Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

chapter 3

Mata mereka bertemu.

Anjing itu menyeringai—menunjukkan taring-taring besarnya yang berlumur darah.

Suara geraman rendah menggema dari tenggorokannya, kasar dan penuh niat membunuh.

Matanya bukan milik hewan biasa—terlalu gelap, terlalu dalam, seolah ada sesuatu yang lebih tua dan jahat bersemayam di sana.

Ia menatap Rangga layaknya pemangsa yang sedang bermain dengan buruannya.

Ini membuat Rangga, yang merupakan seorang pekerja kantoran biasa, cukup ketakutan dan berkeringat dingin.

Ia sendiri tak memiliki pengalaman bertarung apapun, bahkan belum pernah membunuh seekor ayam.

Bagaimana mungkin ia bisa bertarung dengan anjing gila ini? Namun Rangga dengan cepat menenangkan dirinya sendiri.

Saat Ia mencoba berpikir jernih.

Tak menunggu lama, anjing itu berlari menuju Rangga dengan wajah ganas, dan anjing itu melesat seperti peluru.

Nafas Rangga tercekat gugup Ia ingin berlari, tetapi tubuhnya terpaku. Jantungnya berdetak liar, dan kakinya lemas.

Namun, tepat ketika anjing itu mendekat, sesuatu yang aneh terjadi.

Seketika, dunia melambat. Adrenalin di dalam dirinya bergerak liar.

Semua yang ada di sekelilingnya seperti memperlambat gerakannya.

Rangga merasa seolah waktu menjadi meluas, dan ia bisa merasakan setiap detik yang berlalu begitu jelas.

Dalam sekejap, dia mengangkat tangannya, entah karena naluri bertahan hidup… atau sesuatu yang lain.

Dengan cahaya hijau yang mekar, tanah di bawah kaki Rangga dan anjing itu retak.

Celah kecil terbuka di antara keramik pecah, lalu akar-akar tipis meluncur keluar, seperti ular-ular yang lapar.

Dalam waktu sekejap mata akar itu tumbuh liar, menebas udara dan menyambar tubuh anjing mutant dari segala arah.

Akar-akar hijau itu layaknya ular melilit erat tubuh anjing mutant itu dengan kuat dan tak melepaskannya sama sekali.

Anjing itu terjebak, tak bisa bergerak. Makhluk itu menggeram, menggeliat, mencoba membebaskan diri.

Namun semakin ia meronta, semakin erat belitan akar itu mencengkeram, mengikatnya dengan kekuatan yang tak terduga.

Rangga merasa terkejut, lalu merasakan akar-akar itu.

Rasanya seperti bagian dari tubuhnya—tumbuh karena kehendaknya, bergerak karena keinginannya.

Tanpa bisa menjelaskan bagaimana, ia merasakan ikatan itu, seperti akar yang seolah hidup di dalam dirinya.

“Aku… mengendalikan ini?” Rangga bergumam pelan.

Ia menatap lurus ke arah anjing mutant yang kini mengaum kesakitan.

Tumbuhan liar mulai merambat naik ke tubuh makhluk itu, menusuk masuk ke dalam daging, menahan kaki, menjerat rahang, dan perlahan menghentikan napasnya.

Sekarang, makhluk itu seolah terjebak dalam jaring hijau yang kuat, tak bisa melawan.

Rangga mendekat dengan tatapan dingin. Tangannya mengangkat pisau dapur, satu-satunya senjata primitif yang ia miliki.

Dalam sekejap, ia menebas leher makhluk itu. Sekali, dua kali, tiga kali, hingga hewan buas itu tak lagi bergerak.

Anjing mutant itu seperti ingin mengeluarkan suara, namun suara itu tertahan oleh tanaman merambat hijau yang melilit rahangnya.

Tubuhnya jatuh, masih bergetar pelan, lalu diam sepenuhnya.

Rangga berdiri di atas tubuh makhluk itu, bahunya naik turun pelan.

Nafasnya terdengar sedikit tersendat—bukan karena kelelahan, tetapi karena sisa ketegangan dari pertarungan barusan.

Tangannya masih menggenggam pisau dapur yang berlumuran darah.

Ia menatap tubuh makhluk itu tanpa berkata-kata selama beberapa detik. Setelah menarik napas dalam-dalam, Rangga mulai menenangkan dirinya.

Namun belum sempat ia bergerak lebih jauh, layar transparan tiba-tiba bermunculan di hadapannya, satu per satu.

[Selamat! Anda telah membunuh: Mutant Tingkat 1 – Kelas Rendah.]

[Mendapatkan: 1 Poin Evolusi.]

Rangga membaca cepat isi notifikasi itu. Anjing tadi bukanlah makhluk biasa.

Namun sebelum pikirannya sempat mencerna lebih jauh, notifikasi lain segera menyusul:

[Quest Baru Tersedia]

[Misi: Eliminasi Mutant]

[Target: Bunuh 10 Mutant Tingkat 1 – Kelas Rendah]

[Hadiah: Pembukaan Fitur Sistem – Mall]

Rangga menyipitkan mata. "Mall...?" bisiknya pelan.

Jika ini seperti sistem dalam game, maka fitur Mall kemungkinan besar menyediakan barang-barang penting—senjata, item pendukung, atau bahkan peningkatan kemampuan.

Namun dalam kondisinya saat ini, Rangga mulai merasakan kelelahan—bukan hanya fisik, tetapi juga mental.

Sebagai pekerja kerah putih, Rangga memiliki fisik rata-rata, bahkan bisa dibilang cukup buruk.

Jadi, ia merasa tidak perlu mencari kematian dengan memprovokasi makhluk mutant lain.

Ia memutuskan untuk kembali ke lantai atas terlebih dahulu, menenangkan diri.

Kembali ke lantai 12, Rangga merasa cukup kelelahan berjalan tertatih-tatih.

Rangga segera masuk ke unitnya dan mandi, membersihkan diri dari keringat dan noda darah mutant yang menempel.

Setelah selesai, ia menyadari waktu sudah berjalan cukup siang.

Rangga membuka kulkas, berencana memasak mie instan.

Namun, ia teringat persediaannya sangat terbatas. Dengan perhitungan kasar, bahan makanan itu hanya cukup untuk seminggu, jika ia cukup boros.

Ditambah lagi, listrik yang mati menyebabkan penghangat rumah juga ikut mati, membuat suhu semakin dingin.

Rangga juga teringat air di kamar mandi hampir habis.

Di perkirakan Tak lama lagi Rangga akan kehabisan air untuk mandi dan harus menahan bau darah dan amis.

Semua ini semakin mendesak Rangga untuk tidak bersantai.

Ia harus keluar dari apartemennya dan mengumpulkan persediaan secepatnya.

Di malam harinya, Rangga membuka ponsel dan melihat masih tak ada sinyal sedikit pun.

Setelah makan, Rangga memutuskan tidur siang untuk memulihkan tenaga.

Malam harinya, ia membuka ponsel lagi.

Tak ada sinyal—bahkan satu bar pun tidak. Ini membuatnya benar-benar terputus dari dunia luar. Ia merasa semakin kesal.

Tak ada kabar, tak ada informasi, dan tak ada penjelasan apapun soal hutan aneh yang tiba-tiba muncul.

Tentang kemungkinan adanya penyelamatan resmi, Rangga mulai skeptis.

Hutan sebesar itu muncul begitu saja—ia yakin situasi di luar sana juga sedang kacau.

Apalagi dengan kemunculan makhluk-makhluk mutant, besar kemungkinan pemerintah sedang sibuk menyelamatkan diri.

Rangga menatap sekeliling apartemennya, merasa semakin terasing dari kenyataan.

Apakah ini akhir dari dunia yang ia kenal? Sebuah dunia yang kini dipenuhi makhluk-makhluk yang sebelumnya hanya ada dalam cerita fiksi.

Sesuatu yang lebih gelap dan mengerikan telah muncul, dan Rangga merasa dirinya tidak siap untuk menghadapinya.

Namun, dia juga tahu satu hal ia harus bertahan hidup tak peduli dengan keadaan nya.

Mengetahui hal ini, Rangga hanya bisa tertidur cepat karena ia harus bangun pagi untuk mengumpulkan perbekalan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel