#5. GENDERUWO 2
Tak lebih dari satu bulan Subur berkolaborasi dengan Bawor, ia sudah membangun sebuah rumah meski pun tidak besar namun tampak cantik. Tempat usahanya yang dulu hanya nyewa sudah pula dibelinya. Sepintas orang percaya kalau Subur bisa membangun rumah karena warung nasi gorengnya memang rame. Mungkin juga ia jual tanah atau barang lain untuk beli rumah itu.
Malam itu adalah giliran Bawor tidur bersama Marni. Makanya sore Subur sudah nelpon Widi untuk ketemuan. Kedua anak buah Subur sudah tau kalau bosnya punya wanita simpanan. Masih muda dan cantik. Ia pernah datang diwarung Subur entah urusan apa. Tampaknya Subur ke ATM sebelum perempuan itu berlalu.
Jam sebelas lewat Subur langsung ke kamar hotel yang sudah dipesan Widi petang tadi. Sementara Bawor tengah menikmati pijitan Marni. Sejak kehadiran Bawor dalam kehidupan mereka berdua, Subur hampir tidak pernah menyentuh Marni. Sebaliknya sejak kenal Subur Widi tidak pernah lagi memajang foto diri di aplikasi tertentu untuk open BO. Ia hanya tidur dengan Subur karena uang jatah dari Subur sudah cukup untuk membiayai kuliahnya.
Subur ke kamar hotel dimana Widi sudah masuk lebih dulu. Ia membawa piza pesanan Widi.
"Mas, aku mau ngomong sesuatu." kata Widi sambil menikmati piza yang masih hangat.
"Ngomong apa.?"
"Sudah sebulan ini aku tidak terima bokingan lagi selain sama mas Subur."
"Terus ?"
"Gimana kalau aku hamil ?"
"Gimana ya. Aku belum bisa mikir soal itu."
"Kalau aku hamil, apa mungkin aku harus nikah dengan mas Subur.?"
"Rasanya nggak mungkin Wid. Usia kita jauh terpaut."
"Mas, kalau kita punya anak. Kamu mau anak laki laki apa perempuan." tanya Marni pada Bawor.
"Kalau bisa laki laki dulu. Nanti anak kedua baru perempuan." kata Bawor tenang.
"Aku hamil mas."
"Kamu serius!?"
"Serius mas."
Bawor girang. Diciuminya Marni bertubi tubi membuat hasrat Marni bergejolak. Sebenarnya malam itu Bawor enggan, tapi bila ia menolak Marni akan kecewa. Bawor pun menyanggupi keinginan Marni.
Sebelum Bawor pergi meninggalkan Marni, ia menemui Subur yang ingin bicara padanya. Bawor membuat Marni tidur mati agar tidak mencarinya selama ia ketemu Subur.
"Ada apa Bur ?" tanya Bawor tanpa wujud.
"Widi hamil."
"Tenang aja. Biarkan sampai tiga bulan baru kuambil."
Sebelum fajar Subur sudah terbaring dirumah bersama Marni. Ia melihat Marni masih tidur nyenyak dengan bibir tersenyum. Subur jadi iri bagaimana Bawor bisa membuatnya tampak bahagia begitu sampai terbawa dalam tidurnya.
Subur turun dari ranjang, cuci muka dan ke pasar belanja untuk dagangannya malam nanti. Pulang dari pasar anak buahnya yang tidur diwarung sudah rapi menunggu belanjaan siap diolah. Subur sendiri pulang kerumah untuk tidur lagi.
"Nggak ngopi dulu mas ?" tanya Marni.
"Nanti aja. Mau tidur dulu. Ngantuk banget ni."
"Saya ke dokter ya mas. Periksa kandungan."
Subur terperanjat. Kalau Marni hamil berarti dia anak Bawor karena sejak ada Bawor, Subur tidak pernah menggauli Marni.
Subur bangun setelah Marni berangkat ke dokter. Ia mengambil uang dari bawah kasur dan ditaruh dalam kantong kresek. Begitulah setiap kali Bawor tidur dengan Marni, paginya ada uang dibawah kasur.
"Mas, mas. Anak kita laki laki mas!" seru Marni sepulang dari dokter.
Subur diam membisu seolah tidak mendengar kabar gembira dari istrinya. Ia terpukul. Tidak bisa melukiskan bagaimana perasaannya saat itu.
"Kok diam aja. Mas Subur kan pengennya anak laki laki." kata Marni dengan perasaan heran.
Baru malam tadi ia bilang pengen anak laki laki. Sementara Subur memaki Bawor dalam hati. Pasti dia yang pengen anak laki laki.
"Mas, mas kenapa .?" Marni mengguncang guncang tangan Subur.
"Kepalaku pusing Mar, jadi nggak konsen."
Sore Subur pamitan kewarung. Biasanya menjelang.magrib ia baru ke warung.
"Mana Widinya ?" tanya Subur pada Agus, anak buahnya.
"Nunggu di depan alfamart."
Subur nyusul kesana.
"Mas, aku positif." ujar Widi setelah mereka duduk di depot bakso granat.
"Tenang. Tenang aja. Dengar baik baik. Kamu harus selesaikan kuliahmu. Untuk itu jangan kamu usik kandunganmu. Biarkan ia tumbuh. Nanti kalau sudah umur 3 bulan, mau diambil kawanku."
"Diambil gimana?"
"Diambil secara gaib gitu. Dia kan orang pintar. Pokoknya kamu tenang aja."
Widi pulang ke tempat kost nya, Subur ke warung.
"Mas, jam delapan ada pesanan 20 porsi." kata Dani.
"Kotaknya masih ada nggak ?"
"Nggak dibungkus kok. Makan disini." ujar Agus.
"Jam tujuh kamu siapkan tempatnya. Kosongkan meja sebelah kanan."
"Ya mas."
Jam duabelas malam saat Subur mau pulang, ditengah jalan ia dihadadang Bawor dengan wujud lelaki biasa seperti saat pertama ia ketemu.
"Bur, Marni hamil. Tolong dijaga anakku. Aku tau kamu tidak pernah menggauli Marni. Artinya dia anakku. Nanti aku yang akan mengurusnya."
"ya Wor. Terus gimana dengan Widi."
"Janin Widi nanti kupindahkan dalam rahim Marni. Adil kan ?"
Subur mengangguk.
Waktu terus berlalu, tanpa terasa tiga bulan sudah kandungan Marni mau pun Widi. Kebetulan malam itu giliran Bawor tidur sama Marni. Seperti biasa Subur tidur di hotel bersama Widi. Sebenarnya Widi menyarankan agar Subur kontrak rumah saja jadi tidak terlalu banyak pengeluaran untuk bayar hotel. Tapi Subur tidak mau takut digrebeg warga.
"Mas, kandunganku sudah tiga bulan. Kapan kamu menemui temanmu ?"
"Besuk kita kesana."
Pukul enam lewat Widi terbangun. Ia tau Subur sudah tidak ada disampingnya. Subur ke pasar belanja untuk dagangan malam nanti. Saat mandi di bathroom, Widi baru sadar kalau perutnya mengempes. Janin dalam kandungannya pun sudah tidak ada. Widi senang karena ia bisa bebas beraktivitas tanpa mengkhawatirkan kandungannya. Ia bingung bagaimana teman Subur mengambil janin tanpa pendarahan sedikit pun.
"Mas, perutku kok terasa tambah berat ya." kata Marni.
Bawor pasti sudah memindahkan janin Widi. Gumam Subur dalam hati.
"Coba liat mas. Perutnya juga tambah besar."
Subur mengusap usap perut Marni dengan penuh perasaan.
"Periksa lagi apa ya. Baru dua hari lalu periksa."
"Kalau kamu cemas, nggak apa apa periksa lagi."
Pulang dari klinik Marni panik. Kata dokter anaknya kembar temanten. Marni tidak paham apa yang dimaksud kembar temanten. Ia khawatir, karena ini anak pertama mereka. Marni khawatir akan terjadi apa apa saat persalinan nanti karena menurut dokter posisi janin perempuan nyungsang. Tapi posisi itu bisa saja berpindah tergantung pergerakan bayi.
Sembilan bulan lewat. Suatu malam Marni merasa mules. Bawor membawanya ke klinik bersalin. Belum sampai di klinik ketubannya sudah pecah.
Bidan Dahlia dengan sigap menangani persalinan Marni. Setelah berjuang sekitar satu jam anak pertama berhasil keluar dengan selamat berjenis kelamin perempuan. Anak kedua agak sulit karena diperkirakan lebih besar. Pada menit ke 56 anak kedua lahir. Bidan Dahlia terperanjat, takut, karena bayi kedua tidak wajar. Tubuhnya berbulu lebat, mata bulat merah. Bayi itu menangis namun suaranya menyayat nyayat kalbu. Bidan Dahlia ketakutan meletakkan bayi itu karena giginya sudah tumbuh rata dan bertaring. Belum sempat bidan Dahlia keluar ruang bersalin, tiba tiba Bawor masuk. Mengunci pintu.
"Diam, jangan berteriak !" ancam Bawor seraya mengambil korden penyekat ranjang persalinan untuk membungkus bayi genderuwo itu.
"Rahasiakan semua ini. Kalau tidak kamu mati. Urus aja bayi yang satunya dan ibunya."
"Ibunya meninggal pak."
"Urus bayinya."
"Iya pak."
Bawor keluar membawa bayinya dan menghilang entah kemana.
*****
Bidan Dahlia meninggal pada usia 63 tahun. Selama tigapuluh tanuh ia menyimpan rapat rahasia persalinan Marni yang melahirkan anak genderuwo. Namun diakhir hayatnya rahasia itu diungkap juga. Sementara Subur sudah lama bangkrut dan jatuh miskin.
