkat. Ia mengedarkan pandangannya di luar kota yang terlihat masih sibuk.
Hari ini ia akan meninggalkan kota besar ini, dia akan mengabdi kembali ke kampung halamannya. Banyak para pejabat dan para petinggi yang ada di sana untuk memberikan arahan dan juga nasehat agar ia membangun Negeri dan kampung halaman.
Sedikit pria itu melamun, ia terkenal akan seseorang yang dari dulu dan sampai sekarang masih bertahta dalam sanubarinya. Ia tidak tergantikan walaupun sekarang ia telah menikah.
Pernikahan ini bukanlah kemauannya, pernikahan ini adalah sebuah tanggung jawab dari seorang adik pada abang yang telah waktu itu menghamili anak gadis orang, sementara aban nya melarikan diri. Pihak dari perempuan akan membuat hal ini viral dan tentu saja akan berdampak politik bagi orang tuanya yang baru saja menjabat sebagai Pejabat daerah.
Hancur sudah harapan dari Aditya Bagaskara, mempersunting gadis kecil yang sampai sekarang tetap mendominasi dalam sanubarinya. 5 bulan setelah pernikahan ini Alina nama gadis yang telah menjadi istrinya tersebut mengalami keguguran, Aditya memberi kebebasan jika perempuan itu ingin mengakhiri pernikahan mereka.
Apa yang harus dilanjutkan, jika pernikahan yang dipaksakan tanpa cinta. Pernikahan-pernikahan yang harus menyakiti hati kedua belah pihak. Bagaimanapun Alina berusaha untuk menggoda Aditya sedikitpun tidak menampakkan sisi ketertarikannya pada perempuan itu.
Sekarang ia akan pulang ke tanah kelahirannya, Aditiya tidak akan pernah memaksa untuk Alina akan ikut padanya karena dari semula pernikahan ini hanyalah sebuah kedok untuk menutupi aib yang mungkin akan menyebar.
Seminggu sebelum acara pernikahan dirinya dan Alina. Aditiya masih menjalani kisah asmara dengan gadis yang sedari kecil menjadi adik kecilnya dan saat itu gadis remaja itu telah menginjak kelas 3 SMA.
“Bang Kara, kita mau kemana?" Tanya Kyara saat Aditiya membawa ke area pegunungan dan di sana terdapat air terjun yang begitu indah.
“Bukankah besok kau libur dek, kita habiskan waktu untuk bertemu dan bersenang-senang di sini." Ujar Aditya sambil mengelus puncak kepala Kyra dengan lembut.
“Besok Abang juga akan berangkat ke Jakarta, masih ada ujian yang Abang hadapi. Selepas tamat beberapa tahun ke depan Abang akan pulang." Kembali Aditya menatap bola mata indah milik Kyara.
Kyara tersenyum malu-malu, ia juga sangat mencintai teman masa kecilnya itu. Selama ini dia selalu ada untuk dirinya, selain tampan. Aditya juga terkenal sebagai sosok yang penyayang dan sangat baik hati.
Tidak lama, cuaca terlihat sangat mendukung waktu itu. Angin semilir berhembus dengan sangat kencang pohon-pohon bergoyang kesana kemari tertiup angin. Aroma pohon pinus dan tanah lembab beradu seakan di bawa angin.
Ketika menatap langit, terlihat jika diatas sana terlihat awan pekat menyelimuti langit yang terlihat ingin segera menumpahkan air hujan.
Benar saja, tidak berselang lama. Hujan benar-benar turun dengan sangat lebatnya. Kyara dan juga Aditya berusaha mencari tempat teduh. Akhirnya mereka menemukan sebuah pondok yang lumayan untuk mereka terhindar dari hujan yang begitu deras.
Tidak hanya hujan yang turun dengan sangat derasnya, sesekali petir juga menyambar membelah langit dan sangat kencang. Kyara benar-benar merasa sangat takut dengan spontan ia memeluk tubuh Aditya yang saat itu begitu dekat dengannya.
“Bang Kara, aku takut." Ujar Kyara dengan lirih. Tubuh gadis itu terlihat menggigil kedinginan apalagi hujan datang dengan sangat deras beserta angin yang berhembus begitu kencang hingga membuat pondok yang ia tempati serasa begitu terguncang.
Hal itu membuat Kyara bertambah rasa takutnya, ia kembali merapatkan tubuh dan memeluk erat Aditya.
“Tidak akan terjadi apa-apa, percayalah abang ada di sini untukmu." Tanggap Aditya membawa Kyara dalam pelukannya.
Ketakutan Kyara membuat sensasi yang tersendiri bagi Pria yang menuju dewasa itu, ia pria normal. Tidak bisa dipungkiri jika darah terasa hangat dan jiwa muda membuat aliran darahnya begitu terasa cepat naik pada permukaan ubun-ubun syaratnya.
Tubuh mereka begitu menempel dengan sangat lekat, rapat dan begitu hangat. Gundukan kenyal dari Kyara menempel erat di dada bidang pria itu.
Aditya berusaha menahan rasa sesak yang mulai ia rasakan di bawah sana, ia juga berusaha untuk menormalkan pikirannya dengan membelai rambut panjang milik Kyara dan mencium aroma wangi rambut itu.
Akan tetapi makin kesini, rasa yang tidak bisa ia tepis semakin menyeruak ke dalam pembuluh nadi dan respon syaraf agar melakukan sesuatu yang seharusnya tidak ia lakukan.
Bibir Kyara yang gemetar dan terlihat merah merekah dan sedikit terbuka itu, membuat dirinya tidak bisa lagi untuk membiarkan nya terlalu lama gemetar.
Tangan kanan Aditya memeluk erat pinggang ramping Kyara dan membawa gadis itu dalam pondok dan menyandarkan tubuh mungil itu di sudut pojok ruangan beralaskan pandan usang.
Petir kembali menggelegar dan bersahut-sahutan di luar sana, cuaca terlihat mulai gelap.
“Bang Kara, Kyara takut." Kembali Kyara merengek saat itu.
Kembali gelenyar aneh bersarang di jiwa Aditya bangkit dan ingin menguasai Kyara seutuhnya. Rasa itu menepis semua pikiran normalnya selama ini pada gadis kecil yang sekarang tumbuh remaja dan sangat begitu cantik dan menggoda.
Perlahan tangan kekar Adytia membelai rambut panjang gadis itu kembali dan membisikan sesuatu lembut di daun telinga Kyara, kemudian perlahan membelai bibir ranum itu yang sedikit terbuka. Kembali ia membisikan sesuatu pada pada gadis itu.
Kyara menunduk sangat malu dan juga sedikit takut. Tetapi detik berikutnya terlihat pria itu melumat bibir itu dengan perlahan.
Dua insan yang sebenarnya masih sangat amatir saat itu, tetapi karena mereka berdua percaya akan kekuatan cinta mereka. Mereka berdua sangat yakin jika nantinya mereka pasti akan bersama.
“Abang pasti akan bertanggung jawab setelah ini Kyara dan yakinlah cinta Abang hanya untukmu seorang,” kata-kata cinta itu mengalun indah begitu sangat merdu. Menjanjikan surga dunia dan menjanjikan jika di masa depan nanti mereka pasti akan bersama.
“Tidak akan ada cinta di dunia ini selain dengan dirimu, untuk saat ini esok dan di masa yang akan datang semuanya hanya untukmu.” Kembali kata-kata cinta itu terdengar sangat begitu indah, membuat seorang Kyara merasa sangat dicintai. Membuat seorang Kyara melambung sangat di atas awan, tanpa tahu jika nantinya jika ia bisa jatuh begitu sangat dahsyat dan mungkin saja ia bisa jatuh lebur berkeping-keping.
Tidak ada yang terpaksa atas nama cinta. Semua raga dan jiwa diserahkan begitu sangat sempurna. Mereka seakan-akan tidak melihat dan mereka tidak akan merasakan bagaimana jika salah satu dari mereka bisa saja pergi atau bisa saja berkhianat terhadap janji murni yang mereka keluarkan daripada lidah yang tak bertulang.
Suasana hari yang mulai malam dan tidak mungkin untuk membawa mereka pulang, mereka terjebak dalam pondok bambu, bilik kehangatan yang mengantarkan mereka berdua pada sebuah surga dunia yang tidak terlupakan. Berkali-kali semburan larva itu mendarat pada perut datar milik Kyara.
Kyara sedikit merasa kesakitan, ini adalah pengalaman pertama dirinya dan juga Aditya. Akan tetapi bisik-bisik memuja itu membuat Kyara kembali menerima walau sekujur tubuhnya rasa remuk redam.
“Pak Aditya, kita akan berangkat satu jam lagi. Untuk mari saatnya kita turun dan bersiap-siap pak," Suara asisten Aditya membuyarkan lamunannya tentang kejadian 8 tahun silam.
