Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Aku dan Hujan, 6

Jangan hanya membaca saja tapi sertakan hasil komentar kalian di cerita AKU DAN HUJAN.

MENARIK TIDAK???

Usahakan membaca sampai akhir jangan setengah-setengah bestiean.

HUJAN. Jika dengan hujan mampu membuat seseorang yang kita sayangi telah datang, aku tak keberatan jika harus berada di dalam guyuran hujan setiap waktu

~Ega

Tembusan sinar matahari dari jendela tak membuat Ega terbangun dari tidurnya. Dia tertidur cukup pulas walaupun terkena terpaan matahari pagi. Dengan memeluk guling Ega berbalik badan ketika di rasa tidak nyaman.

"Ahh hu,,,jan, hujan, dingin, " Ega gelagapan dan langsung terbangun. Pandangannya langsung menangkap sesosok lelaki yang saat ini sedang berdiri tegap dengan membawa segelas air untuk mengguyur wajah Ega.

"Kok hidup sih!" ucapnya kasar, "Di tunggu papi di bawah, 3 menit gak turun liat aja apa yang bakal terjadi sama lo!" Andra keluar kamar setelah menyampaikan tujuannya.

Yohan yang enggan ke kamar Ega menyuruh Andra untuk menyampaikan maksudnya walaupun ogahh-ogahan.

Tanpa banyak berfikir Ega berlari sekencang-kencangnya menuju lantai bawah. Pikirannya blank sampai harus menuruni anak tangga walaupun tersedia lift.

"Ada apa yahhhh?" tanya Ega mengatur nafas setelah berlarian dari lantai 2.

"7 menit kita ketemu klien!" ucap Yohan singkat lalu berlenggang pergi.

Ega yang tidak tahu apa-apa hanya menatap bingung kepergian ayahnya. 7 menit, bagaimana Ega bisa bersiap-siap dalam waktu sesingkat itu. Bahkan mandi pun juga belum.

Setelah menarik nafas panjang, cowok itu berniat pergi lagi ke kamar tapi panggilan dari bi Ranti membuat langkahnya terhenti.

"Kepala mas gimana, udah baikan belum?" tanya art lembut.

Ega tersenyum manis menanggapi perkataan pembantunya, " Jauh lebih baik bi, makasih bi udah bawa Ega ke kamar semalam, "

"Iya mas, "

"Ngobrol aja terus, sampai sukses!" teriak Andra dari lantai dua melihat perbincangan Ega dan artnya.

÷÷÷

Selepas mandi Iva langsung memegang ponsel karena panggilan berdering itu. Tertera nama Fani di layar tersebut.

Nanti ketemuan aja di tempat biasa, gimana?

Bosen tahu di tempat biasa, yang lain napa?

Yaudah nanti gw sherlock aja dehhh, satu jam harus ketemuan, okay bye

Tut tut tut

Panggilan berakhir setelah Fani menutup telpon itu. Iva kembali meletakkannya asal dan menikmati aktivitas paginya tanpa pengganggu.

Selesai makan dan berkumpul sebentar dengan keluarganya, Iva berpamitan keluar untuk weekend bersama kedua teman dekatnya, siapa lagi jika bukan Fani dan juga Evi.

30 menit berlalu,

Seperti yang di janjikan sebelumnya, mereka telah tiba di taman hiburan. Pukul sudah menunjukkan waktu 10 pagi, baru satu wahana yang mereka naiki, masih tersisa banyak game yang ingin mereka nikmati bersama-sama.

"Kalian aja gw gak mau!" tolak Evi ketika melihat roller cluster di depan mata.

Mereka berdiri tepat memandangi wahana roller cluster yang sedang berputar-putar membawa penumpang. Baru melihatnya saja sudah membuat Iva maupun Fani tertarik untuk menaikinya tapi berbeda dengan Evi yang bernyali ciut.

"Gak seru tahu, orang asyik gitu kok. Ayoklah lah!" bujuk Fani menarik tangan Evi untuk mendaftar sebagai penumpang selanjutnya.

"Gw gak mau Fan, kalian aja. Gak usah maksa dehhh!" bantah Evi tidak mau ikut.

"Va, kita tarik Evi sama-sama ayokk!" ajak Fani meminta Iva untuk menarik Evi menaiki paksa wahana tersebut.

Iva yang bengong menatap wahana itu tidak mendengarkan ucapan temannya.

"Iva cepetan!" teriak Fani.

"Cepetan apanya?" tanya Iva tidak mengerti.

"Tarik Evi naik wahana itu, udah mau selesai noh!" ucap Fani kekeh.

"Wahana? Owh ya roller cluster ya, " setelah mengerti arah perkataan Fani, Iva langsung menarik Evi untuk menaiki wahana tersebut.

Sempat terjadi tarik-tarikan sebelum Evi menyerah setelah mendapat tawaran menggiurkan dari Fani.

Fani berniat mentraktir Evi makan semaunya selama di taman hiburan ini, tapi harus menaiki roller cluster terlebih dahulu.

Selang beberapa menit, mereka pun turun. Evi langsung ngacir ke luar menuju tong sampah. Perutnya terasa naik turun dan ingin muntah.

Walaupun tidak banyak yang ia muntahkan tapi berhasil membuatnya pusing dan kliyengan.

"Lo tidak apa?" tanya seorang cowok ketika Evi tidak sengaja bersentuhan dengannya.

"Engga gw baik-baik aja. Thanks!" ucap Evi menegakkan tubuhnya kembali.

Dari arah kejauhan nampak Iva dan Fani yang berlari mendekatinya. Mereka nampak cemas melihat Evi yang tiba-tiba muntah.

"Jauh lebih baik dari pada lo muntah di wahana. Bisa semua pengunjung terkena muntahan lo kan, " ucap Fani terkekeh.

"Punya temen sesat amat!" jawab Evi mengelus perut, mual.

Iva yang mengenal siapa cowok tersebut langsung menyapanya dan di balas sapaan hangat dari Rangga.

"Main juga di sini, sama siapa?" tanya Iva.

"Jalan-jalan aja sihhh, soalnya bingung mau ngapain juga di rumah, " balas Rangga seadanya.

Iva hanya manggut-manggut mendengar ucapan tersebut.

"Kalian saling akrab ya, wow amazing!" Fani tidak mengira jika Iva mengenal Rangga yang notabenenya sebagai ketua basket tersebut.

Bukan masalah umum lagi jika semua siswa-siswi sudah mengenal sosok Rangga tersebut.

Basta Maherangga, banyak siswa yang menganggapnya kalem dalam bermain dan elegan. Tidak satupun dari mereka kecewa dengan caranya mengendalikan basket sesuai kemauannya. Selain terkenal jago bermain basket Rangga juga bisa bermain voli walaupun masih dalam tahap proses.

"Ikut kita aja yukk, ya walaupun para ciwi-ciwi pasti banyak tingkahnya kan. Lo mau gak nihhh jadi abang kita sementara, hehehehe, " ucap Fani bergurau, tapi Rangga menanggapinya dengan serius.

"Boleh tuhh, gabung ya!" ucap Rangga menatap mereka bergantian.

Evi menatap Iva sedangkan Iva yang menatap Fani hanya mendapat tatapan datar darinya.

"Gak boleh ya?" ucap Rangga ketika melihat mereka saling tatap tanpa berbicara. Seperti mengisyaratkan sesuatu.

"Boleh lah, emang siapa yang bilang gak boleh. Tapi makan dulu laper nih, " ucap Evi tidak mau Rangga tersinggung dengan menolaknya.

"Boleh kan Va?" Rangga bertanya sekali lagi kepada Iva saat cewek itu hanya diam memandanginya.

Iva mengangguk, "Boleh kok, "

Senyum Rangga mengembang saat itu juga. Hatinya terasa berdebar-debar melihat Iva yang sedang bercengkrama dengan temannya. Gw pastikan dia bakal menjadi pacar gw nanti, harus!

÷÷÷

Cafe Karyafana,

Di cafe ini Ega dan Yohan berada, di sini mereka sedang mengobrol dengan klien. Pembahasan proyek baru di Australia sedang di bahas sesuai waktu dan tujuannya.

Sudah 2 jam mereka meeting tanpa menyentuh makanan tersebut. Ega yang dari tadi hanya ikut serta dalam beberapa kata pun mulai mencuri pandang terhadap menu cafe yang sudah di sediakan.

Tergiur,

"Nah, sepertinya sudah selesai. Semuanya harus seperti yang kita rencanakan saat ini!" ucap klien mantap dengan hasil meetingnya. Satu persatu berkas sudah di tutup rapi dan di masukkan ke dalam tas.

Ega yang terus menatap menu makanan tanpa tahu jika Yohan sedang menatapnya datar.

"Meetingnya selesai kamu pulang aja!" ucap Yohan menyuruh Ega untuk pulang.

Berat rasanya jika harus pulang di saat perut sedang keroncongan. Dari pagi tak satupun nasi yang masuk ke dalam perutnya.

Dengan berpamitan kepada klien Ega beranjak pergi meninggalkan cafe tersebut. Setelah sampai di luar ruangan cowok itu menarik nafas panjang lalu menyetop taksi yang kebetulan sedang lewat.

"Makan di rumah atau di luar ya? Tapi kalo di rumah pasti ribut kak Andra kan libur, " setelah menimbang-nimbang cukup lama akhirnya Ega memutuskan untuk makan diluar. Hari ini sudah di pastikan bahwa menu makanannya adalah rames munjahir.

Asyik makan Ega menyadari jika sedang turun hujan. Perlahan dari rintikan kecil berubah menjadi deras. Cowok itu terjebak di dalam warteg yang hanya bertutupan penyangga terpal. Tempat yang sempit mampu membuat hujan membasahi kaki pengunjung yang berada di bawah kursi. Hawa dingin mulai terasa saat hujan turun dengan derasnya.

Ega yang sudah selesai dengan makanannya menatap hujan tersebut sambil bersedekap dada. Terlihat beberapa kendaraan yang masih melintas menerjang derasnya air hujan tersebut saat pandangannya mengarah ke jalan raya.

Jeder

"Ahhh, " Ega menutup kedua telinga mendengar sambaran petir yang cukup keras.

Tatapannya berubah teduh di iringi tatapan pengunjung lain yang sedang menatapnya. Melihat tatapan mereka membuat Ega merasa gelisah dan ketakutan. Tanpa banyak berfikir cowok itu berlari menerobos derasnya hujan yang sedang mengguyur wilayah ini.

Tak sampai 3 menit tubuh itu sudah basah akan air hujan. Tak ingin berteduh Ega berjalan pelan dengan tangan di depan dada bersama derasnya hujan yang tak mau berhenti. Badannya mulai menggigil, bibirnya terlihat pucat dengan mata mengarah ke bawah. I didn't do that, i wasn't wrong. Stop, stop, don't do it. Pliss!!!

Tangannya memegang kedua telinga lalu tertunduk lemas di bawah air hujan. "Ahhh lepasin, tolong,,,,udah,,, ahh,,, " sesuatu telah mengganggu pikirannya saat ini. Ega terlihat ketakutan masih duduk di trotoar yang dingin.

"Geo sayang?"

Panggilan lembut itu mampu membuat Ega mendongakkan kepala. Wajahnya yang kusut menangkap seseorang yang sangat ia rindukan.

"Nenek!"

See you

Diora Fanieta

Sahabat Iva, paling antusias dan no gosip. Penyuka k-pop.

Aanta Violapi (Evi)

Sahabat Iva yang saat ini sedang menyukai seseorang di lingkungan sekolahnya. Baik hati.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel