Pustaka
Bahasa Indonesia

Being Ugly Its Not Easy

49.0K · Tamat
A L F I C T
30
Bab
2.0K
View
7.0
Rating

Ringkasan

Jadi cowok jelek, item dan nggak ada apa-apanya itu susah! Pacar nggak punya, sekalinya punya di manfaatin doang. Dunia emang kejam, tapi gue tetep bertahan karena gue juga masih mau hidup.Tapi entah kenapa setelah kenaikkan gue ke kelas 2, cerita menyedihkan gue berubah menjadi kebingungan yang terus melanda saat seorang cowok ganteng terus muncul di kehidupan gue. Gue emang suka sesama cowok, tapi kalo seganteng ini....??Gue nyadar diri lah ya. ***Boyxboy Boyslove Yaoi.***Alfict~

SupernaturalGAYRomansaTeenfictionSweetPernikahanKampusKeluargaFlash MarriageBaper

Bab 1 Gpp Jelek, Yang Penting Sombong

Gue....Wisnu, panjangnya Dirgantara.

Pernah denger kata-kata anak jaman sekarang yang bunyinya begini... 'Nggak apa jelek, yang penting sombong' ?

Gue pernah, sering malah. Cuma yang bikin gue nggak habis pikir itu, darimana coba kata-kata itu bisa terealisasikan? Lo jelek, terus lo mau sombong? Minta di hujat lo!?

Sumpah. Pede sih boleh tapi nggak ngejatohin harga diri juga kali. Harusnya tuh, gue jelek dan gue bangga. Seperti kata Patrick Star.

Tapi gue nggak bangga kok jadi orang jelek. Kenapa? Oke gue bakal jelasin.

Pertama, tentu saja yang pertama itu masalah percintaan. Elo, kalo jadi orang jelek ataupun seenggaknya punya tampang tapi nggak menarik, percintaan kalian tuh nggak bakal mulus kayak aspal yang baru di bikin kemaren. Yang ada malah bernasib seperti jalan berbatu yang bikin ban motor atau mobil jadi pecah-pecah kayak bibir tetangga yang sukanya ngomongin orang.

Kedua, pekerjaan. Sebenarnya ini nggak terlalu penting. Karena yaaa... Gue masih anak sekolah. Tapi ada beberapa hal yang bikin gue kadang kesel jadi cowok jelek item dan tentu aja berjerawat-_-.

Oke kembali ke topik.

Untuk masalah pekerjaan yang gue maksud itu adalah saat ada tugas yang mengharuskan gue mencari kelompok untuk mendapatkan nilai yang sempurna. Harusnya sih gampang, karena gue termasuk murid pintar di kelas. Tapi yang bikin gedeknya itu, yang bakal ngerjain tugas kelompoknya itu gue. Sendirian. Gue tau gue jelek tapi pinter, tapi kan nggak gini juga. Dimanfaatin tuh nggak enak. Huft.

Ketiga, teman. Ya ini salah satu hal penting di kehidupan manusia. Tapi gue nggak terlalu memusingkan hal ini sih, karena gue cukup memiliki satu atau dua temen aja. Dan gue udah mendapatkannya. Jadi, untuk bagian ini di skip aja.

Nah jadi itu beberapa hal yang nggak gue banggain sebagai orang jelek. Kalo Patrick sih tentu bangga, karena.... Siapa sih orang bikini bottom yang peduli sama muka Patrick? Liat kebodohannya aja udah malesin. Apalagi mukannya, hah.. udahlah. Ngomongin muka itu nggak ada habisnya.

Sekarang beralih ke kehidupan gue. Jadi nama gue itu Wisnu, panjangnya Dirgantara. Eh bukannya gue udah kasih tau nama gue ya? Bego kali.

Oke, jadi umur gue 16 tahun. Baru naik kelas 2 satu bulan yang lalu, dan sekarang gue udah menginjakkan kaki di kelas ini beberapa hari yang lalu. Dan ya... Gue harus terpisah sama dua sahabat gue yang mana masing-masing dari kami berbeda kelas. Gue dapet IPA 1, yang lainnya ada IPA 3 sama IPA 4. Setiap tahun pembagian kelas bakal di umumin, bermaksud agar semua siswa mengenal sama murid yang belum sekelas dengannya. Gue sih oke-oke aja selama gue nggak di ganggu dan nggak di usik ketenangan gue.

Sebagai murid yang pintar. Gue dengan percaya diri mengambil tempat duduk paling depan tepat di depan meja guru. Karena apa? Ya gue nggak gatau. Gue cuma pengen aja.

Awalnya gue kira bakal ada cewek yang mau satu bangku sama gue. Karena kebanyakan cewek sukanya duduk paling depan, idk why, tapi begitulah yang gue perhatikan. Tapi gue salah, saat gue merasakan kursi di sebelah gue tergeser, gue langsung menoleh 90 derajat ke arah kursi tersebut. Dan elo tau gimana reaksi gue saat itu?

Gue kaget men! Mata gue melotot dengan alis satu terangkat dan mulut yang menganga. Oke itu lebay! Nggak, gue nggak kayak gitu. Gue cuma sedikit terkesima melihat kekinclongan seorang cowok yang duduk di kursi sebelah gue. Parah men... Ganteng banget!

Gue nggak munafik, tapi gue bener-bener muji muka dia yang putih bersih mulus kayak perosotan yang jadi tempat gosip anak SD yang viral itu.

Gue diem dan cuma merhatiin dia yang noleh juga kearah gue dan senyum simpul ke arah gue. Dan Ohmaygat! Jantung gue deg-degan dong. Yaampun gila! Jantung gue malu-maluin banget, cuma di senyumin sama cowok ganteng aja udah baper. Gimana kalo di tembak coba? Mungkin bakal berak celana gue.

Eh nggak deng, jijikin banget gue. Udah jelek, sukanya berak celana lagi. Gimana masa depan gue entar?

"Hai," sapa itu cowok dengan suaranya yang berat.

Gila! Bahkan suaranya pun macho! Gue jadi penasaran gimana badannya, apakah bakal semacho suaranya atau kurus rata kayak gue. Oke lupakan, gue mesum. Nggak ada harga diri bet gue, udah jelek, mau nilai badan cowok ganteng lagi. Nyadar dong!

"H-hai.." balas gue yang begonya malah salting.

Gue memaki diri gue sendiri karena merasa gagal meninggalkan kesan pertama yang lakik! Nggak maksud gue normal sama nih cogan satu. Jujur aja, gue itu hombreng. Sukanya yang menggantung dan tentu saja cairan kental berwarna putih. Tapi walaupun begitu gue nggak pernah sekalipun mengalami ataupun merasakan hal homogen selama 5 tahun terakhir. Karena apa? Ya tentu aja nggak ada yang mau karena gue jelek! Sialan, gue nggak mau nyalahin gen orangtua gue, karena sekalipun gue nggak pernah melihat wujud mereka. Tapi melihat diri gue di kaca, sepertinya gue bisa bayangin muka mereka berdua kayak gimana.

"Gue Reza. Gue boleh duduk disini?" tanyanya ramah dan nggak lupa sama senyum simpulnya.

Gue menatapnya sebentar lalu berpikir antara menerima atau enggak. Sekilas gue mendengar bisik dari bangku belakang gue yang nyuruh gue terima aja tanpa ribet. Tapi gue nggak mau semudah itu, apalagi saat otak gue terngiang-ngiang dengan kalimat 'Nggak apa jelek yang penting sombong' membuat gue berpikir kenapa kalo gue mungkin bisa melakukan apa yang di maksud kalimat.

Iya juga ya, kenapa nggak? Nggak ada peduli ini kok kalo gue sombong! Yang penting jelek! Eh?

Jadi dengan begitu, gue dengan pasti menatapnya terus menjawab, "Nggak." balas gue.

"Loh, kenapa?" tanyanya lagi dengan kepala di miringin buat natap gue yang lagi setengah menunduk karena nggak kuat liat mukanya.

Dia mendekat ke arah gue lalu mata kami bertemu satu sama lain, dan saat itu terjadi dia mengedipkan matanya beberapa kali dengan gerakan imut yang tak tertahankan. RIP jantung gue!

Gue langsung menjauhkan muka gue darinya lalu menyenderkan punggung gue ke dinding, lalu setelah itu gue melihat kesamping berusaha untuk nggak melihatnya.

"Oke, lo boleh duduk di situ. Tapi dengan satu syarat!"

"Apa?" gue menoleh kembali ke arahnya dengan menahan napas agar jantung gue nggak kenapa-kenapa.

"Jangan deketin muka lo kayak tadi!" ujar gue. Lalu segera kembali beralih darinya.

"Kenapa?"

Seandainya gue ganteng juga, udah gue pastiin gue ajakin gelut bibir nih orang. Banyak tanya banget! Sue.

"Nggak usah tanya, gue nggak mau jawab!" balas gue.

"Tapi lo barusan jawab." balasnya balik.

Gue mengigit bibir bawah gue menahan emosi, sambil menyebut nama binantang satu persatu dalem hati.

Okeyy, nih cowok bakalan bahaya bagi gue. Fix!