Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 3

“Saya Ruly Subagia, bersedia memberikan uang sebesar 1 Milyar kepada…” ucapannya terhenti sementara audio pada ponsel Anisa terus bekerja.

“Anisa..namaku Anisa” sambungnya masih memegangi ponselnya ke arah Ruly.

“Saya Ruly Subagia, akan memberikan uang sebesar 1 milyar kepada Anisa, Jika berhasil melahirkan seorang anak untukku, dan setelah melahirkan Anisa wajib pergi dari kehidupan saya dan menyerahkan anak tersebut untuk menjadi anak kandung yang akan saya pelihara dan didik bersama istri saya” dengan tegas dan pasti Ruly berhasil membuat pernyataan pada Anisa.

“Saya Anisa. Menyetujui dengan semua kesepakatan yang di buat saat ini dan bersedia menanggung semua akibat dan konsekuensi yang timbul jika melakukan pelanggaran dalam perjanjian ini”

Masih di dalam ruangan presidential suite. Tempat dimana Ruly dan Anisa membuat suatu kesepakatana yang entah akan menguntungkan pihak mana. Anisa bahkan tidak peduli, jika Ruly hanya akan menipunya. Sekedar mengiming-imingi dengan uang 100 juta malam ini, Anisa sudah tidak memiliki akal sehat.

Ruly masih berpakaian arpi, awalnya. Duduk santai di atas sebuah sofa empuk di dalam ruangan bersuhu sejuk di dalam sana. Sementara Anisa sudah memulai lagi aksinya. Sebagai wanita yang tengah menjual dirinya. Melakukan hubungan suami istri bukanlah yang pertama bagi seorang Anisa. sebab dia adalah seorang wanita bersuami, Tapi melakukannya dengan pria asing yang tidak memiliki ikatan apapun dengannya, ini tentu yang pertama kali, bahkan dengan terpaksa.

“Lakukan pekerjaanmu dengan benar” perintah Ruly seolah tak lagi memiliki hasrat pada wanita yang sejak tadi menggodanya. Dengan tanga, dengan mulut, dan dengan apapun yang dia miliki, dia kerahkan untuk bekerja dengan maksimal.

“Tuan, tenang saja, Sudah kukatakan, aku akan melayanimu dengan luar biasa. Aku tidak hanya akan memberimu seorang anak. Tapi aku akan membuatmu tidak pernah ingin berhenti, bahkan candu untuk selalu melakukannya denganku” Suara itu terdengar menantang, Anisa berlagak seperti seorang professional. seolah dia pemain kelas atas, yang memiliki jam terbang tinggi.

Selanjutnya *MAAF ADEGAN KHUSUS 21 TAHUN KE ATAS*

Konyol

itu kata-kata terlintas di benak Ruly sekarang. Setelah Anisa melakukan tugasnya.

“200 juta, Aku akan minta orangku menyiapkan uang cash untukmu” ucap Ruly sambil beranjak pergi.

“Hah…sudah pukul 11. Celaka aku bahkan lupa akan misi penyelamatan anakku sendiri” monolog sendiri, sambil melihat nakas di sisi kirinya.

“Waktumu hanya tersisa dua jam dari sekarang!!! kalau masih ingin anakmu ini bernyawa” isi sebuah pesan singkat pada ponsel Anisa.

Siapa lagi pengirimnya kalau bukan dari penagih hutang yang kejam itu.

Buru-buru Anisa membereskan semuanya.

“Astaga…bajuku sudah tak layak di pakai kembali” gusarnya saat melihat bajunya yang sudah basah dan beraroma keringat.

“Makanlah, Aku tidak mau kamu kurang gizi saat akan mengandung anakku” isi secarik kertas di dekat nampan berisi makanan dan susu yang sudah dingin itu.

“Ohh..pria baik” puji Anisa sedikit tersenyum melihat perhatian kecil dari Ruly.

“Ya Tuhan..berilah keberuntungan untuk pria manis ini, Dia sunggih malaikat penyelamat hidupku” Doa Anisa sambil terburu-buru menyiapkan diri dan bergegas pergi membawa satu tas uang berisi 200 juta yang sudah di siapkan Ruly untuk membayar hutang Putra dan menjemput Budi anaknya.

“Hanya bawa uang..!!” kembali pesan masuk ke ponsel Anisa. Ia hanya mendengus kesal membaca pesan yang masuk tersebut.

“Silahkan lapor polisi jika kau ingin melihat anakku tidak bernyawa lagi” ancam penagih hutang itu pada Anisa.

Jika perutnya tidak kosong dan memikirkan keselamatan anaknya, Anisa tak berselera menikmati makanan yang disiapkan Ruly untuknya, Tapi setelah ini yang dia hadapi adalah para bandit. Tentu saja ia perlu tenaga, bagaimanapun dia harus kuat dan berhasil menyelamatkan anaknya dan melunasi hutan suaminya, Putra.

Matahari sudah tinggi dengan teriknya tepat di tengah bumi. pertanda siang sungguh telah terbentang, menyapa dan melingkupi makhluk hidup yang sibuk beraktifitas. Anisa sudah berada di tempat ia dan penagih hutang itu janjikan, yaitu sebuah bangunan bekas gudang bertingkat dua, Jauh dari keramaian, juga hampir tak terlihat sebab ditutupi rerumputan yang tinggi hampir menyentuh atapnya.

Anisa bertubuh mungil tapi tidak dengan nyalinya. Ia kini bahkan sudah berdiri sendiri dengan membawa uang tebusan di tangannya. Tanpa polisi sesuai permintaan dan ancaman si penagih hutan. Anisa patuh, ia tidak mau secoretpun kulit Budi disentuh oleh tangan pria bengis kemarin. Apalagi membayangkan anaknya tidak bernyawa, Anisa bergidik mendengarnya.

“Mama..Budi mau ketemu mama” itu suara Budi saat para penculik itu mengijinkan Budi bervideocall dengan sang ibu. Wajah itu baik tidak ada pias takut dan khawatir di sana, Hanya rengekan rindu pada sang ibu, sebab ini pengalaman pertama mereka tak saling bertemu dalam satu malam

“Iya sayang, ini mama jemput Budi ya. Sudah makan, sayang? Mama rindu…” jawab Anisa dengan mata berkaca-kaca. Semalam tanpa anak di sisinya membuat hatinya gundah, tapi ahh,…Entahlah apakah rumah tangganya akan tetap utuh setelah Putra menipu dan ia menjual diri.

Belum sempat Budi membalas pertanyaan sang ibu, sambungan videocall itu sudah terputus, Membuat Anisa makin cepat mempecepat langkahnya menuju tempat yang akan ia tuju.

“Tetap berdiri di tempatmu…” suara nyaring yang Anisa kenal itu menyeruak dalam sebuah gudang kosong dan usang.

Gisel pun telah sampai di tujuan, Dia memilih patuh pada perintah itu, sambil memindai ke penjuru tempat, ingin segera mengetahui dimana anaknya berada kini.

“Letakkan tas itu dilantai…!” perintah lanjutan yang Anisa dengar, namun ia tidak dapat melihat dari mana asal suara orang yang memerintahnya.

“Tidak mau..!” jawab Anisa lantang, Anisa tidak mau menyerahkan tas itu sebelum melihat anaknya.

“Letakkan..!!!” Geram suara itu kejam.

“Serahkan dulu anakku, maka kalian bisa mendapatkan uang yang kalian inginkan” Anisa pemberani tak pantang baginya untuk menyerah begitu saja, sampai melihat wujud anaknya sungguh dalam keadaan baik-baik saja.

Duaarrr!!

Suara letusan pistol terdengar satu kali. Entah mengenai apa?

“Kamu mau pistol ini kuletakkan di dahi anakmu?” Tanya suara itu kembali.

Nyali Anisa ciut. mana berani ia menukarkan nyawa anaknya dengan satu tas berisi 200 juta yang bahkan dengan mudah ia dapatkan. Segera ia melempar tas berisi uang itu ke arah depan. Terlihat dua orang keluar dari persembunyiannya untuk mengambil dan membuka isinya.

‘Sunggu boss..ini uang” lapor dua orang yang memeriksa isi tas yang Anisa lempar tadi.

“Mana anakku..?” Tanya Anisa geram. berlari ke dua orang yang memegang tas tadi, berusaha akan merebutnya kembali.

‘Mama…Budi sama papa di si…” suara anak kecil terdengar nyaring dari arah yang tidak tahu dimana berada.

Bagaimana kelanjutan cerita nya?

Nantikan di bab selanjutnya….

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel