Pustaka
Bahasa Indonesia

ALAM GAIB

23.0K · Tamat
Didit Suryadi
19
Bab
134
View
9.0
Rating

Ringkasan

Disadari atau tidak, kita hidup di dunia ini tidak sendiri, ada makhluk lain yang hidup di antara kita, yaitu setan. Ada juga yang mengatakan jin. Sementara orang berpendapat bahwa mereka hidup dan beranak pinak di alam sana, yaitu alam gaib, namun mereka tidak mengalami kematian. Terkadang mereka mampu berinteraksi dengan manusia bahkan mungkin bekerja sama dengan manusia. Dalam novel ini saya mencoba bercerita tentang fenomena yang terjadi dan ada hubungannya dengan manusia. Ada pepatah yang mengatakan lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Maka wajar bila di setiap daerah cerita tentang alam gaib ini pun bervariasi. Untuk itu saya mohon maaf bila salah satu cerita saya ingin ini tidak sama dengan cerita di lain daerah. Akhirnya saya sangat BWF harap ketik dan saran dari pembaca yang budiman.

RomansaFantasiNovel MemuaskanCeritaKehidupan MisteriusMengungkap MisteriDewasa

#1. MISTERI SARANJANA

Saranjana adalah nama kota gaib di daerah pulau laut, kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Meski pun secara administratif kota tersebut tidak ada namun masyarakat setempat meyakini bahwa Saranjana ada. Kepercayaan masyarakat dikuatkan oleh beberapa kejadian diluar nalar, diantaranya adalah kejadian yang dialami oleh Andi.

Satu tahun sudah Andi merantau ke ibu kota Kalimantan Selatan, Banjarmasin. Ikut paman yang berprofesi sebagai penjual brem disekolah sekolahan.

Andi terpaksa melakukan itu karena harus bertanggung jawab menafkahi istri yang dinikahinya beberapa bulan setelah lulus sekolah.

Mulanya rasa gengsi masih menggelayuti pikiran karena merasa lulusan SMK otomotif hanya berjualan brem. Lama lama ia terbiasa karena banyak teman sebaya dari berbagai daerah yang berjualan.

Mulanya perilaku Andi dirantau orang baik baik saja, namun karena semakin luas pergaulan baik dengan sesama pedagang maupun orang lain, kebiasaan buruk dikampung kambuh lagi. Yaitu mengkonsumsi miras dan main perempuan.

Suatu ketika Andi ngobrol dengan salah seorang wali murid yang menunggu anaknya pulang sekolah. Setelah ngobrol kesana kemari orang tua wali murid tersebut menawarkan pekerjaan sebagai operator alat berat. Andi bersedia tapi ia mengaku belum memiliki SIM. Orang tua wali murid itu tidak mempermasalahkannya yang penting bisa mengoperasikan alat berat terutama eksavator.

Dua hari berselang Andi dibawa pak Nanang ke desa Sungup, Pulau Laut kabupaten Kota Baru, dimana Nanang bekerja sebagai HRD di PT. Sabuku Tanjung Coal, perusahaan pertambangan batu bara.

Tidak ada prosedur resmi yang berbelit belit dalam perekrutan karyawan terutama operator dan driver. Begitu pula dengan Andi. Ia langsung diterima dan tinggal di mess karyawan bersama operator dan para driver lainnya.

Andi merasa menemukan dirinya sendiri setelah beberapa waktu mengkhianati apa kata hati dengan berjualan brem. Kini ia bangga dengan profesinya sebagai operator alat berat apalagi gajinya lumayan besar.

Lokasi penambangan tidak jauh dari pemukiman penduduk yang konon masih rumpun suku Dayak Sampanahan. Saat istirahat malam dalam mess Andi sering dengar sesama operator atau driver saling mengingatkan agar menjaga sikap maupun tutur kata karena disadari atau tidak mereka berada dilingkungan adat yang konon masih kuat unsur mistisnya.

Andi punya keyakinan sendiri bahwa dikandang kambing kita mengembek dan dikandang macan kita mengaum. Maka ia dengan cepat bisa berbaur dengan warga adat setempat. Apalagi warga disana ada kecenderungan suka minum tuak pada saat saat tertentu. Andi pun bisa diterima terutama oleh kaum lelaki.

Semua teman di mess baik operator alat berat maupun driver mengakui kalau cewek cewek disitu cantik cantik. Kulit kuning Langsat. Tapi tidak seorang pun yang berani main mata dengan cewek cewek disana karena salah salah tidak bisa pulang kerumah. Tapi tidak bagi Andi. Baginya kecantikan itu adalah anugerah yang harus disyukuri maka tidak ada salahnya mengagumi akan kecantikan mereka.

Hari itu seperti biasa Andi harus lembur untuk mengejar target kuota shelter. Saat istirahat untuk sholat magrib, Andi melihat seorang gadis entah warga desa Sungup atau desa sebelah. Tampaknya ia kemalaman entah dari mana. Didorong oleh rasa penasaran dan tentu saja kemolekan gadis itu, Andi menghampirinya.

Teman teman sudah memperingatkan agar Andi mengabaikan gadis itu karena waktunya tidak tepat, yaitu menjelang magrib dimana pintu antara Dunia nyata dan dunia gaib terbuka. Tapi Andi tidak mengindahkan teman temannya.

Andi menghampiri gadis itu, sementara satu persatu teman operator maupun driver meninggalkan alat mereka masing masing untuk mandi, sholat, makan dan istirahat sebentar selanjutnya mulai kerja lagi pukul delapan hingga pukul duabelas.

"Hai cantik.....dari mana mau kemana."Andi mulai melancarkan rayuan.

"Dari Singup mau pulang keseberang."

"Sebentar lagi malam. Saya antar ya. Kamu nggak bawa senter gitu."

"Nanti mengganggu kerjaan mas."

"Nggak. Sebentar ya ambil senter."

Andi ngantar gadis yang memperkenalkan diri bernama Melisa. Karena hari sudah gelap Andi tidak tau kemana arah mereka, perasaannya hanya mengarah keselatan. Setelah sepuluh menit perjalanan, Andi terperanjat tau tau mereka sudah berada ditempat lain semacam kota besar. Gedung gedung pencakar langit menjulang tinggi. Lampu lampu gemerlapan. Mobil dan sepeda motor simpang siur menyusuri jalan yang mulus. Sementara Andi dan Melisa berjalan menyusuri trotoar nan lebar, bersih hampir tidak tampak adanya sampah. Bunga bunga tumbuh di sepanjang trotoar.

Sulit dijelaskan dengan kata kata apalagi logika. Andi sadar kalau ia masih berada di Kalimantan, tepatnya di kabupaten Kota Baru. Tapi ia belum pernah dengar bahwa di Kalimantan ada kota kembarannya Jakarta baik struktur tata kotanya maupun masyarakat yang ada. Bedanya di kota ini ceweknya tidak ada yang dibawah standard, semua cantik. Lelakinya pun semua gagah dan rupawan. Mereka ramah ramah. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Banjar dan bukan bahasa Melayik dimana suku Dayak Sampangan menggunakan bahasa tersebut.

Melisa memperkenalkan Andi pada orang tuanya.

"Jadi ini lelaki pilihanmu?" tanya ayah Melisa membuat Andi bingung. Karena mereka baru sekali itu bertemu dan tidak bicara soal hati meski pun Andi mengakui kalau Melisa cantik mempesona mungkin tidak ada tandingannya bila dibawa ke kampung halamannya.

"Nak Andi gimana, apakah bersedia menikah dengan Melisa. Soal kerjaan jangan khawatir. Disini banyak pekerjaan yang sesuai dengan keahlian nak Andi."Andi spontan menjawab bersedia.

Andi dan Melisa menikah dirayakan dengan pesta yang sangat meriah dikota antah berantah yang belum diketahui sendiri oleh Andi.

Sementara itu dialam nyata Andi sudah dinyatakan hilang secara misterius baik oleh perusahaan maupun oleh warga di kampung halamannya sana. Senada dengan keyakinan istri Andi dikampung, kepala adat desa Sungup pun berpendapat bahwa Andi masih hidup. Menurut pak Alek sang kepala adat , Andi dibawa oleh warga Saranjana. Asal dia tidak terpikat perempuan disana apalagi sampai menikah, ia masih bisa kembali ke alam nyata. Tapi bila ia terpikat dan menikah dengan perempuan disana, ia akan menjadi bagian dari masyarakat disana selama lamanya.

Pernyataan Alek akhirnya sampai juga ketelinga istri Andi dan keluarganya di kampung. Harapan istri Andi pun pupus. Lambat lain ia mulai membuka hati untuk lelaki lain. Apalagi menurut syariat Andi sudah jatuh talak karena lebih dua tahun meninggalkan istri tanpa udzur. Tapa kabar berita, tanpa nafkah lahir maupun batin.

Istri Andi tidak ingin mendzolimi diri dengan ketidak pastian. Maka ketika datang seorang lelaki meminangnya, ia pun menerima. Ia hanya berharap satu hal, sebelum pernikahannya yang kedua Andi datang sekedar merestui.

Satu Minggu menjelang pernikahan Andi benar benar datang sekedar merestui pernikahan mantan istrinya kemudian kembali lagi ke kota dimana ia menikahi Melisa. Yaitu kota gaib Saranjana. Sampai saat ini tidak terdengar lagi kabar berita mengenai keberadaan Andi selain cerita dari mulut kemulut entah sampai kapan cerita itu berakhir.