Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 8

“Mama…pikirkan penyakit hypertensimu. Jangan marah-marah, ini sudah malam, Besok saja ku jemput Anisa untuk tinggal bersama kami dirumah, kamarnya juga belum kami siapkan” jawab Ruly yang sungguh menaruh hormat pada sang ibu.

“Tidak usah kamu jemput. Mama sendiri yang besok akan mengantar dia ke rumah kalian” ucapnya tak terbantahkan, lalu pergi meninggalkan pasangan suami istri tersebut.

“Jadi, sungguh mulai besok kita akan memelihara wanita pabrik anak itu, dirumah kita?” Tanya Manda saat mereka sudah berada dirumah mereka yang menjadi saksi kebersamaan mereka selama 5 tahun berumah tangga.

“Manda, berhenti menyebutnya sebagai pabrik anak, itu tidak enak di dengar” jawab Ruly pelan.

“oh…kamu juga membelanya seperti mama? Jangan-jangan setelah dia lahir sungguh aku yang tersingkir, Bukan dia..?” bentaknya pada Ruly.

“Sayang..jangan kalian kira aku senang dengan kemandulan ini, Aku tidak bisa merubah takdirku. Aku tidak bisa menukar rahimku dengan wanita itu” tangis Manda pecah mengasihani rahimnya yang kering dan tidak dapat menghasilkan keturunan seperti wanita lainnya.

“Manda, sayangku. Istriku tercinta, Sampai kapanpun, aku selalu mencintaimu, Jangan pernah berpikir seperti itu, Aku mencintaimu utuh, bisa atau tidak kamu berikan aku keturunan, aku hanya cinta kamu sayang” Ruly begitu mengiba, sungguh besar cintanya pada wanita cantik jelita itu, sulit baginya berpaling, namun meneruskan keturunan pun ia anggap penting untuk keberlangsungan masa depan keluarga mereka.

‘Sabarlah sayang, hanya butuh enam bulan lagi, Kamar ini akan dihiasi tangis bayi. Kamu akan menjadi seorang ibu, seperti istri-istri pada umumnya, Aku mencintaimu tap juga menghormati mama sebagai wanita yang melahirkanku, Aku tak ingin mengecewakan kalian berdua secara bersamaan, Kamu percaya akan cintaku, sayang..?”

“Berjanjilah, akan tetap di pihakku, Ruly, aku rapuh tanpamu, Aku takut kamu berpaling dariku” Manda melemah, Tak kuasa hatinya selalu meragukan kesetiaan dan ketulusan cinta suaminya ini, menerima dirinya yang tidak sempurna ini saja, mestinya sudah sewajarnya Manda bersyukur.

“Menjadi sayap pelindungmu adalah satu-satunya harapanku, Cukup kamu percaya bahwa sebesar biji sesawi pun tak ada niatku untuk berpaling dari dirimu, wahai duniaku” Entah kalimat itu secara sadar atau tidak Ruly ucapkan pada Manda.

Pertengkaran mulut itu berakhir dengan suara desahan dan lenguhan nikmat dari kedua insane dimabuk asmara. Sungguh hormone endorphin yang dokter kandungan sampaikan tadi padanya, Ruly akui benar adanya.

Hah…mengapa saat dia bersama Manda, justru terlintas bagaimana Anisa di bawahnya? Mengapa Ruly tiba-tiba ingin menciptkana hormone itu bersama Anisa agar wanita itu bahagia, melupakan Budi dan siap melahirkan anak yang sehat untuknya kelak.

Wina sungguh tak sabar menunggu sampai siang hari. Sudah dari pagi dia nampak berdiri di kediaman Ruly bersama Anisa untuk diantarnya agar wanita itu tinggal bersama Ruly.

Anisa sudah berusaha menolak, tapi gagal. Ia tahu isi perjanjian mereka, tidak ada sentuhan fisik dalam bentuk apapun setelah Anisa hamil. Anisa ingat betul dan Anisa tidak pernah terpikir untuk meminta hati pria yang sudah banyak menolongnya itu, Segera menyelesaikan tugasnya, mendapatkan uang sisa dari perjanjian mereka adalah tujuannya, Pergi jauh dan mencari Budy serta hidup layak berdua dengan Budi adalah impian Anisa selanjutnya.

“Disini, mama mau kamar ini untuk Anisa” tunjuk Wina pada Ruly yang ia paksa pulang dari kantor untuk meladeninya di rumah.

“Kamarnya sudah kami siapkan dilantai dua” jawab Manda ketus

“Tidak, Anisa tidak boleh naik dan turun tangga terlalu sering, Dia sedang hamil, olahraga boleh, tapi jangan capek!” seru Wina dengan tegas

“Papamu sedang melakukan perjalanan bisnis selama tujuh hari. dan selama papa tidak ada, maka mama akan tinggal bersama kalian di sini”

Oh, Tuhan, mengapa informasi itu membuat lutut Manda lemas, hatinya berkata selama wanita tua ini berada dirumahnya, sama saja menciptakan neraka dirumah sendiri,. Bukankah ia hanya sempat tinggal setahun bersama mertuanya, selanjutnya ia mengancam meminta cerai jika Ruly tidak segera membuatkannya rumah.

Manda tak tahan dengan rengekan ibu mertuanya yang bawel, setiap hari meminta cucu dengannya, Membosankan dan itu sungguh menyiksa batinnya.

Dan ternyata benar saja, ia seolah tidak dianggap dirumahnya sendiri, Mertuanya itu sangat ekstra memperlakukan wanita pencetak anak itu, Semua pelayan di rumah Ruly harus mengutamakan Anisa daripada Manda, Kembali Manda merasa tersingkir di rumahnya sendiri, Bukankah Manda ratunya, tetapi mengapa harus madunya itu yang menjadi nomor satu? Bahkan Anisa tak memenuhi syarat disebut madu, Tuh Anisa bukan istri siri apalagi istri sah dari suaminya, Ia hanya partner ranjang, yang rahimnya dipinjam pakai sementara.

Ruly tak bisa melawan peraturan sang mama, Wina sungguh membuat mereka terkunci dalam kamar itu, agar memiliki waktu berddua dalam durasi yang lama, Manda semakin kesal, dongkol bahkan benci dengan Anisa. Dia pun tidak terima dengan peraturan gila dari mertuanya.

Apakah Manda salah kalau dia marah?

Tak bolehkah dia iri dengan perlakuan timpang mertuanya, yang tak menghargainya sebagai istri sah Ruly. menantu sahnya?

“Aku tahu ini melanggar perjanjian kita, Tetapi, ini satu-satunya jalan yang bisa kulakukan agar anakku memiliki ikatan batin denganku sebagai ayah biologisnya” ucap Ruly sebelum benar-benar melakukan sesuatu yang tentu akan menghasilkan hormone endorphin seperti saran dokter kandungan pada mereka.

Ruly pun bingung harus berbuat apa ketika malam itu dia dipaksa oleh mamanya untuk mengantarkan segelas susu yang wajib diminum oleh wanita yang sedang hamil. Saat itu memang belum terlalu malam sekitar pukul 8 malam.

Keseharian Anisa tidak hanya ia habiskan untuk duduk dan berdiam diri dalam kamar yang diperuntukkan padanya, Sesekali ia pun melakukan olahraga kecil sendiri didalam kamar yang sebenarnya telah membuat karakternya terbunuh sepi. Belum lagi Wina, ibunda Ruly yang tidak pernah memperbolehkannya untuk beraktifitas, bahkan memasak seperti kebiasaan dan kegiatan yang baginya sangat dia sukai dan menyenangkan pun tak boleh dia lakukan.

Tentu saja Manda semakin tidak suka dengan hadirnya Anisa, bagi Manda, melihat wujud seorang Anisa pun, sudah seperti melihat hantu, apalagi melihat ibu mertuanya memperlakukannya dengan sangat manis yang membuat hatinya dan emosinya semakin mendidih.

Apalagi tadi sebelum ia naik tangga menuju kamarnya di lantai dua, secara tak sengaja dia melihat sebuah pemandangan menjijikan baginya, yup, melihat suaminya membawa sebuah nampan berisi segelas susu,

“Apakah aku harus menjadi penghuni neraka, jika susu itu kucampur dengan racun!” pikir Manda sambil melempar apa saja yang ada di dalam kamarnya yang kedap suara, Mana janji setia yang suaminya agungkan padanya? Mana kata cinta yang selalu bertubi-tubu Ruly gadangkan ditelinganya saat setiap kali mereka membahas hadirnya wanita itu.

Bagaimana kelanjutan keseruan cerita ini ?

Nantikan di bab selanjutnya….

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel