Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 : Hal Bodoh

Happy Reading!!!

****

“Dari mana aja lo, Yo, baru datang jam segini?” sambut Nathael dengan delikan sinisnya kala Mario tiba di kediaman orang tua Bian yang hari ini sedang merayakan kepulangan Bian dan Zinnia dari bulan madu.

Katanya sih sekalian menyambut menantu. Namun bukan perayaan yang mewah-mewah seperti itu, hanya berupa makan siang sederhana.

Alasan Alin mengundang sahabat-sahabat Bian adalah demi untuk meramaikan suasana. Dan berhubung ini weekend, jadilah tidak ada yang keberatan. Meski sebenarnya sekarang Mario lebih butuh tidur dari pada makan. Tapi karena sudah terlanjur janji, mau tak mau akhirnya Mario datang juga. Bagaimanapun ia menghormati ibu dari sahabatnya itu.

“Emangnya kenapa sih, El?” tanya Mario heran. “Gue berasa telat datang kencan tahu gak sih dengar lo ngomong gitu,” lanjut Mario merasa geli. Dan kalimatnya itu lantas dihadiahi lemparan bantal sofa oleh Nathael dengan tatapan jijik yang tak sama sekali di sembunyikan, dan mulutnya sontak meloloskan kata amit-amit berulang kali, membuat semua yang ada di ruang tamu itu tertawa, tak kecuali Mario.

“Gue masih normal setan!” umpatnya terdengar benar-benar kesal.

“Ya lagian lo gitu banget, El. Gue ‘kan jadi mikir kalau sebenarnya lo naksir gue,”

“Amit-amit, Yo. Amit-amit. Istigfar lo, Yo, istigfar!” Nathael berseru heboh sambil mengetuk-ngetuk pelipis dan meja secara bergantian, raut wajahnya terlihat benar-benar jijik, dan itu menjadi hiburan tersendiri untuk mereka yang ada di sana, belum lagi dengan Mutiara –istri Nathan—yang tak lain adalah kembaran Nathael ikut menimpali. Susana jadi makin pecah, menambah kebahagiaan pengantin baru yang tiba setengah jam lalu.

Cukup lama mereka bercengkerama di ruang tamu, hingga akhirnya ajakan untuk makan siang dikumandangkan Alin, membuat Mario yang kebetulan lapar segera berlari menuju meja makan.

Matanya berbinar melihat banyaknya menu yang terhidang. Tidur yang tadi paling Mario butuhkan sekarang terkalahkan oleh bunyi perutnya yang kelaparan. Kebetulan ia juga memang melewatkan sarapan karena harus menghampiri Aruna di hotel dan mengantar perempuan itu pulang.

Sebenarnya Mario tidak berniat melakukan itu, tapi entah ada dorongan dari mana ia malah justru merepotkan diri membeli pakaian untuk perempuan itu dan memberikannya sendiri. Padahal Mario bisa saja meminta seseorang untuk mengantarkannya. Sialannya otaknya tidak bekerja, tubuhnya yang justru bergerak.

Anehnya tidak ada penyesalan yang menghampirinya. Yang ada senyumnya justru terlukis setiap kali mengingatnya. Entahlah apa alasannya, tapi yang jelas keinginan untuk kembali bertemu cukup menggebu. Bahkan Mario memilih pulang lebih dulu dibandingkan teman-temannya yang lain dengan alasan bahwa dirinya memiliki urusan.

Mario tahu teman-temannya pasti akan merasa keheranan sebab tidak biasanya ia cepat-cepat pulang ketika mereka sedang berkumpul. Bisa di bilang ia yang paling santai diantara teman-temannya. Tapi sekarang ia malah justru terlihat seperti orang sibuk. Biarlah, toh acara intinya pun sudah selesai.

Namun begitu keluar dari rumah orang tua Bian dan menjalankan mobilnya, Mario jadi bingung sendiri. Alasan apa yang akan dirinya gunakan untuk bertemu Aruna?

Mobil.

Menjentikkan jarinya, Mario kemudian menambah cepat laju mobilnya untuk segera tiba di bar. Mobil Aruna masih berada di sana, dan sesuai apa yang pagi tadi dikatakan, ia akan mengantarkan mobil perempuan itu. Ini sudah sore, Mario tidak mangkir dari janjinya.

Tepat pukul lima sore Mario tiba di kediaman Aruna, ia langsung mendapati perempuan itu tengah duduk di teras depan, terlihat seperti sedang menunggu seseorang. Dan begitu menyadari kedatangannya Aruna langsung bangkit dari duduknya, berlari kecil menghampirinya. Entah takut kedatangannya di ketahui keluarganya atau karena antusias bertemu dengannya lagi. Mario benar-benar sudah sinting dengan pemikirannya itu.

“Gue kira lo minta orang buat antar mobil gue,” ucapnya ketika Mario menurunkan kaca mobil, tanpa sama sekali berniat turun.

“Kenapa memangnya, keberatan kalau gue yang antar?” delik Mario tak suka.

Aruna melotot mendengar itu, lalu sebuah dengusan di loloskannya. Aruna benar-benar tidak habis pikir pada cowok di depannya ini. “Jadi cowok baperan banget, najis!” ujarnya seraya memutar bola mata.

“Salah?”

“Gak!” cepat Aruna menjawab dengan delikan malasnya. Ekspresi yang membuat perempuan itu terlihat menggemaskan di mata Mario. Saking gemasnya Mario ingin sekali menarik kepala Aruna mendekat dan melumat bibirnya dengan rakus.

Gara-gara kejadian semalam, Mario jadi kecanduan bibir mantan tunangan sahabatnya itu. Bukan salah Mario sepenuhnya jika ia menginginkan lagi ciuman itu, karena yang lebih dulu memulai adalah Aruna sendiri.

“Ya udah naik. Antar gue pulang,” ucap Mario begitu ringan. Sontak membuat Aruna kembali melototkan matanya, mulutnya pun menganga. Tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.

“Kalau gini ceritanya mending tadi pagi lo gak usah sok-sokan bilang mau nganterin mobil gue,” karena sama saja bohong jika sekarang ia harus mengantar pria itu pulang.

“Gue cuma berniat bantu lo aja, sih. Lo kayaknya lagi kurang kerjaan, bengong di teras sendirian Jadi, lebih baik lo anterin gue pulang. Gue lupa bawa dompet. Gak ada uang buat ongkos pulang.” Percayalah itu cuma alasan. Dan Mario sendiri tidak tahu gunanya apa ia melakukan hal seperti ini.

Mulutnya tidak bisa ia kendalikan ketika berhadapan dengan Aruna yang entah kenapa sekarang jadi terlihat semakin menarik di matanya.

“Kalau gitu gue kasih lo ongkos.”

Namun Mario segera menggeleng. “Gue gak suka menerima hal semacam itu dari cewek.”

“Lo bisa anggap itu hutang kalau memang gengsi nerima uang dari gue.”

“Gue gak biasa berhutang,” lagi Mario menolaknya. Dan Aruna jengah sendiri pada akhirnya, hingga yang dilakukannya sekarang adalah memukuli Mario lewat kaca pintu mobil yang diturunkan pria itu. Mario teramat menyebalkan untuknya. Namun tak bohong kekesalannya pada pria itu berhasil menggeser kegalauannya.

Aruna tidak tahu maksud Mario melakukan hal ini. Beberapa bulan lalu ia menganggap bahwa pria itu tidak menyukainya mengingat tatapan yang diberikan Mario begitu dingin padanya. Tapi penjelasan yang katakannya semalam membuat Aruna paham, meskipun tidak sepenuhnya bisa memahami pria itu. Namun kini Aruna jadi tahu bahwa Mario tidak semenyeramkan yang dirinya kira beberapa bulan ini. Mario juga tidak sekaku anggapannya selama ini. Pria itu cukup menyebalkan dan menjengkelkan.

Tapi, ada satu hal yang Aruna suka dari teman mantan tunangannya itu. Ciumannya. Itu benar-benar membuatnya tak bisa berpikir jernih. Bahkan sejak berpisahnya mereka pagi tadi Aruna terus di bayangi oleh ciuman Mario. Aruna sampai lupa bahwa dirinya masih dalam pase patah hati. Dan keberadaannya di teras adalah menunggu kedatangan mobilnya. Lebih tepatnya Mario.

Pikiran mengenai orang lain yang akan mengantar mobilnya sempat terlintas, dan itu membuatnya gelisah. Hingga akhirnya Aruna memutuskan untuk menunggu di teras, memastikan bahwa Mario sendiri lah yang mengantarkan mobilnya.

Aruna merasa bodoh pada awalnya, namun tubuhnya menolak untuk kembali masuk dan berdiam diri di kamar seperti sebelumnya. Sampai akhirnya mobilnya datang, dan Mario lah yang membawanya, Aruna tidak tahu dari mana rasa senang itu datang. Tapi sebisa mungkin untuk tidak memperlihatkannya.

“Mending lo cepetan masuk deh, Run. Keburu malam,” ucap Mario seraya menangkap tangan Aruna yang masih saja memukulinya.

“Kenapa memangnya kalau malam? Lo gak keliatan seperti anak mami yang punya jadwal jam tidur perasaan,” heran Aruna, sekaligus mengejeknya.

Tak menanggapi, Mario memilih kembali meminta Aruna masuk ke dalam mobil. Dan meski terlihat terpaksa, Aruna tetap menuruti, sebelum kemudian perempuan itu sadar penampilannya tidak untuk bepergian.

“Bentar, Yo,” cegah Aruna saat Mario hendak melajukan mobilnya. “Gue ganti baju sama ambil tas dulu,” ucapnya sambil bergegas turun dari mobil dan berlari ke arah rumah tanpa sama sekali menunggu respons Mario.

Mario hanya bisa geleng kepala saja melihatnya dan memilih untuk memainkan ponselnya selagi menunggu. Tidak banyak waktu yang Aruna butuhkan ternyata, karena kurang dari lima belas menit saja perempuan itu sudah kembali, langsung mengambil duduk di tempatnya semula.

Penampilan Aruna cukup sederhana dengan midi dress warna lilac yang dikenakannya. Tidak ada riasan di wajahnya, hanya bibirnya saja yang di tambah perona, dan itu membuat Mario tergoda. Ia jadi teringat ciuman mereka semalam dan pagi tadi. Tapi untuk menikmatinya lagi Mario merasa sungkan. Meskipun setiap ciumannya selalu di respons baik oleh Aruna, tidak lantas membuat Mario bisa sesuka hati.

Aruna bukan perempuan yang bisa Mario kencani. Perempuan itu mantan tunangan sahabatnya. Mario tidak bisa menyama ratakan Aruna dengan perempuan-perempuan yang selama ini singgah di hidupnya. Ah, tepatnya di ranjangnya.

Mario memang tidak sepenuhnya tahu perempuan seperti apa Aruna, tapi Mario yakin Aruna bukan perempuan murahan seperti yang selama ini selalu menjadi temannya di ranjang. Sikapnya memang cukup blak-blakan. Aruna juga tidak terlihat seperti amatiran. Respons Aruna terhadap ciumannya cukup membuat Mario tahu bahwa ini bukan yang pertama untuk perempuan itu. Aruna cukup ahli. Itu yang membuat Mario ketagihan, sebab Aruna dapat mengimbanginya. Namun semua itu tidak bisa Mario jadikan alasan dirinya bertindak bajingan. Tidak semua perempuan bisa Mario samaratakan.

“Gue tahu gue cantik, tapi lo gak harus segitunya liatin gue, Yo,” ucap Aruna menyadarkan Mario dari lamunannya dan lantas meloloskan dengusan, lalu memilih untuk segera melajukan mobil Aruna tanpa berniat menanggapi kalimat perempuan itu yang sesungguhnya berhasil membuat Mario malu karena ketahuan memperhatikan. Tapi bukan Mario jika ia tidak bisa bersikap seolah-olah tidak ada apa-apa. Mario masih bisa mempertahankan ketenangannya walaupun sedang salah tingkah sekalipun.

***

Bersambung ....

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel