
Ringkasan
Peringatakan ada 18+ disini. Rangga Seorang Perkerja Kantoran Biasa yang seharus nya menikmati libur akhir pekan di apartemen nya. Namun entah bagaimana dalam waktu semalam Dunia tempat nya berubah secara drastis. Dalam waktu semalam area di sekitar apartemen nya telah berubah menjadi hutan besar yang Dengan hewan bermutasi ganas memakan manusia. Rangga yang merupakan Orang biasa tiba-tiba mendapatkan Sistem misterius dan kekuatan super kuat. Istri Tetangga cantik di sebelah kamar nya meminta bantuan karena kehabisan makanan. Haruskah Rangga membantu nya dengan imbalan sesuatu?
Chapter 1
Di sebuah gedung kantor yang sunyi dan dingin, seorang pria duduk di hadapan meja kerjanya.
Sambil mengetik dengan sedikit mati rasa dan kebosanan di matanya.
Pria itu bernama Rangga, seorang pekerja kantoran biasa yang sudah hampir memasuki usia 30 tahun.
Hidupnya terasa sepi dan monoton, tanpa ada yang spesial.
Ia sudah terbiasa dengan rutinitasnya yang kaku—bekerja lembur, menyelesaikan laporan, dan pulang ke apartemen yang sunyi.
Setelah lewat jam 1 malam, Rangga pulang dari kantornya dengan perasaan lelah.
Tempat tinggal Rangga tidak terlalu jauh, dengan cepat ia sampai di unit apartemennya.
Melangkah ke dalam, Rangga merasa dingin dan hampa karena tak ada seorang pun di rumahnya.
Dengan langkah lesu, ia melepaskan jaket dan tasnya, dan seketika perasaan kosong itu kembali menyelimutinya.
Tak ada yang menyambutnya, tak ada suara, hanya kesunyian yang menggema di setiap sudut ruangan.
Dengan hampa, ia langsung merubuhkan tubuhnya di tempat tidur.
Keesokan paginya, Rangga terbangun dengan kantung mata hitam.
Jam sudah menunjukkan pukul 8.
Namun ia tak panik. Hari itu hari libur, dan tidak ada bos yang akan mengomel karena keterlambatan.
Ia bangkit dengan gerakan malas, berniat menuju kamar mandi.
Namun tiba-tiba—teriakan seorang wanita terdengar dari arah balkon.
“Ahhhhhh…!”
Tubuh Rangga menegang.
Dengan sigap, ia melangkah cepat ke balkon dan membuka pintu geser.
Namun pandangan yang menyambutnya membuat nafasnya tercekat.
Matanya menyipit tajam, tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Jalanan yang biasa ia lihat setiap hari… telah lenyap.
Sebagai gantinya, hutan lebat menjulang liar di mana-mana.
Pepohonan raksasa dengan dedaunan gelap dan akar-akar besar menggeliat seperti ular, melahap seluruh area apartemen.
Jalan raya, lampu lalu lintas, mobil-mobil—semua lenyap, terkubur di balik kehijauan asing itu.
Jika bukan karena ia mengenali struktur bangunan di sekitarnya, Rangga mungkin akan mengira dirinya terbangun di tengah hutan.
Dalam kekacauan pikirannya, ia menggertakkan gigi.
“Sial…” desisnya.
Rangga mengangkat ponsel tinggi-tinggi, siap membantingnya demi melampiaskan amarah.
Namun tangannya terhenti di udara.
Ia sadar—ponsel itu menyimpan semua data penting miliknya.
Jika rusak, semuanya akan hilang.
Menarik napas panjang, ia menurunkan tangannya perlahan.
Dadanya naik turun, namun pikirannya mulai sedikit jernih.
“Tenang… pikirkan dulu…” gumamnya.
Tak yakin dengan situasi yang terjadi, Rangga memutuskan turun ke bawah untuk melihat keadaan.
Ia cepat-cepat mandi dan berpakaian, kemudian menyelipkan sebilah pisau dapur di pinggang—hanya untuk berjaga-jaga.
Membuka kunci pintu apartemen, Rangga melangkah keluar.
Ia tinggal di lantai atas, dan beberapa tetangganya juga mulai keluar ke koridor.
Wajah-wajah panik dan suara-suara bingung saling bersahutan.
“Apa-apaan ini? Tadi malam masih normal!”
“Sinyal ponsel hilang! Aku bahkan nggak bisa buka peta!”
“Lihat ke luar… itu semua pohon?! Ini kayak dunia lain…”
“Kita harus keluar, cari bantuan—mungkin militer sudah turun tangan!”
Rangga hanya menatap mereka sekilas.
Ia tidak tertarik bergabung dalam kepanikan. Tidak akan membantu apa pun.
Ia berjalan menuju lift dan menekan tombolnya.
Tak ada respons. Lampunya padam.
Ia menghela napas pendek.
Dengan wajah masam, ia berbalik dan memilih tangga darurat.
Langkah sepatunya menggema pelan saat ia menuruni anak tangga satu per satu.
Namun sesampainya di lantai satu, ia dikejutkan oleh belukar liar yang tumbuh memenuhi jalur.
Tanaman merambat menjulur dari dinding dan pagar tangga, seperti telah ada di sana selama bertahun-tahun.
Rangga mencabut pisaunya dan mulai menebas perlahan, membuka jalur sambil tetap waspada.
Akhirnya, ia menjejakkan kaki di lantai satu…
Namun yang menyambutnya bukan lobi apartemen seperti biasanya.
Melainkan… reruntuhan.
Lantai dipenuhi lumut hijau tua yang tebal. Rumput liar tumbuh dari celah ubin yang retak.
Akar-akar kecil menjalar di dinding, dan batang pohon muda menembus lantai beton.
Pintu kaca depan telah hancur, menyisakan bingkai berkarat dan serpihan tajam yang tertutup debu daun.
Rangga melangkah pelan.
Hening. Terlalu hening.
Namun langkahnya terhenti tiba-tiba.
Matanya terpaku ke satu sudut ruangan yang dipenuhi tanaman merambat.
Perutnya langsung bergejolak. Ia muntah seketika.
“Hghhoooogghhh…!”
Di sana—bersandar pada dinding—terdapat sesosok mayat wanita.
Tubuhnya kurus kering, kulit menempel pada tulang seperti telah dihisap habis.
Tanaman merambat melilit seluruh tubuhnya, bahkan menjulur masuk ke dada dan perut… seolah menjadikannya sumber nutrisi.
Yang paling mengerikan—bunga-bunga ungu tua bermekaran dari matanya.
Mekar indah… dari rongga mata yang kosong.
Tangan wanita itu mencakar lantai, dan bekas luka-luka di tubuhnya berkata banyak.
Ia sempat melawan. Tapi gagal.
Ia membeku dalam posisi duduk…
Seolah kehabisan tenaga saat mencoba kabur.
Dan hanya bisa menunggu saat tubuhnya perlahan diserap, habis… hingga mati perlahan-lahan.
Rangga bergidik.
Punggungnya basah oleh keringat dingin.
Ia tak sanggup membayangkan rasa sakit yang dirasakan wanita itu di saat-saat terakhir hidupnya.
