Bab 4 TAWARAN YANG MEMBINGUNGKAN
Pukul sembilan pagi, cahaya matahari menerobos masuk melalui celah-celah tirai jendela besar di kamar Leonardo. Pria itu terbangun perlahan, rambutnya masih berantakan dan tubuhnya setengah telanjang hanya tertutup selimut abu gelap. Ia mengerjapkan mata, menatap langit-langit, dan menghela napas panjang. Malam kemarin terlalu panjang. Terlalu bising dalam kepala, tapi terlalu hening dalam hati.
Dengan langkah malas, ia turun dari tempat tidur. Suasana rumah itu terlalu tenang untuk pagi yang biasanya sibuk. Tidak terdengar suara televisi menyala, tidak ada musik klasik seperti biasanya.
Ketika ia melangkah ke ruang makan, aroma harum dari dapur membuat langkahnya terhenti.
Di balik rak dapur, ia melihat seorang wanita berdiri membelakangi. Rambut panjang Regina diikat setengah, dan tubuhnya dibungkus apron berwarna krem yang membuatnya terlihat... anehnya, bukan seperti tahanan, tapi seperti istri rumah tangga pada umumnya.
Di sampingnya, salah satu pembantu rumah tangga sedang sibuk menata meja makan. Piring-piring porselen sudah tersusun rapi. Ada telur mata sapi, roti panggang, sosis, jus jeruk, bahkan sepanci bubur ayam panas.
Leonardo berdiri mematung. Pandangannya tidak bisa berpaling dari Regina yang sedang menuang saus ke atas omelet yang baru saja ia angkat dari wajan.
Tubuhnya menegang. Ia tidak suka bingung, tapi sekarang dia justru tidak tahu bagaimana harus bersikap.
Regina menoleh sejenak dan hanya melirik sekilas ke arahnya, lalu kembali ke panci.
“Silakan duduk. Sarapan sudah siap,” ucap Regina datar, namun tetap sopan. Suaranya tenang, seolah pagi itu tidak ada hal aneh yang terjadi.
Leonardo duduk. Diam. Ia tidak berkata apa pun. Tangannya mengambil garpu dan mulai makan. Perlahan. Satu suap, lalu dua.
Regina tidak duduk bersamanya. Ia hanya berdiri, membereskan piring kotor dan kembali ke dapur.
Sebenarnya, Regina muak. Tapi ia tahu harus bermain lebih cerdas. Ia tidak bisa melawan Leonardo secara frontal. Ia harus membuatnya lengah. Maka dari itu, ia memakai senjata paling dasar yang dimiliki wanita: memasak.
Tapi itu bukan karena ingin menyenangkan hati siapa pun. Itu adalah bagian dari rencana kabur.
Leonardo menghabiskan sarapannya dalam hening, lalu bangkit dari meja makan dan pergi begitu saja, tidak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.
Di ruang kerjanya, Leonardo menjatuhkan tubuhnya ke sofa hitam yang empuk. Satu tangan meraih minuman di meja kecil, tangan satunya menyisir rambutnya ke belakang. Dia terlihat santai, tapi sebenarnya pikirannya sedang terbakar.
Leonardo menelpon Jack :
“Jack,kemari keruangan saya..! panggilnya datar.
Tak lama, Jack berjas hitam masuk. Jack —tangan kanan Leonardo, berdiri dengan wajah serius.
“Sebelum Marco pergi apa yang dia katakan?”
Jack menunduk sedikit. “Marco hanya izin untuk menjenguk istrinya yang sedang sakit Bos, Hanya itu saja, Emang ada apa Bos ..?.”
Leonardo mendecak pelan. “Gudang kita terbakar,Marco itu di Culik oleh Gengster.. !
Jack Kaget mendengar pernyataan dari Leonardo, "Hah? apa boss diculik ?!!
"“Kau tahu, Jack…” katanya sambil menatap kosong ke luar jendela. “Kerugian sebesar ini mungkin bisa aku balas. Tapi kehilangan orang, kehilangan kendali, kehilangan harga diri, itu lebih penhinaan.
Jack diam. Ia tahu kapan harus bicara, dan kapan harus diam.
Lalu ia menatap Jack. Mata tajamnya mulai melembut, tapi hanya sejenak.
"Mulai sekarang saya perintahkan kamu, untuk berjaga-jaga di beberapa Pabrik kita, dan awasi dengan ketat rumah ini, sekarang sudah mulai tidak aman..'
Jack dengan tegas menjawab "Siap Boss !!!
Lalu Jack pergi meninggalkan ruangan Leonardo.
Pukul sebelas siang, Regina kembali ke kamarnya. Ia mengunci pintu, lalu duduk di tepi ranjang. Tangannya gemetar. Kepalanya pening. Ia lelah berpura-pura.
Tiba-tiba pintu kamar diketuk. Sebelum ia sempat bertanya siapa, pintu sudah terbuka Leonardo masuk tanpa permisi.
“Kau tahu Dom sedang mencarimu?” tanyanya langsung.
Regina terkejut. “Apa maksudmu?”
Leonardo menatapnya tajam. “Aku tahu alasan dia membakar Pabrik gudang utamaku, dan menculik salah satu anak buahku yang sudah lima tahun dia mengabdi kepadaku, ini bukan karena persaingan bisnis. Tapi karena kau.”
Regina menahan napas. “Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan dia lagi, dia hanya mantan kekasihku, hanya saja dia selalu mengejarku.. "
“Kau yakin? lalu kenapa kau bisa tergelak di jalanan pada malam itu dengan penuh luka-luka di sekujur badanmu? ” tanya Leonardo sambil berjalan mendekat
Regina berdiri. “Aku di culik setelah aku pulang kerja, aku tidak punya pilihan selain kabur dari Dom! Kau pikir aku mau tinggal bersama psikopat?”
Mereka saling menatap dalam diam. Tatapan itu lama. Tegang. Tapi ada sesuatu yang berubah di udara ketegangan itu bercampur dengan sesuatu yang belum bisa disebut.
Leonardo mendekat. Satu langkah. Lalu dua.
“Kau tahu... aku bisa saja menukarmu dengan Marco. Atau mengikatmu di sini selamanya. Tapi...”
Ia berhenti di hadapan Regina..
Regina menggertakkan giginya.."Tapi.. apa ?"
Leonardo menunduk, tersenyum sinis ,“Tapi mulai hari ini, kita akan buat perjanjian.”
Regina menatapnya bingung.
Leonardo melirik dari balik bahunya." Kamu tahu? kerugian yang ku dapat dari pembakaran pabrik gudang utamaku cukup besar nilainya, dan itu karena aku telah menyelamatkan nyawamu., kamu belum tentu bisa membayar nominal kerugian nya walaupun kamu kerja puluhan tahun..
Regina yang mulai kesal dengan Leonardo menjawab dengan sinis " Lalu perjanjian apa yang kau inginkan denganku ?"
Pintu kamar belum sepenuhnya tertutup ketika Leonardo berhenti di ambang, seolah masih ada yang tertahan di tenggorokannya. Ia menghela napas, lalu perlahan membalikkan badan, kembali masuk ke dalam.
Regina mengernyit bertanya tanya, “Apa perjanjian yang kau inginkan,?”
Leonardo tidak langsung menjawab. Ia berjalan pelan, menatap Regina yang masih berdiri tegak, berusaha terlihat kuat meskipun wajahnya jelas menunjukkan kebingungan dan ketakutan yang tersembunyi.
“Aku ingin buat perjanjian denganmu,” katanya datar.
Regina menyilangkan tangan di dada. “aku sudah bilang berapa kali perjanjian ?
Leonardo mengabaikan nada sinis itu. Ia mengambil napas pelan lalu berkata, “Menikahlah denganku.”
Ruangan langsung senyap.
Regina menatapnya seolah pria itu baru saja menyuruhnya melompat ke jurang.
Apa?!”
“Menikah?”
“Denganmu?”
“Dengar dulu sampai habis,” ucap Leonardo, suaranya tetap dingin, tapi ada nada serius yang tak biasa.
“Kita menikah. Tapi hanya selama 99 hari.”
Regina masih membeku. Tidak bergerak sedikit pun. Hanya menatap pria itu dengan sorot tak percaya.
“Anggap saja ini kontrak,” lanjut Leonardo. “Kau tinggal di rumah ini sebagai istriku. Selama 99 hari.”
“Lalu setelah itu?” bisik Regina, suaranya gemetar.
“Kalau setelah 99 hari, kamu tidak menyimpan rasa... kau bebas. Tanpa paksaan. Aku akan lepaskan kamu.”
Regina menelan ludah. Tenggorokannya kering. “Dan kalau... kalau salah satu dari kita jatuh cinta?”
Leonardo menatap mata Regina dalam-dalam. “Aku tidak akan pernah jatuh cinta !.” ucap Leonardo yang sangat gengsi tinggi
Regina tertawa pahit. “Kau bercanda, dan kau pikir aku bakal jatuh cinta padamu, setelah semua yang kau lakukan?!” serang Regina, matanya berkaca-kaca.
Leonardo mengangguk ringan. “Kalau begitu, kau tak perlu takut. 99 hari akan berlalu seperti angin.”
Regina mendekat. “Dan kalau ternyata kamu yang jatuh cinta padaku, Bagaimana ?
Leonardo kaget dengan pertanyaan regina, Leo mendekat juga. Jarak mereka tinggal beberapa langkah. " apapun akan ku berikan, jika aku aku jatuh cinta padamu, tapi jangan pernah berharap itu terjadi ..!
"Kau yakin bisa menepati ucapanmu, lalu jika aku menolak perjanjian yang kamu tawari itu bagaimana ?."Ucap regina yang sangat menantang.
Leonardo menarik nafas panjang, sambil melangkah pergi keluar dari kamari Regina.
Sebelum keluar dari kamar, ia menoleh sekali lagi. “Kau punya dua hari. Pikirkan baik-baik.”
Lalu pintu menutup. Suara kuncinya terdengar lembut, tapi justru itulah yang paling menyesakkan.
Regina berdiri di tempat. Kepalanya penuh dengan, campur aduk antara takut, marah, bingung, dan... penasaran.
Ia merasa seperti boneka mainan di tengah dua lelaki yang berkuasa , Leonardo dan Dom. Keduanya sama-sama keras, sama-sama berbahaya, dan sama-sama mempunyai sifat keras kepala, dan angkuh, sombong
Ia memukul bantal di hadapannya, menahan amarah yang makin menggumpal. Kepalanya penuh tanda tanya, tapi satu hal pasti Regina muak. Muak dengan semua ini.
