
Ringkasan
Anisa terpaksa menjual diri demi biaya hidup dan menebus hutang suaminya
BAB 1
othor ingatkan di sini ada adegan khusus 21+ tahun yaah..jangan dibaca kalau di bawah 21 tahun...kalau tetap memaksa...resiko tanggung sendiri yaah
Braakhh!!
Pintu Sebuah rumah didobrak paksa oleh sekawanan pria berbadan tegap dan berpakaian serba hitam.
Diwajah orang-orang itu terpias amarah, mereka terlihat kasar dan bengis.
Sontak salah satu rumah yang terletak di sebuah kompleks sederhana itu menjadi sedikit riuh oleh kehadiran mereka, apalagi antara satu rumah dengan rumah lain sangat dekat berjajar dan juga saling berhadapan.
Suasana siang itu memang sepi sebelumnya, sebab itu masih pukul 2 siang. DImana orang-orang masih sibuk dengan aktivitas di luar rumah juga sebagian sedang mengendorkan tulang setelah setengah hari berkutat dengan aktivitas masing-masing.
“Mana sibrengsek Putra..!!” dengan pertanyaan tiba-tiba dan langsung menyergap tubuh kecil yang baru keluar dari kamarnya, bahkan dengan pakaian yang terbuka satu kancingnya, menampakkan garis belahan dadanya yang masih cukup padat.
“Siapa kalian…?” Anisa keluar dari kamarnya, wajahnya merah padam karena terkejut dan tegang karena mendapat perlakuan sedemikian rupa di tengah hari bolong seperti ini.
“Jangan banyak Tanya. Bersiaplah menjadi gembel karena hutang suami anda sudah tidak bisa di tolerir lagi “ bentak salah satu preman pada Anisa.
“Apaa…?Hutang…!!! Anisa terperangah, melotot dan bingung, berusaha mencerna apa yang didengarnya itu diantara rasa gugup dan takut yang melanda dirinya.
Masa suaminya Putra, yang sudah menemani hari-harinya kurang lebih 6 tahun bahkan rumah tangga mereka sudah dikaruniai anak berusia 4 tahun. Tiba-tiba dikatakan memiliki hutang. Bahkan rumah mereka pun sudah dijual suaminya. Bukankah Putra selama ini terlihat seperti suami baik dan wajar layaknya suami pada umumnya saja.
“Kamu hanya punya waktu 24 jam, untuk melunasi semua hutang Putra” kini tubuh Anisa ringsk ke dinding. Bahkan dilehernya sudah ada pisau lipat. Jika tubuh Anisa bergerak sedikit, sudah pasti lehernya akan tertusuk benda tajam tersebut.
Anisa berusaha tenang, agar pisau lipat tadi tidak mengenai permukaan kulitnya, Sementara yang lainnya sudah sibuk mengikat dua tangan dan kaki Anisa dengan erat, mengekang semua pergerakan wanita itu agar tidak berdaya di hadapan mereka.
“Pergi…!! Pergi kalian!! Saya tidak ada urusan dengan hutang Putra” Lawannya dengan kalimat. Hanya dengan kalimat yang hanya untuk ditertawakan oleh para penangih hutang tersebut.
“Bayar atau mati…?” Ancam pria berkulit paling hitam menindih tubuh Anisa membuatnya makin terhimpit.
Cuihh…
Ketika tangan dan kaki Anisa sudah tidak bisa dia manfaatkan untuk berontak. maka satu-satunya senjata yang dia miliki adalah air liur. Tanpa pikir panjang Anisa meludahi wajah sangar didepannya.
Pria hitam berambut keriting tadi tak terima dengan perlakuan Anisa.
“Beraninya kau…?” Si keriting hitam itu membuat garis kecil dengan pisau dileher Anisa, hingga mengeluarkan darah.
“Sakit…Perih…?” tanyanya konyol. Bagaimana itu tidak sakit, jika ia sudah berhasil melukai leher Anisa.
Tak lama kemudian
“Mama…” Suara khas anak kecil baru bangun tidur terdengar. Budi berlari dan heran melihat ibunya yang terikat tali pada kaki dan tangannya.
“Budi…masuk kamar, nak” perintah Anisa yang khawatir akan keselamatan anaknya yang masih balita.
“Ahha” lelaki kulit hitam tadi berdiri tak lagi menindih Anisa, Lalu meraih tubuh balita yang baru keluar kamar dengan tatapan heran tak mengerti akan adegan yang ia lihat didepan matanya.
“Kami ingatkan…!! Dalam 24 jan uang 250 juta harus kamu dapatkan. Jika tidak?? nyawa anakmu jadi taruhan”
“Mama…” tangis Budi pilu, penuh ketakutan. Ia berusaha meronta ingin dilepaskan, Tapi percuma, Kini salah satu dari mereka sudah membawanya masuk mobil.
“Hubungi kami jika uangnya sudah siap” Dengan melempar secarik kertas berisi nomor kontak yang bisa Anisa hubungi. akhirnya para penaguh hutang itu pun pergi.
Anisa sudah berhasil melepaskan diri, luka dilehernya pun sudah ia obati,Dengan sejuta rasa dan pikiran, akhirnya ia memutuskan untuk menjual dirinya saja sebagai jalan pintas untuk mendapat uang 250 juta dalam semalam.
Ya…disinilah Anisa berada sekarang. Didepan pintu gedung yang didalamnya adalah ruang berisik dengan lampu kerlap kerlip. Segala jenis lowongan pekerjaan ada di sana. dari yang halal sampai yang haram semua ada diclub malam itu.
Pakaian Anisa minim bahan. Bagian lengannya hanya tertutup sedikit, sedangkan lehernya dibiarkan terbuka, walau masih dengan plester yang menempel di sana. Bagian leher bajunya dibiarkan sengaja dibuat melorot agar cetakan garis dadanya terlihat dengan jelas.
Hiasan dan Higheel ditunjukkan Anisa pada penampilannya mala mini. Ia harus berjuang demi melunasi hutang dan menyelamatkan nyawa Budi, anaknya.
Brukkhh!!
Tubuh Anisa jatuh terjerembab, ditabrak seseorang dari belakang. Setelah beberapa menit sempat bingung. Apakah ia berani masuk atau tidak, di dalam sana. Sesaat linglung, bingung, sambil menhirup aroma parfum maskulin dari pria yang membuatnya terjatuh tadi.
‘Maaf” ucap pria itu berbicara datar tanpa menoleh sedikit pun pada Anisa kemudian berlalu untuk masuk club, yang bahkan tidak berusaha menolong Anisa untuk bangkit.
“Tunggu…” Anisa bangkit dan mengejar pria yang tak ia kenal tadi. Hati kecilnya berkata jika yang menabraknya tadi bukan orang biasa. Bahkan bagian tubuh Anisa yang sempat ia tabrak tadi, masih tersisa wangi parfumnya. Jelas ia bukan pria biasa.
“Kamu mengikuti aku…?” Tanya pria itu dengan suara keras, mencoba melawan suara yang tercipta dalam club malam itu.
“Ya…saya minta pertanggung jawaban anda, Tuan. Sebab telah membuat saya terjatuh tadi” Dengan angkuhnya Anisa memberanikan diri ingin membuat perhitungan dengan pria yang mungkin hanya tidak sengaja menabraknya bahkan tidak sakit parah.
“Sana…bawa pulang!!” Pria itu melempari beberapa uang merah mengenai wajah Anisa.
Sontak Anisa terpukau, sedikit tersinggung sebab uang itu sebagian mengenai wajahnya, namun dia kesampingkan rasa kesalnya, sebab tujuannya datang ke tempat ini memang untuk mencari uang. Hanya bukan beberapa lembar, melainkan beberapa gepok.
“Saya tidak bisa pulang jika hanya membawa beberapa lembar uangmu, Tuan. Saya ingin lebih banyak dari ini”
Dengan gesit, Anisa sudah mendudukan tubuh mungilnya diatas pangkuan pria yang sama sekali ia kenal. Dalam pikirannya yang ia tau, pria ini adalah pria kaya. Yang mungkin dapat membantunya mengurangi beban dan masalah hidupnya. Ini targetnya.
“Enyahlah, kamu bukan tipe aku” usir pria tadi dengan suara penuh tekanan.
“Aku bisa menjadi tipemu, Tuan dan aku bisa menjadi apapun seperti yang kau mau” Bibir Anisa sudah berani menyusuri telinga hingga leher pria yang masih tak bergeming itu.
Jangan ditanya dimana akal sehat Anisa sekarang. Ia kini bahkan sudah menanggalkan semua harga dirinya demi uang. Dengan Putra, suaminya sekalipun tak pernah Anisa bertingkah seperti itu. Tapi lihatlah kini, ia yang lebih dahulu mengancam jiwa kelelakian seorang pria yang tak dikenal tersebut. Keperawanan jelas ia tidak punya sebab ia adalah ibu beranak satu.
Bagaimana kelanjutan cerita nya?
Nantikan di bab selanjutnya….
