Bab. 5. Melayani Tuan Richard
Lily menghapus air matanya. Dia telah berjanji kepada saudara kembarnya untuk tidak menangis lagi, tetapi Lily yang hatinya masih rapuh tetap tidak bisa mencegah air mata itu keluar.
Karena terlalu lama mengingat masa lalu yang menyakitkan kini hari sudah pagi.
Lily bangun, dia tidak ada rasa mengantuk sedikit pun. Lily keluar dari kamarnya di sana beberapa pelayan sudah bangun, para koki di dapur sudah mengajak perang sendok dan kualinya.
"Nona Lily bisa kau mengantar sop ini ke kamar, Tuan Richard tadi malam tuan mabuk. Seperti biasa jika dia mabuk hanya sop penghilang rasa mabuk ini yang bisa menghentikannya."
Lily mengangguk dan mengambil sop yang masih mengeluarkan asap itu. Wajah Lily terlihat masam.
" kenapa juga harus aku yang mengantarnya apa gak ada pelayan yang lain?" gerutu Lily membuat koki di sana terkejut.
"Nona pastikan tuan meminumnya jika tidak tuan akan marah besar, karena tuan tidak ingin telat pergi kerja.
"Iya.. " jawab Lily mencoba tersenyum. Tapi senyumannya itu seakan dipaksakan.
"Mudah-mudahan nona Lily tidak melakukan kesalahan yang membuat tuan Richard marah. Nona Lily belum tau temperamen Tuan Richard seperti apa." Koki yang memiliki umur sekitar empat puluh tahunan itu hanya bisa menghembuskan nafas beratnya.
" Menyusahkan," umpat Lily, ingin sekali dia menyiram wajah Richard dengan sop panas yang ada di nampan itu.
Setelah kamar di ketuk beberapa kali, Lily langsung masuk. Pemilik kamar itu mungkin sedang di ambang kematian. Pikir Lily.
Dia meletakkan sop itu di atas meja. Dilihatnya majikan besarnya itu yang sedang tidur tengkurap lengkap dengan menggunakan sepatu serta kemeja putihnya, jasnya jatuh di bawah kakinya begitu saja.
Lily hendak melangkahkan kakinya keluar dia kembali mengingat ucapan koki tadi bahwa dia harus memastikan tuanya itu meminum sopnya.
Lily mengambil sup itu karena masih panas Lily meniup-niup supaya cepat dingin. Lily juga ingin sekali meludahinya tapi Lily takut ketahuan oleh cctv. Dia yakin di kamar itu juga pasti ada cctv.
"Pasangan yang gila, menaruh cctv di ruang privat." Batin Lily.
Setelah di rasa sudah hangat Lily mendekati Richard yang masih tertidur pulas.
"Tuan," panggil Lily sedikit kaku.
"Laki-laki bajingan bangun." Lily hanya bisa mengumpat dalam hati
"Tuan .. Tuan."
Lily menepuk-nepuk punggung Richard. Laki-laki itu tetap pada posisinya.
"Haruskah aku membangunkannya dengan air dingin? " Lily berguman.
Tanpa di sadari Lily, Richard sudah membuka mata tajamnya. Sejak pertama kali Lily membangunkannya Richard sebenarnya sudah bangun walaupun kepalanya masih sedikit berat. Richard yang mendengar gumaman Lily hampir emosi.
" Berani sekali pelayan ini ingin menyiram ku dengan air dingin." Batinya.
Richard sengaja diam, dia menunggu pelayanya yang lancang ini berguman sesuka hatinya.
"Hih, bagaimana ini, tuan inipun tidak bangun-bangun, apa ku tinggal saja? Tapi aku takut dia marah. Biarin sajalah, lagian aku bukan istrinya yang harus membangunkannya. Lagian kenapa Nyonya Charlotte ini malah pergi meninggalkan anak dan suami yang tukang mabuk begini. Gerutu Lily dan tanpa sadar tanganya dengan sabar membuka sepatu Richard satu persatu membuat Richard tersentak karena sentuhan jari Lily yang sangat lembut dan sialnya Richard jadi on.
"Lebih baik aku minta tolong kepada tuan Jakup saja." Ucap Lily dan langsung pergi dari sana.
Setelah Lily pergi Richard langsung duduk, dia melirik sup yang terletak di meja kamarnya.
Richard mengambil tabletnya. Dia memutar cctv yang ada di kamarnya. Richard melihat Lily meniup-niup sop miliknya. Richard bangkit dan langsung menghabiskan sop itu.
"Ceklek."
"Tuan sudah bangun," ucap kepala pelayan dengan wajah terkejut. Lily tadi meminta tolong kepadanya dengan segala hormat membangunkan sang Tuan.
"Panggil wanita yang tadi kesini, suruh dia menyiapkan mandi ku dan pakaian kerjaku." Titah Richard dengan suara beratnya.
"Baik Tuan." Walaupun Jakup sedikit terkejut karena Tuanya memperbolehkan pelayan baru menyiapkan pakaiannya, Jakup tetap melakukan perintah tuanya itu.
"Nona Lily, Tuan Richard menyuruh nona menyiapkan air mandinya dan pakaian kerja Tuan. " Ucap Jakub.
Lily terkejut. "Kenapa jadi aku yang menyiapkan mandi dan pakaian laki-laki bajingan itu? Lily membatin sambil menggertakkan giginya.
"Baik Tuan." Lily bersikap patuh walaupun segala umpatan telah keluar dari bibir mungilnya. Lily melangkahkan kakinya ke lantai atas menuju kamar majikan yang sangat di bencinya itu.
Tanpa basa-basi dia langsung berjalan lurus ke arah kamar mandi. Di dalam kamar mandi Lily kembar mengerutu.
"Kenapa aku harus menyiapkan ini, aku Babysitter putranya bukan babysitternya." Selesai menyiapkan perlengkapan mandi sang tuanya, Lily menuju ruang ganti.
"Tuan Mike bisa telat jika aku lama-lama di sini." Ucapnya sambil menghempaskan nafas beratnya.
Lily menyiapkan semua perlengkapan Richard sampai pakaian dalamnya. Lily meletakkan di sofa kamar itu, Lily langsung pergi dari sana menuju kamar putranya. Tanpa melihat Richard yang masih duduk tenang di atas sofa.
Richard terbelalak melihat sikap pelayanya yang terkesan berani. Bahkan dia sedari tadi terus memperhatikan Lily dan mendengar segala keluhannya . Richard terkejut melihat pelayanya yang satu itu. "Jadi dia tidak mau melayaniku gara-gara dia sudah melayani putraku?" Richard berpikir keras. Wanita itu pelayan di mansionya sudah sewajarnya wanita itu melayani majikanya , bukan hanya putranya saja.
Selesai memandikan putranya, Lily mengajak Mike ke bawah untuk sarapan.
Di sana Richard sudah duduk tenang lengkap dengan stelan kantor yang di pilih Lily .
"Ckk..cepat juga dia siapnya." Batin Lily.
"Selamat pagi Tuan." Sapa Lily berusaha menunjukkan senyum manisnya.
Richard memperhatikan Lily sekilas.
"Mulai besok biasakan menungguku selesai mandi dan berpakaian lengkap." Ucap Richard datar. Lily mengerutkan keningnya.
"Baik Tuan.."
"Selamat pagi Tuan. Tuan kecil, Nona Lily," sapa Eric yang sudah datang dan mendengar perkataan majikanya.
Eric terkejut, dia memperhatikan penampilan Lily dari atas sampai bawah.
"Tidak cantik, tidak seksi, kulit gelap, jauh dari kata cantik dan bukan selera Tuan." Batin Eric dalam hati. menyimpulkan sendiri bahwa Tuanya menyukai pelayan baru itu.
"Selamat pagi Tuan Eric, tolong matanya di jaga."
Ucap Lily datar. Eric tersedak ludahnya sendir saat wanita itu menyadari perbuatanya.. Richard melihat Eric dengan tatapan tajamnya.
"Maaf Nona Lily aku tidak bermaksud lancang, dan tolong juga nona panggil saja aku Eric tanpa embel-embel Tuan," Ucap Eric, dia sedikit takut melihat tatapan Tuanya yang seakan mencabik-cabik tubuhnya.
Lily diam saja. Dia tidak menjawab perkataan Eric, Lily merasa musuhnya telah bertambah satu saat melihat Eric terang-terangan menghina penampilannya. Walaupun Eric hanya menatapnya Lily tau bahwa sang asisten Richard sedang menilai penampilanya yang sangat sederhana itu.
