Bab 7 Awal Dari Segalanya
Gue perlahan membuka mata gue begitu merasakan pantulan cahaya terang yang tembus ke kelopak mata gue. Gue berkedip beberapa kali untuk memfokuskan penglihatan gue yang masih kabur. Setelah kembali normal, kerutan di dahi pun gue rasakan.
Ini....bukan kamar gue!
Seketika gue terduduk dari tidur gue dan melihat sekitar yang ternyata ruangan ini terlihat begitu luas dengan peralatan yang terlihat mewah dan perlengkapan yang tertata rapi di atas meja. Gue menatap lekat ke meja itu. Karena di sana adalah barang-barang yang selalu gue inginkan selama ini. Tapi karena kondisi keuangan gue yang parah, gue nggak pernah membelinya.
Udara dingin menyentuh kulit gue yang mana hal itu membuat gue langsung mencari asal dari udara tersebut yang ternyata berasal dari ac yang menyala di dinding bagian atas. Sekali lagi pun gue sadar, kalo ini bukanlah kamar gue. Dan...
Gue telanjang!
Bazenggg! Kemana baju gue!? Kenapa gue bisa nggak baju begini!? Apa yang terjadi semalem!??
Panik gue. Dan langsung melompat dari kasur dan mencari keberadaan baju gue dengan tubuh telanjang bulat. Nihil, gue nggak menemukan baju gue dimanapun. Dan saat gue ingin menyerah untuk mencarinya, tiba-tiba ingatan yang hebat menerjang kepala gue dan mengingatkan gue akan kejadian semalam yang gue alami.
Di mulai dari gue yang keluar rumah malam-malam. Di kerja beberapa orang hingga akhirnya di selamatin sama Lukas, cowok yang menyebut gue menjijikan dan benci sama cowok omega. Terakhir, gue melakukan sesuatu yang lebih menjijikan terhadap Lukas dan membuat diri gue sendiri melakukan hal yang begitu memalukan. Di tambah lagi gue ingat kalau gue meminta sesuatu darinya untuk memasuki gue.
Mengingat itu, membuat bagian bawah gue terasa perih dan berdenyut. Gue terlalu inget, tapi yang jelas ukuran otong Lukas itu gede banget. Dan.... Kenapa bisa gue melakukan hal yang kayak gitu!???
Ini nggak bisa di biarin. Gue harus segera keluar dari sini dan pulang untuk nanyain Nenek apa yang terjadi sebenarnya terhadap gue.
Gue menarik selimut yang berada di atas kasur dan melilitkannya ke badan gue. Setelahnya gue berjalan ke arah pintu yang gue yakini adalah pintu keluar. Namun ternyata gue salah. Pintu yang gue buka barusan adalah kamar mandi. Dan saat ini gue bisa melihat dengan jelas seseorang yang ada di balik kaca transparan tersebut tengah membersihkan dirinya dengan air yang mengalir dari atas kepalanya atau yang sering di sebut shower.
Dia-Lukas menoleh dengan ekspresi bengong dan lebih ke datar. Berbeda dengan gue yang udah panas dingin karena melihat dirinya yang nggak mengenakan apapun. Apalagi saat dia mematikan keran air dan membuka pintu kaca tersebut. Semuanya jadi terlihat jelas di depan mata gue. Tapi entah kenapa gue nggak merasakan sesuatu yang bergejolak seperti semalam padahal saat ini gue tengah menyaksikan cowok ganteng bugil di depan gue. Dan itu cukup menimbulkan tanda besar di otak gue.
Lukas menatap gue dari atas sampai bawah. Setelahnya dia meraih handuk yang ada di sampingnya dan melilitkannya di pinggangnya.
"Gue kira lo bakal kabur setelah kejadian semalem. Tapi ternyata gue salah." ucapnya, lalu berlalu mendahului gue untuk keluar kamar mandi. Melihat itu, gue pun langsung berputar balik dan mengikutinya dari belakang.
"A-pa lo tau apa yang terjadi?" tanya gue, karena ya...gue masih nggak mengerti kenapa gue bisa ngelakuin hal memalukan kayak gitu.
"Lo dalam masa heat. Bukan salah lo sepenuhnya. Gue yang udah membawa lo masuk ke mobil yang isinya sangat penuh sama feromon gue. Wajar lo mengalami hal itu." ujarnya yang sudah nggak ada lagi nada datar. Tapi tetap, ekspresinya masih mengeluarkan ekspresi yang sama seperti pertama kali gue ngeliatnya.
Gue cuma ngangguk aja walaupun gue nggak ngerti apa yang dia omongin. Gue mau nanya lagi tapi gue takut nanti responnya akan jadi jutek atau malah menatap gue tajam.
"Gue sebenernya emang bermaksud kabur. Gue kira pintu yang gue buka tadi pintu keluar. Tapi ternyata bukan. Dan...dimana baju sama celana gue?" tanya gue begitu melihatnya membuka lemari untuk mencari pakaiannya.
Dia nggak menjawab dan masih fokus mencari di dalam lemari tersebut hingga memakan waktu beberapa menit kemudian dia berbalik dan melemparkan gue sepasang pakaian yang terlihat bagus bahkan sangat bagus untuk gue pakai.
"Pake itu. Baju lo gue suruh art untuk di cuci. Bahaya kalo itu ada di kamar gue. Feromon yang lo keluarin sangat kuat sampe bisa nempel di baju itu." ujarnya.
Gue yang mendengar itu pun akhirnya diam dan membentang pakaian yang ada di tangan gue untuk melihat ukuran baju yang akan gue kenakan ini.
Ini kebesaran. Tapi gue nggak bisa protes sama ukuran itu karena pasti akan terkesan nggak tau terima kasih. Dan ya, jadilah saat ini gue memakai pakaian itu tanpa berkomentar apapun dan hasilnya tentu saja sangat besar. Tangan gue bahkan nggak keluar sama sekali dari lengan baju yang panjang ini. Dan gue rasa, gue nggak butuh celananya. Karena baju yang gue pakai pun udah menutupi tujuh puluh persen pinggang hingga lutut gue.
"Ehh... Apa lo juga cuci celana dalem gue?" tanya gue pelan karena gue merasa segan sama dia.
Lukas menoleh lalu mengangguk kemudian.
"Lo bisa pake boxer gue kalo mau. Karena pasti celana dalem gue nggak muat sama lo." ujarnya sambil menyelesaikan dirinya mengenakan baju yang tentu saja sangat pas di tubuhnya. Setelahnya dia kembali membuka pintu lemari dan melempar satu boxer ke arah gue.
Nggak perlu banyak tanya, gue pun segera memakai boxer tersebut untuk menutupi burung gue yang tadi masih menggantung bebas dan sangat nggak tau malu di lihat oleh Lukas dari tadi.
"Ini dirumah lo?" tanya gue sambil mendudukkan diri gue ke ranjangnya.
"Hm. Ini apartemen gue, dan letaknya udah pasti jauh dari rumah lo. Bahkan sekolah." ujarnya.
Gue sedikit membesarkan mata mendengarnya. Tapi gue nggak mau bertanya lagi. Karena yaa, you know lah.
"Kalo lo mau pulang, naik taksi aja dari sini." ujarnya lagi.
Gue berpikir sejenak untuk menyetujui usulnya itu. Tapi kalo di ingat jarak yang dia bilang jauh. Itu pasti bakal menguras dompet bahkan tabungan gue yang nggak seberapa. Bisa bahaya masa depan gue nanti hanya karena naik taksi doang.
"Atau mau gue anter?" celetuknya dan langsung membuat gue menoleh ke arahnya.
"Boleh?" tanya gue ragu.
Lukas mengangguk lalu segera berdiri dari yang tadinya duduk di samping gue kini berjalan ke arah nakas dan membuka laci yang ada di sana. Mengambil kunci yang gue yakini ada kunci mobil, Lukas pun berbalik dan mengambil jaketnya yang terletak tidak jauh dari jaraknya. Setelah itu dia pun dia beralih menatap gue.
"Ayo." ajaknya, lalu berbalik mendahului gue menuju pintu.
Nggak mau membuang waktu lebih lama, gue pun segera berdiri dan menyusulnya yang udah nunggu di pintu itu. Setelah dia membuka pintu gue pun langsung keluar dari sana dan kini gantian gue yang menunggunya dari luar. Nggak butuh waktu lama, sosok Lukas muncul yang mana lagi-lagi mendahului gue jalan di depan dan gue tentu saja langsung mengikutinya dari belakang, karena bagaimana pun, saat ini gue tengah bergantung padanya yang mengantar gue pulang dan bertemu Nenek untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
Namun bukannya gue bertemu dengan Nenek saat sampai di rumah. Gue malah menemukan dua sahabat gue, Galih dan Dirwan yang duduk di teras dengan raut wajah khawatir. Gue yang melihat itu pun segera turun dari mobil dan berlari kecil ke arah mereka yang mana Lukas juga mengikuti gue dari belakang walau dengan jalannya yang santai.
"Kalian? Ada apa pagi-pagi ke rumah gue? Kalian nggak sekolah?" tanya gue begitu udah tiba tepat di hadapan mereka.
Mereka yang awalnya nggak menyadari kehadiran gue kini mendongak dan langsung membesarkan kedua matanya lalu berdiri untuk memeluk gue erat. Tangisan dari sosok Dirwan pun terdengar di telinga gue dan itu cukup membuat gue bingung dengan apa yang terjadi.
Galih melepaskan pelukannya terlebih dahulu dan mengelus rambut gue lembut.
"Lu nggak kenapa-kenapa kan, Nu? Lu darimana aja?" tanya yang dengan nada biasa walaupun gue tau hatinya pasti sangat khawatir.
"Iya! Lo darimana aja Wisnu!? Kenapa lo ninggalin Nenek lo sendirian? Kenapa lo nggak dengerin kata-kata Nenek lo sehingga sekarang Nenek lo yang menanggung masalahnya. Lo jahat banget tau nggak!" ucap Dirwan yang bernada marah namun masih ada isak tangis yang bercampur dengan marahnya.
Gue sendiri yang mendengar mereka berdua ngomong hal yang nggak gue mengerti pun akhirnya mengerinyit menatap mereka berdua.
"Kalian ngomong apa sih? Ada apa sama Nenek?" tanya gue.
"Nenek lu di tahan, Nu. Sama seperti nyokap bokap lu." jawab Galih.
"Di tahan? Maksud lo apa? Nenek gue nggak kenapa-kenapa kan? Nek....!" ujar gue dan setelahnya gue langsung meninggalkan mereka berdua untuk masuk ke dalam dan mencari keberadaan Nenek dengan pikiran panik dan juga perasaan gue yang sedikit hancur walaupun gue mencoba untuk nggak percaya dengan apa yang mereka katakan.
Namun sepertinya yang mereka ucapin itu bener. Karena sedari tadi, bahkan gue udah mencari di dalam lemari pun tetap nggak ada sosok Nenek di dalam rumah ini. Pikiran gue pun langsung kacau dan air mata udah mulai mengalir di kedua pipi gue. Kaki gue lemas di ikuti dengan jatuhnya gue ke lantai dengan posisi terduduk lemas.
Nenek.... Ini nggak mungkin kan?
Gue nggak mungkin di tinggal sendirian di dunia ini kan? I-ini....
Cuma mimpikan?
