Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

Pukul 02:30

Adra membuka pintu kamar adik Ale, disitu terlihat Ale yang tertidur lelap.

"Bangun... Bangun.. bangun kau bodoh," Adra mengoyak kan tubuh Ale.

Ale yang tadinya tertidur kini bangun dengan sedikit mata yang masih melekat.

"Kau tidak sopan kakak," ejek Ale.

Bugg...

"Dengar jangan dekati wanita itu," Adra mencekram kuat-kuat baju yang di pakai Ale.

"Santailah sedikit aku tidak akan mendekati gadis itu," Ale melepas cengkraman itu.

"Tapi aku ingin bertanggung jawab atas apa yang sudah aku lakukan," jawab Ale dengan menatap Adra.

"Bodoh," Teriak Adra.

Bug..bug..

Tubuh Ale terjatuh di bawah kasur.

Namun Ale hanya tersenyum.

"Aku ingatkan sekali lagi, jika kau masih berani menemui Brendy atau kau coba coba menyentuh dia, aku akan menghabisi mu," ketus Adra.

"Kenapa kakak? Apa kau takut? Jadi kau mengancam ku?" Ucap Ale tak mau kalah.

"Aku akan menikahi dia bukankah kau yang mengajarkan bagaimana menjadi lelaki bertanggung jawab," senyum Ale walau ada sedikit darah di bibirnya.

"Terlambat," Jawaban spontan Adra.

"Tidak ada kata terlambat untuk berubah," sela Ale tersenyum.

Debat dikamar itu sungguh terdengar sampai di kamar Shilla selagi orang tua mereka.

Shilla ingin melerai pertengkaran itu tapi tidak...tidak sekarang.. saat ini ia akan mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini.

___

Keesokan di pagi hari...

Shilla yang sudah duduk di meja makan menyantap roti di depan dengan selai kacang dan di tumpukan di atas.

Adra yang sudah tampan dengan jas hitam dasi yang menguluti di leher nya tampak wibawa ditambah jalan yang gagah.

"Duduklah ibu ingin bicara," ajakan Shilla.

"Jika ibu membahas tentang masalah ku ibu, aku sarankan ibu tidak ikut campur," singgung Adra.

Datanglah Ale dengan diikuti baju yang hampir mirip dengan Adra yaitu jas.

Adra terlihat begitu malas bersarapan pagi dengan saudara nya itu ia langsung berdiri dari tempat duduk.

"Duduklah Adra, dan kau Ale duduklah," perintah Shilla.

Mereka berdua sudah duduk di depan meja makan dan Shilla juga duduk di sana.

"Ibu rasa kalian sudah besar selesaikan semua secara dewasa dan jika ibu memberi saran bawa wanita itu kesini secepatnya dan segera akan aku nikahkan," mengintrogasi seakan sidang di depan kedua putra nya.

"Apaaaaa?" Keduanya kaget dan langsung saling berhadapan.

"Iyah benar, hanya ini cara satu-satunya agar kalian tidak berkelahi..kau tau ibumu ini sudah berumur 45 tahun ..tidak kah kalian kasihan bila ibu mendengar kedua putra yang terus bertengkar," dengan suara parau seakan ingin menangis.

"Baiklah aku akan menikahinya ibu," jawaban Adra dengan yakin.

"Tidak ibu, biarkan aku yang akan menikahinya, ibu tahu betul aku akan menebus semua kesalahanku," balas Ale dengan sigap.

"Tidak ibu aku sudah lama mengenal Brendy, biarkan aku yang akan membawa dia dan menjadikan Brendy sebagai menantu ibu," ujar Adra.

"Ibu ingat kata ibu, laki-laki harus bertanggung jawab atas segala kesalahannya apa ibu lupa?" Ale tidak mau kalah.

Perdebatan lagi lagi di dengar di depan orang paruh baya itu.

"Dasar bodoh, kau bilang lelaki bertanggung jawab? Lelaki bertanggung jawab tidak akan kasar pada wanita," Ucap Adra menarik kerah jas Ale.

"Kau yang bodoh, kau selalu mempermainkan wanita dimana nyalimu sebagai lelaki? kau bilang kau mengenal dia begitu lama, tapi kenapa kau tidak menikahi dia?" Balas Ale.

"DIAM!" teriak Shilla.

Membuat Shilla terbatuk-batuk.

"Bawalah gadis itu kesini, dia yang berhak atas pilihannya, Bukan kalian berdebat di meja dan saling adu argumentasi." Shillasudah tidak tahan melihat tingkah kedua putranya.

Sejenak Ale bertatapan dengan Adra mata mereka saling beradu.

"Tidak akan aku biarkan wanitaku menikah dengan pria lain walau kau adikku aku sudah lama ingin memiliki wanita itu.. jangan harap .. jangan harap.." batin Adra.

"Mungkin aku tidak romantis seperti dirimu kakak tapi aku akan buktikan bahwa aku bisa membuat hati wanita luluh dengan caraku sendiri...aku ingin menebus semua kesalahan yang pernah aku buat," batin Ale.

Shilla menahan sesak yang ada di dadanya melihat kedua putra yang ia sayangi bertengkar.

"Baiklah aku berangkat Bu," ucap Adra berpamitan pada Shilla.

"Jangan menangis ibu hapus air mata itu," imbuh Adra dan melangkah pergi.

"Ibu," suara Ale.

"Ibu hapus air mata itu, aku yakinkan bahwa aku membawa wanita itu di hadapan ibu, kumohon percayalah ibu," Ale mendekat ke Shilla dan menghapus air mata itu dengan jemari.

Shilla hanya mengangguk mengerti.

"Baiklah aku berangkat bekerja ibu,"

Di sisi lain

Brendy binggung ia diharuskan kembali bekerja di sebuah cafe malam itu, hanya untuk menjadi pelayan bukan untuk melayani pria, tapi tetap saja trauma yang mendalam tidak akan mampu menghapus luka nya dengan secepat itu.

Brendy berniat mencari lamaran pekerjaan jauh-jauh hari, Adra sudah menawarkan Brendy untuk bekerja di kantornya, tetapi Brendy tidak punya cukup keahlian untuk dunia bisnis dan perkantoran.

Bukan hanya alasan itu ia takut jika kejadian beberapa tahun lalu terulang hingga di haruskan ia di pecat karena kesalahan nya waktu bekerja di kantor.

"Baiklah sudah siap semuanya," gumam Brendy sendiri di depan kaca.

Ia pun berdiri usah menyiapkan beberapa berkas untuk mengajukan lamaran pekerjaan.

___________________________________

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel