Bab 4 : Terlalu Mudah Jatuh Cinta
Happy Reading!!!
****
Aruna menghentikan gerakannya yang hendak membuka pintu mobil saat teringat sesuatu, membuatnya menoleh pada Mario yang berada di balik kemudi, terlihat sedang meneliti kediaman Aruna yang saat ini ada di hadapannya.
Untuk beberapa saat Aruna terdiam, terpaku pada wajah tampan Mario yang harus Aruna akui begitu memesona dengan jambang tipis yang menghiasi wajahnya.
Beberapa bulan lalu, saat Bian mengajaknya bertemu dengan teman-teman pria itu, Aruna tidak menemukan Mario yang seperti ini. Tak kalah tampan memang, namun entah kenapa melihat penampilannya yang sekarang membuat Aruna berpikir bahwa Mario lebih menawan. Dadanya bahkan berdebar kencang memperhatikannya dari kedekatan seperti sekarang.
Aruna tidak tahu ada daya tarik apa sebenarnya dalam diri Mario hingga membuatnya enggan berpaling, bahkan ketika Mario kini turut menatapnya.
Seharusnya Aruna berpaling, salah tingkah karena telah ketahuan memperhatikan, tapi yang Aruna lakukan malah justru mengunci tatapan. Dan Aruna tidak menghindar kala Mario mendekatkan wajahnya. Yang ada Aruna justru memejamkan mata, menunggu apa yang akan Mario lakukan. Sampai akhirnya sebuah kecupan Aruna rasakan di bibirnya. Singkat, hingga Aruna mengerutkan kening dan perlahan membuka matanya.
Aruna pikir Mario akan menciumnya seperti semalam, tapi yang terjadi justru Mario sudah menarik kembali kepalanya dan menatap lurus ke depan. Entah apa yang sedang pria itu pikirkan, Aruna tidak bisa menebaknya.
“Mario,”
Dan Mario menoleh mendengar panggilan itu, namun tak latas memberinya kesempatan untuk berbicara, karena Mario yang lebih dulu bersuara. “Gue gak tahu tindakan gue benar atau salah, tapi sepertinya gue memang gak bisa,”
“Kenapa?”
Tak lantas menjawab, Mario menatap Aruna dengan dalam, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya dirinya inginkan dan apa yang Aruna mau. Jujur, setelah kejadian semalam, Mario memiliki ketertarikan. Aruna layak di pertimbangkan, apalagi perempuan itu tak terlihat seperti perempuan munafik yang berkeliaran disekitarnya. Aruna terlihat apa adanya dengan keinginan yang tidak perempuan itu sembunyikan.
Dari tatapan matanya Mario melihat ketertarikan perempuan itu. Seharusnya ini sebuah keberuntungan untuk Mario. Tapi tidak, kali ini Mario merasa tidak bisa. Aruna terlarang untuknya. Bukan hanya karena perempuan itu mantan tunangan sahabatnya saja tapi …
“Lo perempuan yang mudah jatuh cinta,”
“Apa itu salah?” sahut Aruna cepat.
Mario menggeleng. “Gak salah, tapi masalahnya gue bukan laki-laki yang suka berkomitmen.”
“Maksud lo?” kerutan di kening Aruna tampak dalam, menatap Mario menuntut penjelasan.
“Gue percaya cinta. Bian dan Zinnia adalah bukti nyata yang bikin gue percaya. Hanya saja untuk diri gue sendiri gue gak menemukan makna dari kata itu. Maka dari itu gue gak bisa sama lo.” Mario takut malah menjadi penjahat lainnya untuk perasaan Aruna yang Mario tahu saat ini masih berdarah-darah.
Mario tidak masalah dijadikan pelarian. Ia bisa untuk sekadar menyenangkan, atau mungkin yang biasa dirinya sebut bersenang-senang, tapi Mario tidak bisa jika nantinya Aruna berakhir menginginkan lebih dari yang bisa dirinya beri.
Sampai saat ini Mario masih belum memiliki niatan menjalin sebuah hubungan. Ia nyaman dengan kehidupannya yang sekarang, bebas berkencan dengan siapa pun yang dirinya inginkan.
Katakanlah dirinya bajingan, sebab memang begitulah pada kenyataannya.
“Lo takut gue jatuh cinta sama lo?” akhirnya Aruna bisa menyimpulkan. Dan Mario mengangguk sebagai jawaban. Hal itu lantas membuat Aruna mendengus dan melirik Mario dengan sinis.” Heh, manusia sok kecakepan! Lo gak usah ge’er. Dibandingkan Mas Bian lo jelas jauh banget. Dan lo berpikir gue akan jatuh cinta sama lo?” Aruna menggeleng tak habis pikir. “Jangan mimpi! Lo bukan tipe idaman gue. Gue cuma butuh pelarian, gue butuh hiburan biar gak benar-benar menjadi gila karena patah hati sama Mas Bian. Salah lo kenapa datangin gue,” ujarnya tanpa menghilangkan kesinisan.
“Niat gue cuma nolongin. Bar bukan tempat yang aman untuk perempuan yang mabuk sendirian. Ketidaksadaran lo bisa aja di manfaatkan untuk kesenangan mereka.”
“Tapi memang itu tujuan gue datang ke bar. Gue butuh pelampiasan, gue butuh hiburan. Lo pikir cuma Mas Bian dan Mbak Zinnia yang boleh bahagia? Gue juga mau, Mario! Gue mau kayak mereka juga."
Air mata Aruna menetes perlahan dengan raut terluka yang tak sama sekali disembunyikan. Bukan untuk mencari belaskasihan, tapi luka itu memang nyata Aruna rasakan. Tidak lagi Aruna pedulikan rasa malu yang sebelumnya menyinggahi, saat ini Aruna hanya ingin berterus terang, perasaannya tidak sedang baik-baik saja, dan ia butuh pengalihan. “Gue gak mau menjadi menyedihkan sendirian, Mario,” lirihnya menyakitkan.
“Tapi Bar bukan tempat untuk lo mencari kebahagiaan itu, Run. Kebahagiaan di sana hanya sesaat, bahkan bisa saja lo malah semakin menderita.” Dan Mario tidak ingin hal itu terjadi pada Aruna. Untuk alasannya Mario tidak tahu. Tapi ketika melihat Aruna duduk di depan meja barnya ada dorongan untuk Mario melindunginya.
“Terus gue harus apa?” kembali menatap Mario, Aruna berharap pria itu bisa memberinya jalan keluar. Karena sungguh, Aruna tidak ingin terus-terusan larut dalam patah hatinya. Membayangkan Bian bahagia dengan kehidupan barunya bersama perempuan yang pria itu cintai membuat Aruna sesak sendiri.
Mario tidak menjawab, pria itu justru kembali mendekatkan diri pada Aruna, menangkup wajah basah perempuan itu lalu mendaratkan kembali bibirnya di permukaan bibir Aruna.
Tidak seperti sebelumnya, kini sebuah lumatan Mario berikan dan sesekali menghisapnya. Tidak ada penolakan dari Aruna, justru perempuan itu membalasnya dengan suka cita. Dan ciuman mereka berlangsung cukup lama, sampai Mario merasa bahwa Aruna membutuhkan pasokan udara.
Masih dalam keadaan menangkup wajah Aruna, Mario menghapus sisa air mata Aruna dengan ibu jarinya, lalu mencium mata itu dengan hati-hati sebelum kemudian menarik diri beberapa senti.
“Sekarang lo masuk ke rumah, istirahat.”
“Mobil gue masih di bar,” itu yang sejak tadi ingin Aruna ucapkan. Sial saja ia malah terpaku pada wajah Mario yang tampan, membuatnya lupa tujuan awal urung keluar dari mobil Mario.
“Sore nanti gue anterin ke sini.”
“Ta—”
“Sini kuncinya,” sela Mario tidak ingin mendengar bantahan Aruna. “Lain kali, kalau mau ke bar hubungi gue. Jangan pergi sendiri,” lanjut Mario begitu sudah menerima kunci mobil Aruna, yang diberikan perempuan itu dengan sungkan.
“Kenapa?”
“Bahaya. Setidaknya kalau lo ngabarin gue, gue bisa nemenin lo, sekaligus jagain lo.”
“Gue bisa jaga diri sendiri,” bantah Aruna.
“Gue gak yakin,” Mario menatap Aruna sangsi. “Semalam aja lo narik dan cium gue tiba-tiba, setelah itu lo minta gue tetap tinggal sama lo. Untung gue masih dalam kewarasan yang baik, kalau enggak … gue yakin lo gak akan bisa jalan hari ini.”
Dan ucapan Mario tersebut sukses membuat wajah Aruna memerah. Malu. Diingatkan mengenai kejadian semalam Aruna jadi kembali ingin menenggelamkan diri. Itu benar-benar memalukan. Di tambah dengan barusan.
Ah, Aruna tidak tahu kenapa dirinya jadi seagresif ini. Terang-terangan menginginkan Mario menyentuhnya. Sudah seperti perempuan murahan saja rasanya. Entah ini efek patah hati atau memang pikirannya saja yang kotor ketika berhadapan dengan Mario. Aruna enggan memikirkannya. Itu terlalu memalukan.
Tidak ingin mendengar lebih banyak sindiran Mario, Aruna memutuskan untuk turun dari mobil pria itu tanpa satu pun kata yang diucapkannya.
Mario yang melihat itu hanya tersenyum tipis seraya menggelengkan kepala. Tidak sama sekali Mario mempermasalahkan sikap tak sopan Aruna yang boro-boro menawarinya mampir dan menghidangkannya kopi, mengucapkan terima kasih saja tidak. Mario paham perempuan itu sedang di landa rasa malu. Jadi, sudahlah. Toh Mario juga tidak butuh basa-basi itu. Mario lebih suka to the poin. Tapi sayangnya kepada Aruna ia tidak bisa sembarangan beraksi. Itu terlalu bahaya untuk dirinya sendiri.
Andai Aruna bukan perempuan yang mudah jatuh cinta, pasti akan sangat menyenangkan.
Dari segi fisik Aruna sangat menarik. Perempuan itu juga sepertinya memiliki pemikiran yang terbuka. Aruna akan menjadi partner menyenangkan dalam bersenang-senang. Sayangnya hati perempuan itu lemah. Aruna tidak cocok dengannya.
***
Bersambung ...
