Part 6
Pagi ini Larry terbangun dari ranjangnya, disampingnya ia tidak melihat gadis itu tangannya meraba namun kosong.
Pandangan matanya menjadi turun di bawah betapa syok nya mendapati pemandangan bahwa gadis itu menyayat tangannya sendiri dengan silet, pergelangan tangannya mengeluarkan banyak darah mengalir.
Dengan cepat Larry mengenakan pakaian, ia mengambil pakaian Fusya, di pakaikan paksa kepada tubuh Fusya lalu mengendong menuruni lift apartemen dan menuju rumah sakit.
"Sial apa yang aku perbuat sampai seperti ini," gerutu Larry dalam batinnya.
Dengan berlari dan mengendong Larry membawa ke sebuah ruang UGD dan segera di tangani oleh pihak Rumah Sakit.
Diruangan tunggu Larry duduk menundukkan kepalanya di bopong kedua tangannya mencoba mengingat kejadian apa semalam yang telah ia lakukan.
Samar-samar mulai terekam di otaknya.
"Astaga aku melukainya," frustasi sendiri dengan sikapnya.
Larry memandangi terus kedua telapak tangannya lalu dengan keras ia tonjokan di tembok belakangnya "tangan bodoh," ucap Larry sendiri.
Tangannya banjir dengan cairan merah karena kerasnya benturan tangannya dengan tembok.
"Maafkan aku Fusya," ucap Larry menarik napas dalam-dalam.
Beberapa menit kemudian..
Dokter telah keluar dari ruang pemeriksaan, "keluarga Nona Fusya,"
Larry yang mendengar nama Fusya berdiri dan menghampiri dokternya, "bagaimana keadaan Fusya? Aku adalah suaminya," ucap Larry mendekati sang dokter.
"Anda suaminya,?" Tanya sang dokter.
"Ya, benar dokter, saya suaminya," balas Larry meyakinkan.
Dokter perempuan itu mengajak Larry untuk berbicara empat mata ke sebuah ruangan.
"Maaf tuan, mengapa banyak sekali bagian luka pada istri anda, dan parahnya adalah di bagian ke intimanya atau alat pribadi istri bapak mengalami luka-luka," Tegas dokter itu.
Larry menghembuskan nafasnya dengan berat, "iyah, saya tahu,"
"Sepertinya istri tuan mengalami depresi berat,"
"Depresi berat?" Tanya Larry.
"Saya sarankan agar istri tuan menjaga kondisi dan tidak banyak fikiran dalam waktu dekat ini,"
"Iyah baik saya mengerti,"
Larry berjalan pergi menuju ruangan dimana Fusya terbaring lemah disana, beberapa infus telah menemani tubuhnya.
Duduk disampingnya dan mengamati wajah cantik itu, "maaf jika aku terlalu jahat,"
Tangannya mengelus rambutnya "bangunlah Fusya,"
Masih terbayang perlakuan semalam kepadanya, jeritan rintihan itu tersamar kembali di telinga Larry.
Melepas pakaian nya mencambuk nya dengan 1 hentakan yang menyakitkan.
"Ayah...ibu," gadis itu mengigau.
Larry histeris ketika mendengar Fusya berbicara dan segera memanggil dokter untuk memeriksa nya kembali.
*****
"haiii, bagaimana kondisi mu," Larry Tersenyum kepada Fusya ketika ia membuka matanya.
Beberapa perawat telah selesai memeriksa lalu keluar dengan kesibukan nya sendiri.
Bibir Fusya pucat matanya sayu kulitnya menjadi putih masih mencoba untuk menalar semua yang terjadi.
Ketika mata Fusya melihat Larry duduk di sebelahnya ia memalingkan wajah, ia tidak ingin melihat Larry.
"Pergilah aku bukan Varen," ucap Fusya mengusir.
"Besok aku akan menikahimu,"
Fusya membulatkan matanya, "tidak ..aku tidak mau menikah dengan monster hidup seperti mu,"
"Kau harus menuruti nya,atau terima hukuman," ancam Larry.
"Tidak Larry, dirimu tidak bisa seenaknya seperti ini, janganlah semena-mena dengan orang rendah sepertiku," balas Fusya semakin kesal.
Larry mendengarkan setiap keluh yang di utarakan Fusya dengan seksama.
"Baiklah aku akan bercerita sedikit,"
Fusya menutupi telinganya dengan kedua tangannya, " aku tidak ingin mendengarkan itu," bantah Fusya semakin kesal.
"Kenapa kau selalu suka kuperlakukan dengan kasar Fusya, jika kau gadis pintar kau akan menuruti setiap ucapanku, kau tidak perlu harus kabur karena jika kabur setiap hukuman akan berlaku untukmu, kau tidak harus menolak perkataan ku sehingga membuatku harus kasar padamu, karena tugasmu cukup mendengar dan melakukan, cobalah pintar sedikitz" ketus Larry panjang lebar menatap wajah Fusya.
Fusya mengambil segelas air putih lalu menyiram air putih yang ia raih di wajah Larry, "jangan sok bijak ...kau adalah lelaki tergila yang pernah aku temui,"
Larry membersihkan air yang membasahi wajahnya dengan tangannya.
"Ayok cepat pulang, kita akan mengurus pernikahan kita," ucap Larry dengan enteng.
"Kenapa kau tidak membiarkan diriku mati Larry, eengan begitu aku tidak merasakan sakit hati dan fisik karena semua yang kau lakukan," Teriak nya di atas ranjang rumah sakit.
Di sisi lain
Di rumah Evan datanglah seseorang menemui nya lelaki namun sedikit lebih tua darinya.
"Aku melihat dengan kedua mataku sendiri, bahwa gadis itu sangat cantik,"
Lelaki di depannya itu hanya terkekeh meneguk minuman yang ia genggam, "sudah kuduga, bisakah kau ceritakan bagaimana porsi tubuhnya?"
Evan berfikir sejenak, "tubuhnya seperti model, bahkan simpanan mu sangatlah tidak ada bandingannya,"
"Aku suka itu, jadi kapan kau membawa nya kemari,"
"Dadanya tidak besar, namun berisi," Senyum licik Evan.
Lelaki di hadapannya mengeluarkan amplop coklat yang berisi segepok uang, "aku menambah uang dari perjanjian kita, bisakah secepatnya,"
Evan meraih amplop itu lalu membuka dan meliriknya, "it's good,"
Kedua pria itu bersalaman dan berjabat tangan lalu pergi meninggalkan kediaman Evan.
Evan meraih ponselnya dan menelpon seseorang, "Rencana B di mulai,"
Terlihat balasan tertawa senang dari lawan bicaranya.
~~~~~~~
Larry tidak perduli dengan kondisi Fusya yang belum sembuh total dengan keadaannya.
Didalam mobil mereka berdua terlihat berdebat dengan argumentasi masing-masing.
"Baiklah aku beri kau pilihan," ucap Larry.
"Tidak, pilihan mu tidak bisa dipilih,"
Tolak Fusya mentah-mentah.
Larry menatap kesal kepada Fusya yang berbicara seperti itu, "baiklah kau sudah mengerti,"
"Silahkan pilih Fusya, kau jadi pelacur di tempat diskotik, atau kau menjadi istriku," tanya Larry.
"Menjadi pelacur di diskotik,"
Larry mempercepat kecepatan mobilnya hingga membuat kepala gadis itu kaget dan sedikit terbentur.
"Kau akan menerima konsekwensinya karena sudah salah mengucapkan itu padaku," ucap Larry dan Fusya hanya memalingkan wajah.
