BAB 2
othor ingatkan di sini ada adegan khusus 21+ tahun yaah..jangan dibaca kalau di bawah 21 tahun...kalau tetap memaksa...resiko tanggung sendiri yaah.
Jangan ditanya dimana akal sehat Anisa sekarang. Ia kini bahkan sudah menanggalkan semua harga dirinya demi uang. Dengan Putra, suaminya sekalipun tak pernah Anisa bertingkah seperti itu. Tapi lihatlah kini, ia yang lebih dahulu mengancam jiwa kelelakian seorang pria yang tak dikenal tersebut. Keperawanan jelas ia tidak punya sebab ia adalah ibu beranak satu. Menjaga marwah sebagai istri…? Baginya sudah tidak perlu, sebab suaminya sendiri yang membuatnya kini berada dilembah dosa ini.
Nampak jakun pria yang sempat menenggak minuman beralkohol tadi naik turun, Ia pria yang normal. bagaimana bisa menahan hasrat yang sukses membawanya hampir hilang kendali. Saat daun telinganya sudah lembab, akibat ulah nakal Anisa,
Ohh..tangan kecil itu pun sudah berpendar ke bawah menuju pangkal pahanya.
“Aku Anisa…dan aku siap melayani anda, Tuan” Anisa mengukir lukisan abstrak dengan telunjuknya di dada bidang milik pria yang berhasil didudukinya.
Pria itu tak bergeming, seolah kuat menahan gejolak yang mulai berlonjak-lonjak ingin meminta diperlakukan lebih. Namun, tetap saja menenggak minuman yang sedari tadi sudah Anisa sodorkan untuknya.
Ini adalah pengalaman pertama Anisa, tentu saja ia sangat amatir, segala bahasa tubuhnya dapat dibaca si pria, Jika wanita diatas pahanya ini, hanya sedang berusaha menggodanya dengan cara lumrah.
Anisa menarik tangan pria yang didudukinya tadi, mengantar jari jemari pada bagian tubunya agar pria itu tertarik padanya, Agar seimbang dengan gerakan nakal jemari mungil Anisa yang sudah nyasar kemana-mana pada tubuh pria yang bahkan belum dia kenal.
“Apa yang kami inginkan…?” pertanyaan yang sejak tadi ingin didengar oleh Anisa.
“Uang, tuan, Saya butuh uang” tegas Anisa tanpa ragu, dan ikut minum pada gelas yang sama milik pria yang tak dikenalnya itu.
“Berapa yang kamu butuhkan..?”
“250 juta” spontan Anisa menyebutkan nominalnya.
“Haa..itu jumlah yang banyak”jawab pria itu membentuk senyum sini, dia sadar jika wanita diatas pahanya ini, mungkin saja adalah wanita gila.
“Tidak seberapa tuan, sebab setelahnya saya siap menjadi budak anda”
Pria itu menatap intens wanita yang terlihat sudah mulai mabuk. Entah karena minuman atau memang sejak datang memiliki beban berat. Pria itu bukan tidak bisa berpikir jernih. Tetapi tingkah yang wanita itu lakukan pada bagian tubuhnya, sungguh mulai menyiksa beberapa bagian tubuhnya, dan itu hanya bisa diselesaikan dengan penyaluran yang sesungguhnya.
“Kamu yakin akan mau jadi budakku?”
“Apapun yang kamu minta, tuan” tegas Anisa yang bahkan sudah meraih tengkuk si pria untuk ia isap bibirnya, menyerang dengan lidah lincahnya, mengabsen deretan gigi yang tersusun rapi dalam rongga mulutnya. Bahkan Anisa memaksa dan mengarahkan agar tangan kekar pria itu ke bagian bajunya. membangun chemistry agar usahanya tidak sia-sia dan berhenti di sini.
Pria itu bagai kucing yang disodorkan ayam bakar didepan hidungnya. Tak mungkin bisa melewatkan kesempatan, walaupun itu bukan miliknya. Iman sudah lama mati, imun pun sedang dalam kondisi sehat.
Degub jantungnya berirama lebih cepat seriring dengan rasa penasaran yang dialami pria itu.
“Ikut aku” Pria itu berdiri dan tak melepas tangan mungil di sisi kirinya. Melangkah dengan jejak langkah lebar dan terkesan buru-buru, membawa Anisa keluar dari ruang berisik itu.
Nyali Anisa sesungguhnya ciut. Tidak pernaha ada dalam benaknya sekalipun melakukan tindakan seperti tadi, tapi apa hendak dikata, ia sudah tercebur. Bukankah ia sebaiknya mandi saja sekalian?
Dengan bayangan tanda Tanya besar namun tak berani bertanya, Anisa memilih diam selama di perjalanan. Ia membiarkan pria tadi fokus menyetir mobil mewahnya ke arah mana saja yang pria itu inginkan. Seandainya pria itu orang jahat sekalipun, Anisa pasrah. Jika nyawanya pun harus melayang ditangan pria ini dan berharap bertemu anaknya, Budi di alam keabadian. Sebab dia tak kunjung datang membawa uang tebusan.
Anisa memindai dengan cermat bangunan tingkat 20 yang dilewati oleh kendaraan pria itu. Ketika memasuki bangunan bertingkat 20 itu, Anisa dan pria itu mengarah ke puncak bangunan yang terlihat dari angka yang ditekan oleh pria yang masih ia tidak tahu namanya .
Satu pintu terbuka, interior ruangan super mewah terpampang jelas di netranya, tata letak furniture didalamnya menggambarkan dengan jelas, suasana ruangan Room Presidental Suite.
“Kamu ingin menjadi budakku..?” Tanya pria itu berdiri di hadapan Anisa.
“ya..apapun yang tuan perintahkan akan saya lakukan, asal dapat uang 250 juta” jawab Anisa yang baru saja menenangkan hatinya yang sungguh masih sangat kagum dengan kemewahan tempatnya berada kini.
“Bagaimana jika aku ingin seorang anak darimu…?” Tanya pria itu terdengar menguji.
“Itu mudah, asalkan tuan bekerjasama dalam pembuatannya” Hahh..Anisa lagi –lagi menyerang tubuh pria tampan didepannya itu, Tak sulit baginya untuk menyanggupi permintaan lelaki itu, Bukankah ia sudah berniat sejak awal untuk menjual dirinya demi uang.
“Ruly, Namaku Ruly Subagia, Kurasa kita harus membuat suatu kesepakatan sebelumnya” Lelaki itu penuh perhitungan, Walau pikirannya sudah tercampur alcohol, tapi tak berarti ia tidak bisa berpikir jernih.
“Baiklah, apa saja syaratnya?” Anisa menunda percumbuannya. Kemudian beralih untuk mengambil ponselnya. Mencari perekaman audio, lalu menyodorkan ke depan pria yang baru ia ketahui namanya Ruly itu.
“Aku bahkan akan memberimu 1 Milyar, dan malam ini kamu berhak atas uang 100 juta sebagai Dp, setelah garis dua kamu mendapatkan uang 400 juta, lalu sisanya akan kamu terima oasca melahirkan, tepat di saat kamu menyerahkan anak itu, untuk menjadi milikku sepenuhnya”
“Tidak buruk, hanya…100 juta untuk satu malam ini, terlalu sedikit!” ungkap Anisa agak sombong.
“Nanti akan ku tambah, tergantung bagaimana pelayananmu malam ini padaku”
“Baiklah…ada lagi?”
“Ya…aku akan berhenti setelah kamu dinyatakan positif hamil dan jika dalam 3 bukan kamu tidak berhasil hamil, Kamu harus mengembalikan semua uang yang ku keluarkan untukmu”
Mendengar hal itu, ada rasa getir dalam hati Anisa. Menelan ludahnya sendiri, tiba-tiba dia bergidik sendiri. Apa langkahnya salah lagi, bermaksud mengurangi hutang, kini ia justru membuka peluang untuk hutang yang baru lagi, jika sampai ia tidak bisa hamil untuk Ruly.
“Ok Deal” Anisa menghalau rasa cemasnya, tetap percaya diri akan kemampuan rahim suburnya. Bukankah Putra hanya butuh satu bulan dalam hal memberikan keturunan.
Ruly mengangguk setuju.
“Bisa kamu ulang dengan lebih jelas dan lugas, Kita akan melakukan perekaman perjanjian agar tidak saling menyalahkan dikemudian hari” tawar Anisa bersiap menekan icon merah di ponselnya.
“Saya Ruly Subagia, bersedia memberikan uang sebesar 1 Milyar kepada…” ucapannya terhenti sementara audio pada ponsel Anisa terus bekerja.
Bagaimana kelanjutan cerita nya?
Nantikan di bab selanjutnya….
