
Ringkasan
Blurb Novel Alpha King Obsession Di dunia di mana hukum kawanan serigala tak bisa diganggu gugat, Ares Vaughn, Raja Alpha yang ditakuti, hidup dengan satu aturan: tidak ada yang boleh menentangnya. Dengan kekuatan luar biasa dan aura dominasi yang membuat lawan gemetar, Ares dikenal sebagai penguasa yang dingin dan kejam. Namun, takdir mempermainkannya saat ia menemukan pasangan sejatinya—Lyra Callista, seorang gadis manusia biasa yang berani menantangnya. Lyra tidak percaya pada dongeng tentang jiwa yang terikat, terlebih pada pria yang mengklaimnya sebagai miliknya. Baginya, kebebasan adalah segalanya, dan ia tidak akan menyerahkan dirinya begitu saja pada seorang Alpha yang arogan. “Aku bukan milikmu, Alpha,” suara Lyra bergetar, tapi matanya bersinar penuh perlawanan. Ares tersenyum miring, tatapannya penuh obsesi. “Aku adalah Raja. Dan kau… adalah ratu yang akan kupastikan tak bisa lari dariku.” Di antara takdir, obsesi, dan ketertarikan yang tak terbantahkan, mampukah Lyra melawan kehendak Raja Alpha? Ataukah ia akan jatuh dalam pelukan pria yang berbahaya sekaligus memikat itu?
Bab 1 Awal Pertemuan
Hutan itu sunyi, hanya suara dedaunan yang bergesekan dan langkah kaki yang terburu-buru menggema di antara pepohonan tinggi yang menjulang seperti penjaga bisu. Lyra berlari secepat yang ia bisa, napasnya memburu, dadanya naik turun dengan irama ketakutan yang tak bisa ia kendalikan. Ranting-ranting kecil mencambuk kulitnya, tapi ia tak peduli. Hanya ada satu hal di pikirannya—ia harus lari, sejauh mungkin, sebelum sosok mengerikan itu menangkapnya.
Namun, harapannya hancur dalam sekejap saat angin dingin berembus, membawa serta aroma maskulin yang mendominasi seluruh udara di sekelilingnya. Langkahnya terhenti seketika, tubuhnya membeku, jantungnya berdetak begitu keras hingga hampir menyakitkan. Ia tak perlu menoleh untuk tahu bahwa dia ada di sana.
“Sampai kapan kau mau berlari, Little Mate?” Suara berat itu terdengar dari belakangnya, dalam dan menggetarkan, membuat bulu kuduknya meremang dalam ketakutan bercampur sesuatu yang lebih berbahaya—sesuatu yang tak ingin ia akui.
Lyra mengepalkan tangannya, menelan ludah susah payah sebelum memberanikan diri berbalik, matanya bertemu dengan sepasang mata emas yang bersinar dalam kegelapan. “Aku bukan pasanganmu,” katanya, suaranya bergetar, tapi ia berusaha keras mempertahankan keberanian yang tersisa.
Ares Vaughn berdiri hanya beberapa langkah darinya, tubuhnya tegap dengan otot-otot yang terlihat sempurna di balik kemeja hitam yang menggantung longgar di tubuhnya. Tatapannya tajam, wajahnya tanpa ekspresi, tapi aura dominasi yang ia pancarkan begitu kuat hingga Lyra bisa merasakannya menghantam seperti gelombang yang menenggelamkan.
“Bohong,” gumam Ares, langkahnya maju, mendekat dengan gerakan yang begitu halus dan mematikan seperti seekor pemangsa yang mengintai mangsanya. “Kau bisa merasakannya, bukan? Daya tarik ini… darahku memanggilmu, seperti darahmu memanggilku.”
Lyra mundur, tapi langkahnya terhenti saat punggungnya menyentuh batang pohon yang dingin. Ia menelan ketakutannya, berusaha mencari celah untuk melarikan diri, tapi sebelum ia bisa bereaksi, Ares sudah berada tepat di hadapannya, satu tangannya menekan batang pohon di samping kepalanya, membuatnya terkunci di antara tubuh besar itu dan alam liar yang sunyi.
“Jangan sentuh aku,” desis Lyra, kepanikannya mulai merayap ke permukaan.
Ares tersenyum miring, ekspresinya begitu santai seolah tak terganggu oleh perlawanan kecil yang ia lihat dari Lyra. “Aku sudah bersabar cukup lama, Lyra.” Suaranya turun, rendah dan serak, berbisik tepat di telinganya, membuat tubuh Lyra merinding. “Tapi kesabaran itu ada batasnya.”
Ia mengangkat dagu Lyra dengan dua jarinya, memaksanya menatap langsung ke dalam mata emasnya yang bersinar dengan intensitas yang hampir membuat Lyra terperangkap di dalamnya.
“Lepaskan aku,” Lyra mencoba memberontak, tapi genggaman Ares hanya menguat, membuatnya sadar betapa kecilnya kekuatannya dibanding pria ini.
“Aku sudah membiarkanmu berlari,” gumam Ares, matanya memeriksa setiap inci wajah Lyra, seolah mengukirnya di dalam ingatan. “Sekarang, aku akan memastikan kau tak bisa pergi lagi.”
Lyra merasakan kepanikannya berubah menjadi sesuatu yang lebih berbahaya—sesuatu yang membuatnya ingin berteriak tapi juga ingin tenggelam lebih dalam. Ia tahu bahwa sejak malam ini, kehidupannya tak akan pernah sama lagi.
Lyra menelan ludah, dadanya naik turun cepat, napasnya memburu di antara udara dingin yang terasa semakin menyesakkan. Matanya terpaku pada pria di depannya, pada rahang tegas dan mata emas yang bersinar dengan kesabaran yang mulai menipis. Ia harus berpikir cepat, mencari celah, mencari cara untuk melepaskan diri dari cengkeraman dominasi yang begitu kuat ini.
“Aku tidak akan pergi bersamamu.” Suaranya terdengar lemah, hampir seperti bisikan, tapi ia mencoba menguatkan dirinya.
Ares tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Lyra dalam-dalam, seolah sedang menimbang sesuatu di dalam pikirannya. Lalu, dalam gerakan yang nyaris terlalu cepat untuk diikuti, tangannya bergerak, membelai pipi Lyra dengan sentuhan yang berlawanan dengan sosoknya yang garang—hangat, menuntut, dan membuat Lyra menggigit bibirnya tanpa sadar.
“Kau bilang begitu, tapi tubuhmu berkata lain.” Nada suaranya dalam, menggoda, dan Lyra merasakan getaran aneh merambat ke seluruh tubuhnya saat jari Ares bergerak turun, menyentuh rahangnya, lalu meluncur ke tengkuknya.
Lyra tersentak, tangannya refleks menepis sentuhan itu, tapi yang ia lakukan justru membuat Ares tersenyum tipis, seolah menikmati perlawanan kecilnya.
“Jangan sentuh aku!” Lyra mencoba melangkah ke samping, tapi sebelum ia bisa bergerak lebih jauh, Ares sudah menariknya kembali, mendekapnya erat dalam lengannya yang begitu kuat.
“Kau bisa terus berbohong pada dirimu sendiri,” bisik Ares tepat di telinganya, suaranya dalam dan memabukkan. “Tapi kau tidak bisa berbohong pada nalurimu, Little Mate.”
Lyra berusaha memberontak, kakinya menendang, tangannya memukul dada keras Ares, tapi itu seperti mencoba menjatuhkan gunung dengan tangan kosong. Pria itu bahkan tidak bergeming, hanya tertawa pelan, membuat Lyra semakin frustrasi.
“Lepaskan aku, dasar Alpha menyebalkan!”
Dan untuk pertama kalinya, ekspresi Ares berubah. Tawanya menghilang, mata emasnya menyipit tajam, dan dalam sepersekian detik, Lyra merasakan perubahan suhu di antara mereka. Aura dominasi pria itu semakin kuat, udara di sekeliling mereka terasa lebih berat, seolah alam pun tunduk pada kemarahan yang mulai muncul di dalam dirinya.
“Apa kau baru saja mencoba menantangku, Lyra?” Suaranya turun, hampir seperti geraman, membuat bulu kuduk Lyra berdiri.
Lyra menahan napas, jantungnya berdegup begitu keras hingga ia bisa mendengarnya di telinganya sendiri. Ia tahu, ia sudah melewati batas, sudah menyulut sesuatu yang seharusnya tidak ia bangunkan dalam diri pria ini.
Ares mendekat, wajahnya hanya beberapa inci dari wajah Lyra, napas panasnya menyapu kulitnya. “Kau lupa siapa aku, hmm?”
Lyra menatapnya dengan dagu terangkat, menolak untuk menunjukkan ketakutan yang sebenarnya memenuhi dirinya. “Aku tahu siapa kau.” Suaranya bergetar, tapi ia tidak mundur. “Kau hanyalah pria yang terlalu terbiasa mendapatkan apa yang kau mau. Dan kali ini, kau tidak akan mendapatkannya.”
Keheningan menyelimuti mereka, hanya suara angin yang berembus di antara pepohonan yang terdengar. Ares tidak bereaksi selama beberapa detik, hanya menatap Lyra seolah mencoba memahami makna dari setiap kata yang baru saja keluar dari mulutnya.
Lalu, tanpa peringatan, sebuah senyum terbentuk di bibir pria itu—senyum yang berbahaya, penuh dengan janji yang tidak seharusnya Lyra dengar.
“Oh, Lyra,” desahnya pelan, tangannya mencengkeram pinggang gadis itu lebih erat. “Kau pikir aku akan menyerah hanya karena itu?”
Dan sebelum Lyra sempat menyadari apa yang terjadi, tubuhnya sudah terangkat dari tanah, dilempar ke atas bahu Ares seperti ia tidak lebih dari sekadar boneka kain.
“Hei! Apa yang kau lakukan?!” Lyra menjerit, tangannya memukul punggung Ares, tapi pria itu hanya tertawa rendah.
“Aku mengambil apa yang sudah menjadi milikku.”
Dengan langkah mantap, Ares berjalan menjauh dari hutan, membawa Lyra bersamanya tanpa memberi kesempatan untuk melawan.
