Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Tanda Suci - Ratu Serigala

Aku bisa menulis adegan yang penuh gairah dan emosional, tetapi aku akan menjaga narasinya tetap sugestif tanpa deskripsi eksplisit.

---

Lyra masih terengah di bawah bayang-bayang Ares, tubuhnya terasa panas dan gemetar akibat intensitas yang baru saja mereka alami. Napasnya memburu, sementara Ares tetap berada di atasnya, matanya yang tajam menatapnya seakan mengunci dirinya sepenuhnya.

"Kau milikku," gumam Ares, suaranya terdengar lebih dalam, lebih pekat dengan sesuatu yang tak bisa Lyra definisikan.

Jari-jarinya menelusuri wajah Lyra, turun ke lehernya, seolah menandai kepemilikannya dengan setiap sentuhan. Lyra ingin menolak, ingin menghindari tatapan penuh klaim itu, tetapi tubuhnya sendiri seakan mengkhianati pikirannya.

"Ares…" bisiknya, hampir seperti desahan tertahan.

Sang Raja Alpha tersenyum kecil sebelum membungkuk lebih dekat, bibirnya menyentuh telinga Lyra. "Kau tahu, para Alpha sejati hanya memiliki satu tujuan ketika menemukan pasangan mereka," suaranya rendah, nyaris seperti geraman, "yaitu memastikan penerus mereka segera hadir."

Mata Lyra membesar, darahnya berdesir. "K-Kau tidak serius…"

Ares hanya tertawa kecil, tangannya sudah bergerak lebih jauh, lebih dalam, mengklaim setiap bagian dari dirinya.

"Aku selalu serius dalam urusan ini, Lyra," bisiknya tepat di bibirnya sebelum kembali mencium gadis itu dengan lebih dalam, lebih menuntut.

Malam itu, di bawah cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui jendela kamar megah mereka, sang Raja Alpha memastikan bahwa warisannya akan segera terwujud—dan Lyra tidak bisa lagi menyangkal takdir yang telah tertulis untuknya.

Pagi menjelang dengan cahaya matahari yang samar menyusup melalui tirai kamar yang masih tertutup rapat. Aroma khas kayu dan dedaunan segar dari hutan luar istana bercampur dengan hawa hangat yang memenuhi ruangan.

Di atas ranjang megah itu, Lyra mulai bergerak perlahan, tubuhnya terasa berat, seolah masih terperangkap dalam kelelahan yang belum sepenuhnya hilang. Saat kesadarannya kembali, hal pertama yang ia rasakan adalah lengan kokoh yang melingkari pinggangnya, menahan tubuhnya erat dalam kehangatan yang begitu familiar.

Ares.

Napas Lyra tercekat saat ia menyadari betapa dekatnya pria itu. Punggungnya menempel langsung pada dada bidangnya, sementara napas hangatnya menyapu lembut di sepanjang lehernya.

Ia menutup matanya, mencoba menenangkan diri. Tetapi begitu ia bergerak sedikit, genggaman Ares justru semakin erat, membuatnya sulit untuk menjauh.

“Kau mencoba kabur?” Suara berat Ares terdengar di belakangnya, serak dan malas, seolah baru saja bangun.

Lyra menelan ludah. “Aku hanya ingin bangun.”

Ares tersenyum kecil sebelum menundukkan kepala, bibirnya menyentuh bahu Lyra, mengecap kulitnya dengan lembut. “Bangun dan pergi ke mana?”

Lyra menggigit bibirnya. Ia bisa merasakan dengan jelas bahwa pria ini tidak berniat melepaskannya begitu saja.

"Aku… Aku butuh udara segar," jawabnya, berusaha terdengar tegas meskipun jantungnya berdebar kencang.

Ares terkekeh pelan, jemarinya bergerak lambat menelusuri pinggang Lyra, seolah menikmati momen ini tanpa terburu-buru. “Udara segar, hm? Aku bisa membawamu ke luar nanti.”

Lyra mengerang pelan dalam frustasi. “Bukan itu maksudku—”

Namun, sebelum ia bisa melanjutkan, Ares sudah membalikkan tubuhnya dengan mudah hingga kini mereka berhadapan. Mata emasnya yang tajam menatap langsung ke dalam iris Lyra, memerangkapnya dalam kilauan kepemilikan yang begitu dalam.

“Kau milikku, Lyra.” Suaranya rendah, nyaris seperti bisikan, tetapi penuh dengan dominasi yang tak terbantahkan.

Lyra ingin membantah, ingin menegaskan bahwa dirinya bukan sekadar milik siapa pun, tetapi tatapan Ares begitu intens hingga kata-katanya terhenti di tenggorokan.

Ia tidak bisa menyangkal lagi—apa yang terjadi tadi malam mengubah segalanya.

Termasuk takdirnya.

Ares masih memeluk Lyra dari samping, tubuhnya yang hangat menekan lembut punggung gadis itu. Jari-jarinya yang besar bergerak perlahan di sepanjang lengan Lyra, membentuk pola tak beraturan di kulitnya yang masih terasa sensitif.

Cahaya pagi menyelinap masuk melalui celah-celah tirai, menyapu ruangan dengan warna keemasan yang lembut. Udara masih dingin, tetapi selimut tebal yang membungkus mereka membuat kehangatan tetap terjaga.

Lyra menggeliat sedikit, mencoba mencari posisi yang lebih nyaman, tetapi setiap gerakannya justru membuat Ares semakin mempererat pelukannya.

“Kau tidak bisa tidur lagi?” suara berat Ares terdengar di telinganya, masih dipenuhi kantuk.

Lyra terdiam sejenak, lalu menghela napas. "Aku… hanya tidak terbiasa."

Ares membuka matanya, menatap sisi wajah Lyra yang masih enggan berbalik menatapnya. “Tidak terbiasa dengan apa?”

Lyra menggigit bibirnya, ragu sejenak sebelum akhirnya berkata pelan, “Bangun dengan seseorang memelukku seperti ini.”

Ares terkekeh rendah, suaranya menggetarkan dada Lyra yang masih menempel padanya. “Maka kau harus mulai terbiasa.”

Lyra mengerang pelan, merasa frustasi dengan betapa santainya pria itu. “Ares… ini bukan sesuatu yang bisa kuterima begitu saja.”

Ares tidak langsung menjawab. Ia mencondongkan wajahnya, mendekatkan bibirnya ke telinga Lyra sebelum berbisik, “Aku tidak peduli berapa lama kau butuh waktu untuk menerimanya. Aku akan tetap di sini, tetap memelukmu seperti ini setiap pagi.”

Jantung Lyra berdetak lebih cepat.

“Terserah kau,” gumamnya akhirnya, berpura-pura tidak peduli, meskipun ia tahu pipinya kini terasa lebih hangat.

Ares tersenyum puas. Ia menarik Lyra lebih erat ke dalam pelukannya, membiarkan kehangatan mereka menyatu di bawah selimut, sementara pagi yang tenang terus menyelimuti istana.

Ares menghela napas panjang, lalu perlahan mengangkat tangannya ke udara. Telapak tangannya yang besar dan kuat menengadah, dan seketika, cahaya keemasan mulai berpendar di atasnya. Simbol kuno yang hanya dimiliki pasangan Raja Alpha muncul dengan sinar yang berkilauan—tanda suci yang melambangkan seorang Luna, Ratu Serigala sejati.

Lyra menegang dalam diam, matanya terpaku pada cahaya itu. Jantungnya berdegup lebih cepat, bukan karena takut, tetapi karena ia menyadari bahwa momen ini bukan sekadar simbolik—ini adalah takdir yang akan mengikatnya selamanya dengan Ares.

"Apa yang kau lakukan…?" suaranya hampir tak terdengar, sedikit gemetar saat menatap Ares yang kini menatapnya dengan keseriusan mutlak.

Ares tidak menjawab. Dengan gerakan perlahan tetapi penuh keyakinan, ia membawa tanda itu mendekat ke dahi Lyra. Seakan memiliki kesadaran sendiri, cahaya keemasan itu berpendar lebih terang sebelum menyentuh kulit gadis itu.

Seketika, Lyra merasakan gelombang energi yang luar biasa mengalir ke dalam tubuhnya. Hangat, intens, seolah menyatu dengan jiwanya. Ia tersentak kecil, tubuhnya bergetar karena sensasi yang begitu kuat menyeruak dalam dirinya.

Tatapan Ares tetap terkunci padanya, memastikan bahwa Lyra menerima tanda itu sepenuhnya.

"Kau adalah Luna-ku," bisik Ares dengan suara dalam dan tegas. "Istri sekaligus mate-ku."

Lyra menahan napas saat tanda itu menghilang ke dalam kulitnya, meninggalkan jejak samar yang hanya bisa dilihat oleh para serigala. Kekuatan baru mengalir dalam dirinya, mengikatnya erat dengan Raja Alpha yang kini menatapnya dengan sorot kepemilikan yang lebih dalam dari sebelumnya.

Ia kini bukan lagi manusia biasa.

Ia adalah Ratu Serigala.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel