Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Yang Sebenarnya

Suasana hening yang sudah terjadi beberapa menit lamanya kini masih terjadi setelah mereka bertiga yang mana baru gue sadari ternyata Lukas pun masih ada disini membantu gue untuk menenangkan diri dari tangisan gue yang sulit untuk berhenti. Bahkan sampai saat ini masih ada sisa sesenggukan akibat menangis tadi.

Gue yang posisinya bersandar di pundak Galih pun akhirnya menoleh ke arah Lukas karena sadar kalo gue belum ucapin kata terima kasih terhadapnya karena udah menolong gue semalam dan mengantar gue pulang dengan selamat.

"Makasih udah nolongin gue semalem, Kas. Walaupun gue nggak ngerti kenapa sikap lo ke gue bisa baik begitu. Tapi apapun itu, gue ucapin terima kasih banyak. Lo boleh pulang kalo lo mau, gue udah punya mereka buat jagain gue." ucap gue sambil menunjuk Galih dan Dirwan.

Lukas nggak menjawab dan hanya menatap gue seperti biasanya. Setelah itu dia menghirup napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Lalu kemudian memejamkan matanya sambil menyadarkan kepalanya di sandaran sofa.

"Gue ngantuk. Gue bakal tidur sebentar disini." ucapnya dengan mata yang masih terpejam.

Melihat itu pun gue memilih untuk membiarkannya dan beralih menatap Galih.

"Apa kalian tau kenapa Nenek bisa di bawa orang itu?" tanya gue.

Galih terlihat ragu dengan tatapannya yang enggan untuk melihat langsung ke mata gue.

"Gue nggak yakin ini waktu yang tepat atau eng---"

"Cukup buat bilang hal itu di depan gue, Gal! Ini waktu yang tepat atau nggak itu nggak penting. Sekarang adalah saat buat gue tau apa yang sebenarnya terjadi, kenapa lo bilang nenek, nyokap, dan bokap gue di tahan. Siapa yang nahan mereka? Lo pasti tau sesuatu kan?" ujar gue dan mengangkat kepala gue dari pundaknya. Gue menatapnya kesal dan beralih menatap Dirwan.

"Dan kalo yang kalian maksud waktunya tiba itu adalah tentang sesuatu yang ngebuat gue merasa nafsu sama sesuatu yang baunya kayak Lukas. Gue yakin 100% kalo gue udah mengalaminya. Karena baru semalam hal itu terjadi. Kalo lo nggak percaya, lo bisa tanya dia." ujar gue sambil menunjuk Lukas menggunakan dagu gue.

Lukas yang tadi terpejam kini membuka matanya dan menatap gue dengan kedua alis yang di angkat seakan dia bertanya apakah gue serius untuk menceritakan apa yang terjadi semalam. Gue pun mengangguk untuk menjawabnya.

"Dia bener." ucap Lukas datar. Lalu kembali ke posisinya semula.

"Dengerkan. Sekarang ceritain ke gue apa yang terjadi?" ujar gue.

"Jadi itu kenapa mereka dateng lebih cepet? Masa heat Inu bener-bener nggak bisa di prediksi. Apa mereka takut kalo Wisnu bakalan jadi sosok yang di ramalin?" gumam Dirwan pelan yang begonya bisa gue denger dengan jelas. Gue segera menoleh ke arahnya.

"Heat? Ramalan? Maksudnya?" tanya gue yang membuat Dirwan langsung menatap gue.

"Heat itu adalah hal yang udah lo alami semalem. Dan soal ramalan...."

"Lo udah di ramal sebagai penghancur petinggi para leluhur werewolf." lanjut Dirwan.

"Kita bangsa werewolf Nu. Gua, elu, Iwan, sama dia itu werewolf. Tapi kita bukanlah sosok yang bisa berubah menjadi serigala. Kita hanya keturunan yang cuma memiliki beberapa sifat dan karakter dari para leluhur. Dan para petinggi yang di maksud adalah leluhur yang masih hidup hingga saat ini. Tentu aja mereka masih bisa berubah menjadi serigala. Itulah kenapa mereka di sebut petinggi." ujar Galih yang kini bergantian untuk menjelaskan satu demi satu pertanyaan yang dari dulu gue nggak mengerti.

"Terus kenapa mereka menangkap dan menahan keluarga gue? Apa salah mereka, terus kenapa bisa gue di ramal sebagai penghancur mereka??" tanya gue.

Dirwan dan Galih terlihat menatap satu sama lain, lalu setelahnya Galih menepuk pundak gue bermaksud untuk fokus menatapnya.

"Ini semua karena di dalam diri elu sepenuhnya mengandung darah manusia, Nu. Hanya saja sifat dan beberapa hal lainnya di turunkan oleh nyokap lu. Lebih gampangnya adalah lu seorang anak yang lahir dari sperma manusia, karena bokap lu adalah seorang manusia sejati. Sedangkan nyokap lu seorang Omega Resersif yang mana sebenarnya sangat sulit untuk hamil. Tapi tanpa di sangka saat nyokap lu mengalami heat, bokap lu menyelesaikan masa itu dengan mudah. Dan besoknya nyokap lu hamil."

"Sebuah keajaiban yang langka bagi bangsa kami. Seorang omega resersif bisa memiliki anak dan terlebih lagi anak itu adalah berdarah manusia. Seluruh bangsa kami semuanya gencar, para petinggi dengan cepat tau dan langsung menghampiri nyokap bokap lu saat lu lahir di dunia ini. Kata nenek, saat pertama kali lu lahir, sebuah cahaya terang menyinari seluruh tubuh lu dan itu adalah sebuah pertanda kalau masa depan akan bersinar nantinya hanya dengan keberadaan lu di dunia ini."

"Gua nggak tau gimana pastinya. Tapi yang jelas saat itu nenek lu tau kalo ini juga bakal jadi musibah yang panjang. Oleh karena itu dia membuat mantra yang membuat cahaya itu meredup dan menjadikan lu burik dulu. Tapi mantra itu bakal hilang begitu lu udah berusia 17 tahun dan melewati masa heat. Dan sekarang lu bisa liat sendiri, kulit lu mulai terlihat perubahannya." akhir Galih sambil mengelus lengan gue lembut.

Gue yang sedari tadi diam mendengarkan pun mengalihkan pandangan untuk melihat kulit gue yang memang benar sudah sedikit berubah jadi coklat cerah yang mana tadinya berwarna coklat gelap dan lebih terkesan hitam.

Tapi itu nggak membuat gue terkejut atau senang sama sekali. Pikiran gue masih terpusat dengan masa lalu gue yang sebenarnya sangatlah rumit untuk gue pahami. Tapi gue bisa mengerti satu hal, kalau semua ini terjadi adalah karena kelahiran gue terjadi. Ini salah gue sampai mereka bertiga bisa di tahan oleh petinggi yang nggak gue ketahui siapa mereka.

Perasaan sedih pun kembali menghampiri gue dan perlahan gue bisa merasakan mata gue yang berair karena terlalu lama berlarut dalam kesedihan. Namun gue segera menghapus air mata gue begitu suara Lukas menginterupsi gue.

"Mereka datang lagi." ucapnya yang kini terdengar serius sambil menatap gue simpati.

Galih maupun Dirwan yang mendengar itu langsung terlihat panik dan kalang kabut seperti bingung harus melakukan apa. Berbeda dengan gue yang tenang dan berdiri dengan sigap siap untuk menghadapi mereka. Gue nggak takut, kalaupun mereka bakal membunuh gue, itu nggak masalah. Yang penting keluarga gue bebas dari tahanan mereka, karena bagaimanapun mereka nggak ada salah dalam hal ini.

Menghembus napas pelan, gue pun mulai melangkah maju yang mana sedetik kemudian langsung di tahan oleh suara Lukas yang membuat gue langsung berhenti di tempat.

"Lo nggak bisa nyerahin diri lo gitu aja. Semua yang Nenek, bahkan ortu lo lakukan bakal sia-sia. Mereka mengharapkan lo untuk melakukan sesuatu, bukan menyerahkan diri." ucapnya yang sempat membuat gue bingung darimana dia bisa tau tujuan gue buat nyerahin diri?

"Lo gila, Nu!? Lo mau nyerahin diri gitu!? Lo nggak tau apa gimana berusahanya Nenek lo buat nggak ngasih tau keberadaan lo malem tadi, hah!?" marah Dirwan yang meraih tangan gue dan membuat gue berbalik menatapnya.

"Gue nggak punya pilihan lain, Wan. Mereka pasti bakalan bebasin mereka kan kalo gue nyerahin diri? Itu nggak masalah kalaupun harus nyawa gue sebagai bayarannya." ujar gue serius, gue udah bertekad. Terserah dengan masa depan yang gue idamkan. Yang penting Nenek harus bebas. Beliau sangat berjasa dalam kehidupan gue, dan gue malah membuatnya di tahan seperti seorang penjahat.

"Gampang banget lo ngomong!! Lo pikir kalo mereka bebas, mereka bakal seneng gitu kalo tau elo menyerahkan diri dengan sia-sia!? Enggak, Nu. Lo malah bakal bikin mereka, terutama Nenek lo jauh lebih sakit di bandingkan menjadi sandra disana." ujar Dirwan yang di akhiri dengan tangisan yang begitu menyakitkan. Galih yang berdiri di sampingnya pun dengan sigap memeluk Dirwan erat untuk menenangkannya.

"Dia bener, Nu. Lu nggak bisa nyerahin diri gitu aja. Pasti ada sesuatu yang bisa bebasin mereka selain dengan cara itu." ujar Galih tenang.

"Cara apa? Nggak ada cara lain lagi Gal, yang mereka inginkan cuma gue kan? Itu gampang, gue tinggal menyerah dan selesai. Gue....guee.. nggak tau cara apa lagi yang harus gue lakukan. Semua ini begitu tiba-tiba." ucap gue dan perlahan melemas karena gue kehabisan tenaga. Gue mendudukan diri gue kembali sambil menyenderkan kepala gue di sana.

"Mereka udah dekat." ujar Lukas. Dan itu menimbulkan sebuah pertanyaan di benak gue.

"Gimana lo bisa tau kehadiran mereka?" tanya gue. Lukas menoleh dan mendekat, setelahnya dia mengulurkan tangannya di depan gue dan bukannya menjawab pertanyaan yang gue lontarkan.

"Nggak ada waktu buat gue jelasin. Lo sekarang ikut gue. Kita pergi jauh dari sini, gue akan nyembunyiin lo sampe mereka nggak tau keberadaan lo lagi." ucapnya sambil meraih tangan gue dan membantu gue berdiri setelahnya.

"Lu mau bawa dia kemana?" tanya Galih.

"Gue bakal kasih tau kalo gue udah sampai di tujuan. Usahain, lo hilangin semua bau Wisnu di ruangan ini. Jangan sampe mereka tau kalo dia sudah pulang. Karena itu bisa membuat mereka tau kalo Wisnu belum jauh dari sini." ujar Lukas yang terdengar sangat handal dan mengetahui apa yang harus di lakukan.

Galih mengangguk begitu juga dengan Dirwan. Setelahnya mereka berdua berbalik dan pergi ke arah belakang rumah yang nggak gue ketahui untuk apa. Gue cuma bisa diam sambil memperhatikan Lukas yang membuka jaketnya.

"Pake ini." ucapnya dan melemparkan jaket itu ke gue. Gue menurut dan langsung mengenakan jaket itu dengan cepat. Setelah selesai, Lukas kembali meraih tangan gue dan menggenggamnya erat.

"Ayo kita pulang." ujarnya yang ngebuat gue mengerinyit bingung.

"Pulang? Kemana? Ini rumah gue."

"Sekarang nggak lagi. Rumah ini bakal di segel dan di jaga ketat. Saat ini kita akan pulang ke rumah baru kita. Yaitu apartemen gue." balasnya yang cukup membuat gue terdiam dengan ucapannya. Setelah itu dia pun menarik tangan gue dan menuntun gue menuju pintu keluar untuk membawa gue ke tempat yang dia sebut sebagai rumah baru kita.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel