Bab 4
Bahkan untuk menjadi pusat perhatian sekarang saja bukan hak yang terlalu bagus. Karena jika di teruskan semuanya akan terlihat kacau, terlebih lagi sudah banyak pasang mata yang melihat ke arahnya.
Mendengar tuturan Arnesh seperti itu membuat Rena tersenyum miring sebari berusaha melepaskan tangannya kasar yang tengah di pegang keras oleh laki-laki itu.
Namun sayang, Rena benar-benar tidak bisa melepaskan lengannya yang telah di peganh kencang Arnesh.
Karena saat ini Arnesh tengah menatapnya datar yang menusuk sehingga membuat nyali Rena langsung menciut yang sebelumnya gadis tersebut menggebu-gebu karena rasa kesalnya yang selalu saja semua tertuju pada Yola.
“Nesh sakit,” Ucap Rena pelan saat ia menyadari bahwa Arnesh tengah mengencangkan cengkraman di lengannya, sial! Kenapa laki-laki itu sangat sensitif sekali sih sekarang
“Tarik kata-kata yang barusan kamu bilang,”
“Kata-kata yang man- awh! Arnesh sakit!,” Celetuk Rena yang sudah berontak ingin melepaskan tangannya.
Oh tentunya semua orang sudah melihat ke arah mereka, tidak ada yang berani mendekat bahkan mereka semua yang ada di sana terkesan hanya diam dan menonton sebari rasa penasaran dan rasa bertanya-tanya melihat kejadian yang ada di hadapan sekarang.
Tanpa di sadari mereka berdua, seseorang yang sejak tadi di cari oleh Arnesh sejak pagi tadi melihat kejadian itu. Dalam hati, jauh dari dalam lubuk hati kecilnya ia juga sebenarnya sedikit lumayan penasaran karena jujur ia menghilang atau bisa di bilang menjauh dari Arnesh ya di karenakan oleh gadis yang sedang berdiri di hadapan laki-laki tersebut dengan jarak dekat.
“Mereka berdua lagi ngapain sih?,” Tanya Dera yang terkesan bertanya pada diri sendiri.
Yola tidak menjawab, bahkan terkesan fokus melihat ke arah mereka berdua yang terlihat seperti berdebat. Tunggu, berdebat? Apa tidak salah mereka berdua berdebat di depan umum seperti itu?
“Berantem gak sih La?” Ujar Dera lagi, sebari menoleh ke arah gadis itu dengan tatapan penasaran. Namun beberapa detik kemudian langsung melihat kembali ke arah mereka berdua.
“Iya kayanya,”
“Masa gara-gara kamu?” Dera menepuk kedua telapak tangannya sekali kemudian menjentikkan jari-jarinya di udara. “Fix sih! Kayaknya Arnesh sadar kamu ngejauh gara-gara permasalahan kemarin,”
Yola menggelengkan kepalanya pelan, “Enggak, kayanya bukan itu deh. Pasti ada hal yang lebih dari itu sampai-sampai Arnesh nahan marah kayak gitu, karena aku tahu dia kaya gimana,”
Iya, dia sangat mengenal baik seorang Arnesh di dalam dirinya. Sangat amat baik, sebagaimana ia tahu bahwa permasalahan terdengar spele bahkan dari permasalahan besar saja Arnesh tidak akan tersulut emosi atau apapun itu, terkecuali jika di pancing dengan perkataan sesuatu yang membuatnya tertrigger.
Baru saja menjawab seperti itu kepada Dera, pandangan Rena dan Yola bertemu. Dan itu membuat gadis tersebut kembali berusaha untuk melepaskan lengannya dari genggaman Arnesh.
Sesikit ada percakapan kecil di sana, dan itu benar-benar tidak bisa Yola dengan sama sekali karena jarak dengan mereka berdua nuga lumayan sedikit jauh.
Baru saja mereka terlihat berdebat sebentar, Arnesh akhirnya menatap ke arahnya dengan tatapan diam. Seperti halnya menahan emosinya, sedangkan Rena sudah melangkahkan kakinya ke arahnya. Entahlah, Yola tidak tahu apa yang akan di bicarakan oleh gadis itu karena sejujurny setelah sekian lama sejak permasalahan yang sudah-sudah mereka berdua sudah jarang saling berbicara satu sama lain.
Baru saja sampai dan ada di hadapan Yola dengan beberapa langkah di depannya, tangan Rena melayang ke wajah mulus Yola secara cepat dan ia menampar keras pipi kiri gadis itu tanpa ampun.
Terkejut? Oh! Itu tentu! Rasa panas sekaligus perih menjalar di wajahnya sekarang ini.
Dan lagi, belum rasa malunya yang sudah semakin mencuat tinggi karena mereka sudah menjadi bahan tontonan anak fakultas lainnya.
Sialan!
Tanpa pikir panjang, tangan Yola pun menampar balik dengan rasa dendam di dirinya. Oh tentunya lebih keras dari tamparan milik Rena, perlu kalian ingat Yola mantan atlet sikat. Ya sebagaimana hanya sampai kelas satu SMA saja sih, tetapi tetap saja kekuatan dan tenaga yang ia punyai masih terbekas di tubuh gadis itu.
“Ngelunjak ya Na lama-lama,” Cetus Yola dengan nada pelan namun penuh penekanan di sana.
Di luar ekpetasinya sebenarnya, karena sejujurnya Rena tidak pernah berfikir sedikitpun bahwa mantan sahabatnya akan membalas tindakannya itu. Dia tahu watak Yola, gadis tersebut hobi dengan tindakan silent treatmentnya jika marah.
“Wow!” Kekehnya dengan tatapan remeh ke arah gadis itu.
“Banyak banget perubahan kayanya ya La,” Kepalanya menggeleng tidak percaya melihat seorang Yola seperti ini. Persetan dengan dirinya yang sekarang terlalu banyak mengambil lerhatian semua orang di kampus, padahal jelas dirinya dan juga Yola baru saja seminggu lebih menjadi mahasiswa baru di sini. Dan mereka? Menjadi sorotan karena perdebatan yang tiba-tina terjadi tanpa ada perencanaan sedikit pun! Gila!
Tapi kapan lagi? Memang sebenarnya mereka harus ada waktu seperti ini kan? Berdebat, mencari kebenaran masing-masing, bahkan untuk meluruskan masalah yang ada.
Tapi sebenarnya hal seperti itu tidak perlu untuk di luruskan juga, karena sejak awal sudah jelas. Di mata Arnesh sejak jaman sekolah menengah akhir Rena bukan apa-apa.
“Iya, kamu juga sama Na. Banyak banget perubahan sampek-sampek gatel deketin cowok orang setiap hari,” tembak Yola dengan rasa santainya.
Sedangkan di sisi lain, Arnesh yang mendekatkan diriny ke tempat Yola dan Rena berdebat sedikit terkejut mendengar Yola berkata seperti itu kepada gadis yang ada di hadapannya.
Sebentar, apa jangan-jangan Yola tahu bahwa setiap malam kalau Rena selalu ikut menongkrong bersama di cafe?
Hash! Rumit! Sekaligus masuk akal juga kenapa Yola seharian ini menghindar darinya.
Mendengar tuturan Yola membut Rena tertawa remeh sebari melipatkan kedua tangannya angkuh di depan dada, “Pacar? Kamu beneran pacaran sama Arnesh La? Sejak kapan?” Tanya Rena memastikan.
“Setahu aku sejak tiga tahun yang lalu di mana kita masih SMA Arnesh gak pernah ngatain perasaannya ke kamu secara terang-terangan, yang ada ngajak kamu ke rumahnya secara mendadak. Di mana kita berdua tahu dari jaman SMP kalau di rumah Arnesh selalu sendiri dan gak ada siapa-siapa,”
Lagi-lagi Rena tertawa mengingat momen tersebut, “Ajakannya terdengar aneh banget gak sih? Atau memang kamu sengaja acc ajakan Arnesh karena emang mau nyerahin kepe-,”
“Cukup Na,” Potong Arnesh cepat agar gadis itu tidak mengatakan ucapan sampai ke mana-mana karena sejujurnya mereka bertiga tengah di tonton banyak orang.
“Gak pantes juga obrolan kaya gini di lanjut,” Jelas Arnesh sebari menatap ke arah Yola dengan tatapan yang tidak bisa Yola tebak.
Lalu kemudian laki-laki tersebut kembali menoleh dan menatap Rena yang masih menatap penuh kebencian ke arah Yola.
Tanpa pikir panjang, tangan Arnesh langsung menarik lengan seseorang agar pergi dari lapangan supaya tidak menjadi bahan perhatian banyak orang.
Namun sayang, lengan yang di tarik oleh Arnesh bukanlah lengan milik Yola. Melainkan lengan Rena.
Bisa di lihat bahwa gadis itu sedikit kesusahan mengikuti langkah lebar Arnesh. Terlebih lagi nasib Yola yang hanya bisa mematung di tempat tanpa bisa pergi dari situ.
Rasanya ingin menjatuhkan air mata yang sudah perih di kelopak matanya saja tidak mampu, karena untuk yang kesekian kalinya hati Yola benar-benar di hancurkan oleh Arnesh.
