BAB 4
‘Mama…Budi sama papa di si…” suara anak kecil terdengar nyaring dari arah yang tidak tahu dimana berada. Sepertinya dari atas loteng, namun suara itu terpotong dengan sendirinya, mungkin mulutnya dibekap oleh seseorang.
Anisa tahu itu suara Budi anaknya, Anak yang dia kandung selama 9 bulan dan ia rawat hingga kini berusia 4 tahun, mana mungkin ia tidak mengenali suara anaknya sendiri.
“Budi..kamu dimana nak? Sini mama jemput Budi” Anisa berlari ke sana kemari. Sementara dua orang tadi sudah membawa pergi tas berisi uang 200 juta yang Anisa bawa.
“Papa…lepasin Budi. Budi mau sama mama .Paa…paaa” Awalnya rungu Anisa menangkap lagi suara anaknya yang sepertinya sedang berusaha untuk bersuara.
Namun teriakan itu seketika tidak terdengar lagi. Mungkin mulutnya kembali dibuat bungkam, ditutup atau apalah itu. Anisa semakin panik dibuatnya, Berlari ke sana kemari, lalu melihat ada sebuah tangga, ia pun menaikinya, bermaksud mendapatkan tempat persembunyian para bandit penjahat itu.
Anisa pun naik dan para penjahat dengan tergopoh turun dengan tangga yang lain, ada Putra diantara penjahat tersebut, menggendong anaknya sendiri, demi untuk memancing kedatangan Anisa tentunya.
Dengan gerak cepat, semuanya sudah berada di dalam mobil yang sudah siap membawa mereka pergi entah kemana.
Anisa mendengar deru mobil, segera turun dan berlari keluar gedung, Mendapati sebuah mobil yang bahkan nomor polisinya tidak dapat ia lihat, karena jarak yang semakin menjauh, tanpa terasa air mata sudah mengembun di pelupuk matanya.
Perjanjian antara Ruly dan Anisa pun sudah terjalin dengan baik, Memperhatikan gerak gerik Anisa adalah hal penting yang Ruly lakukan agar ia tidak dikelabuhi oleh wanita yang ia harapkan akan memberinya anak itu.
Ruly sudah meminta orang suruhannya mengikuti Anisa dari jauh untuk memastikan Anisa dalam keadaan aman dan baik, Sehingga saat Anisa pingsan, orang-orang Ruly pun dengan segera memberikan laporan pada Ruly.
“Boss.. nona itu pingsan dipinggir jalan. tak jauh dari gedung tua”Lapor anak buahnya kepada Ruly yang akan memimpin meeting di perusahaan.
“Segera bawa dia ke rumah sakit, pastikan keadaannya baik” jawab Ruly singkat. Kemudian melanjutkan kegiatannya sesuai jadwal yang sudah diaturkan untuknya.
“Budi….mama menjemputmu, nak…Sayaangg. mama datang menjemput kamu..” bahkan dalam igauannya Anisa tak henti memanggil nama anaknya.
Anisa sudah berada diruangan serba putih, Tangannya tertancap selang infuse. keadaannya lemah, karena disaat perutnya kosong, dia nekat berjalan demi memenuhi janjinya pada penculik anaknya, para penagih hutang suaminya, yang ternyata sudah bekerja sama dengan Putra untuk menipunya. Memperdayanya dengan menculik Budi, anak mereka.
Lelaki kurang ajar, brengsek. Semua gelar itu wajar di sandang Putra yang sangat licik bukan?
“Siapa kalian?” Anisa sudah siuman, Netranya jelas melihat dua orang berpakaian serba hitam dalam ruang rawatnya.
“Terima kasih, nona sudah sadar, Kami orang suruhan Tuan Ruly, untuk memastikan keadaan Anda sudah membaik” jawab salah seorang yang berpakaian hitam tadi.
“Dimana Tuan Ruly?” Tanya Anisa
“Beliau akan kemari dalam 1 jam” jawab orang suruhan Ruly dengan sopan
‘Mengapa kalian bisa menemukanku…” Tanya Anisa ingin tahu.
“kami mengikuti nona sejak dari tadi “ jawabnya singkat
‘Budi…lalu mana anakku Budi, tidakkah kalian juga melihat mobil yang membawa lari anak dan uangku yang ku bawa tadi?” Tanya Anisa berharap akan menemukan anaknya.
“Tidak nona, Tuan hanya memerintahkan kami melihat nona dari kejauhan., Kami hanya diminta menjaga nona, tidak dengan yang lain” jawab mereka tegas dan lugas.
“Budi..dimana kamu? Kemana ayahmu yang brengsek itu membawamu pergi” teriak Anisa. jiwanya goncang, Belum habis geramnya saat tahu suaminya memiliki banyak hutang, kini Anisa pun harus menerima kenyataan bahwa anaknya dibawa kabur oleh pria yang tak layak disebut suami itu.
“Budi..!! Aku harus mencari Budi” Anisa kembali berteriak, duduk dan berusaha mencabut selang infuse di tangannya.
Bak orang gila, tak hentinya meronta. Tak henti memanggil nama Budi, dan berusaha lari dari dua orang suruhan Ruly.
“Lepas..!! Lepaskan aku. Aku ingin mencari anakku. Lepas…Jangan halangi aku” Kata Anisa dengan marah yang meledak-ledak, Memukul berkali-kali kaki pengawal yang harus menjadi sasaran amukan dari wanita yang harus mereka jaga.
Tok
Tok
Suara ketukan dari luar. Pengawal Ruly bergeming tak membuka pintu karena dikhawatirkan Anisa akan kabur.
“Buka pintu, ini aku” terdengar suara Ruly memanggil.
“Jaga dia” perintah pengawal kepada temannya, sebab dia akan membuka pintu untuk Ruly yang akan masuk ke ruang rawat itu.
“Tolongg…tolong selamatkan anakku” Anisa bersujud di hadapan Ruly, Tepat saat pria itu sudah berada di ruangan yang sama dengannya.
Ruly meraih kedua tangan Anisa, Memapahnya untuk duduk di tepian bed pasien.
“Kalian keluarlah, jaga di luar” perintah Ruly pada dua pengawal lainnya.
‘Ceritakan padaku yang terjadi” Ruly merapikan rambut Anisa yang kusut akibat mengamuk.
“Budi..Budi dibawa kabur oleh ayahnya, Putra brengsek itu ternyata bersekongkol dengan penagih hutang kemarin” ungkap Anisa saat sudah agak mereda emosinya.
“Mana uang yang ku berikan semalam?” Tanya Ruly pelan. Tak ingin menambah tekanan pada wanita itu.
“Sudah kuserahkan semuanya. Dan mereka malah membawa kabur anakku” Anisa menatap kosong dinding putih dalam ruangan tersebut.
“Kenapa tidak minta kawal polisi?” Tanya Ruly
“Mereka mengancam akan melukai Budi jika aku membawa polisi”
“Mengapa tidak membawa aku, untuk menjemput anakmu?’ cecar Ruly lembut.
“Sampai detik ini, Aku hanya tahu namamu Ruly Subagia dan sudah mempunyai istri, Kau adalah pria yang sudah membuat kesepakatan denganku, selebihnya aku tidak tahu tentangmu” urai Anisa masih dengan tatapan nelangsa, dengan suara lirih menyampaikan isi hati, menyesali kebodohannya yang mudah di tipu daya.
Ruly menarik nafas kasar, Dia membenarkan jika mereka berdua memang tidak pernah bertukar nomor ponsel, atau apapun agar bisa saling terhubung, Untung saja Ruly sempat meminta anak buahnya untuk mengikuti Anisa. Jika tidak, bukan hanya uang 200 juta yang hilang. Tapi kesempatan mendapatkan keturunan dari wanita ini pun raib.
Nanti aku akan mengerahkan orang-orangku untuk melacak keberadaan suami dan anakmu, Aku tidak mau kamu banyak pikiran, Aku tidak mau kamu stress, Kamu harus sembuh demi calon anakku, lakukanlah sesuai perjanjian” ucap Ruly datar.
Anisa pun tersadar, bagaimanapun, pria ini memang telah banyak menderita kerugian keuangan untuknya sehingga tidak memungkinkan Anisa lari dari perjanjian itu.
Akhirnya Ruly berhasil menenangkan Anisa, selang infuse tidak lagi dipasang, sebabg ia tidak mengalami depresi berat, sehingga di ijinkan rawat jalan, Anisa meminta Ruly mengantarkannya ke rumah, Namun sesampainya di sana, Anisa nampak terkejut.
Bagaimana kelanjutan cerita nya?
Nantikan di bab selanjutnya….
