Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2 - Beginning

"Hay Vanya, kenalkan, namaku Sasa Smith. Kalau boleh tau kau anak kelas berapa?"

Vanya tersenyum. "Ini tahun pertamaku."

Sasa menutup mulutnya dia terkejut. "Wah... kita sama! Aku berharap kita satu kelas, yah."

Sasa dan Vanya menatap mading tulis, untuk mencari kelas mana yang mereka tempati. Dan benar, Sasa dan Vanya satu kelas.

Sasa memeluk Vanya. "Vanya aku senang doa kita terkabulkan. Kita sekelas!" Sasa dan Vanya adu jotos, keduanya bahagia, karena mereka jadi teman.

Tiba mereka dikelas, Vanya mencari bangku paling belakang dimana bangku depan semuanya sudah terisi penuh oleh siswa siswi dari kalangan orang kaya. Vanya harus tau diri, dia tidak pantas duduk bersama orang kaya, karna dia tau dia miskin.

Vanya menyimpan tasnya di laci. Sasa memilih duduk disampingnya.

Vanya berbisik, "Hai, kau tidak pantas duduk dibelakang bersamaku."

Sasa memutar bola matanya malas, ia tidak perduli. Ia mengeluarkan buku belajarnya, karna sebentar lagi guru kelasnya masuk. "Emang kenapa bila kita bersama, kita-kan sahabat."

Vanya merasa nggak nyaman bila berteman dengan orang kaya. Dia bergumam, "Aku tidak layak jadi temanmu."

Sasa memutar kepalanya kesamping menatap Vanya yang sibuk mengeluarkan buku belajarnya. "Aku tidak perduli. Mulai sekarang kau dan aku sahabat sejati. Titik. Aku tidak terima penolakan," jelasnya.

Vanya mendorong bahu Sasa, dia malu. "Siapa yang mau tolak bersahabat dengan orang kaya sepertimu. Keuntungan seperti ini tidak boleh di tolak. Kau tau kenapa?Aku bisa datang padamu untuk meminjam uangmu," tawa Vanya.

Sasa menggelengkan kepalanya, itu karna Vanya terlalu jujur jadi manusia. "Jangan-kan pinjam uangku, bila kau bersamaku, aku pasti akan membelikanmu barang mewah. Bahkan menteraktirmu makanan."

"Siap kapten." Vanya memberi hormat sambil tertawa jahil.

Bel pelajaran dimulai.

Di kantin Vanya dan Sasa menikmati makan siang di dalam kantin, dimana suasana disana begitu ramai, bahkan semua gadis dan laki-laki terus saja membahas masalah kencan one night standnya selama liburan sekolah mereka.

Sasa menggigit hot dognya. "Vanya apa kau punya pacar?" tanya Sasa tiba-tiba.

"Tidak! Keluargaku melarangku berpacaran." Vnya memainkan sedotan jus jeruknya.

Saat mereka berbicara, tiba-tiba sebuah ributan dan kata-kata kagum semua orang terdengar, dimana ketiga pria tampan bagaikan dewa masuk ke dalam kantin.

Vanya melirik tiga laki-laki yang tersenyum tampan pada semua murid dikantin. "Siapa mereka?"

Sasa berbalik melihat.

Teman-teman kelas Vanya baru datang, memilih duduk di bangku panjang bersama Vanya dan Sasa. Mereka seperti sengaja mengosongkan meja dipojok, sebab mereka diusir oleh kakak kelas mereka yang lain.

Dela teman kelas Vanya menjawab pertanyaan Vanya, "Mereka pria idola disekolah ini. Kau lihat yang duduk di samping jendela sana, namanya Revano orang kaya nomor 3 di Britania. Di sampingnya Revano, bernama Dion. Ia orang kaya nomor 4, dia punya pabrik mobil spor mewah didalam Negri ini. Dan di dapan Revano bernama Yustin, dia anak menteri keuagan―kau harus hati-hati dengan mereka," Dela menjelaskan dan juga peringatkan.

Vanya hanya berkata: Oh padanya.

Tak lama kemudian, pintu kanting terbuka lagi menampilkan sosok Pria yang begitu sangat tampan, berwajah dingin, dan cool, memang tidak ada tandingannya dengan yang lain.

Jantung Vanya berdetak, matanya terus menatap pria tampan itu. "Siapa dia?"

Sasa berwajah suram mencolek pipi Vanya yang duduk berhadapan dengannya. "Vano Wilson, dia pemilik sekolah ini, dia berbahaya, sepenuhnya malaikat iblis, dia maniak," gumam-nya.

Vanya mengedipkan matanya pada Sasa, dia tidak mengerti, Vano berbahayanya dimana.. Vanya diam-diam melirik 4 laki-laki yang duduk di samping jendela kaca besar.

Bahkan mata Vanya terus terpancar perasaan kagum terhadap Vano Wilson itu sendiri, dimana Vano sendiri duduk melebarkan kakinya sambil bersandar santai di kursi, melipat kedua tangannya didada mendengar ketiga temannya bicara.

Dela menyenggol siku tangan Vanya, "Hai, berhenti melihatnya, bila kau melihatnya terus, kau bisa saja jatuh dalam pesonanya. Dau apa kau tau, apa yang terjadi nantinya? Kau bisa gila dibuatnya," tawa mereka semua dimeja itu.

Vanya ikut tertawa memukul bahu Dela. "Bukan aku saja yang melihatnya-kan, lihat tuh semua gadis lain menatapnya buas. Aku hanya sebatas pengagum saja, lagian aku tidak ada niat untuk berpacaran," jelasnya beritahukan.

"kenapa?!" tanya Sasa padanya.

Vanya menghela napas menaikkan bahunya. "Bila kau punya pacar, kau harus siap ... perawanmu hilang-kan?" ucap Vanya singkat.

Dela menggeleng kepala. "Ini sudah budaya kita sebagai Warga Eropa. Melakukan hubungan sex bersama pria itu adalah hal yang tidak tabu lagi! Lagian bila ada gadis yang masih perawan dijaman sekarang, berarti dia cemen." Dela memberi Vanya jempol terbalik.

"Apa kalian masih perawan?" bisik Vanya pada Dela.

"Aku tidak perawan, aku wanita normal, ingin tau namanya surga dunia seperti apa," Dela tidak malu mengatakan.

"Aku 100 persen masih perawan, aku tidak suka sex. Namun aku hanya ingin tau alasannya, kenapa kau masih menjaga kepolosanmu Vanya?" tanya Sasa tiba-tiba.

Vanya tersenyum menanggapi Sasa. "Aku mengikuti ajaran agamaku. Bila kau ingin menjadi anak Tuhan, maka jagalah kepolosanmu, dan Tuhan sendiri akan bersamamu."

Sasa memberi jempol padanya. "Aku suka jawabanmu itu! Kapan-kapan ajak aku beribadah bersama-mu."

Dela yang merasa terabaikan memutar matanya malas, lalu pergi meninggalkan kantin.

Vanya mengalihkan pandangannya pada Vano. Kedua mata mereka bertemu secara tiba-tiba. Vanya memalingkan wajahnya kearah tempat lain, agar Vano tidak curiga padanya.

'Duh, nih jantung, kenapa sedari tadi berdetak kaya gini sih. Semoga Sasa tidak dengar irama jantungku yang bersuara keras ini.' Vanya memejamkan matanya sebentar agar rileks.

"Hay apa kau baik baik saja?" Sasa meremas jemari tangan Vanya yang dingin seketika.

Vanya membuka matanya tertawa. "Aku sepertinya sakit perut, aku pergi dulu yah!"

Vanya berdiri dari kursinya dan tidak sengaja lagi melirik Vano. Sungguh betapa syoknya Vanya, ternyata Vano mengubah cara posisi duduknya yang memang terlihat sengaja mencari pandangan padanya. Kepalanya yang miring itu perlihatkan tatapan matanya yang tajam, bagaikan elang yang seperti mencari mangsa.

Vanya tergesa-gesa pergi dari sana, tangannya terus bergetar, dia tidak mengerti ada apa dengan dirinya. Kenapa dirinya seperti takut melihat mata tajam bagaikan elang itu.

Vanya di dalam toilet membasuh wajahnya menatap cermin wastafel. 'Cara posisi duduknya itu sepertinya dia sengaja. Apakah dia memang sedari tadi manatapku? Bola Mata hijau, yang indah namun tajam bagaikan pisau tak kasat. Tatapan yang dia pancarkan itu padaku matsudnya apa? Ada apa dengan ku, apa aku ada salah dengannya-kah. Bukan, ini seperti tatapan intimidasi. Kenapa aku jadi takut begini.' Vanya menekan dadanya, bayangan-bayangan wajah Vano terus berada di dalam igatannya.

"Hai... kau aneh. Aku sedari tadi menunggumu di ambang pintu toilet. Kau terlalu lama."

Vanya kaget lansung berbalik, dia Sasa. Sasa mengejutkannya.

"Kau hampir saja membunuhku!" Vanya menabrak bahu Sasa.

Sasa berjalan samping dengan Vanya. "Kau terlihat aneh saat berjalan meninggalkan-ku di kantin. Kau seperti ketakutan. Ada apa?"

Vanya dan Sasa duduk dikelas karna sebentar lagi jam pelajaran dimulai. Vanya ingin cerita tentang barusan yang dia lihat, namun dia urungkan niatnya. Dia tau, setelah dia cerita tentang Vano, Sasa tidak akan percaya padanya, dan menganggap Vanya membuat cerita kebohongan tahayul tingkat tinggi.

"Aku aneh ... karena sedari tadi menahan pipis," bohong Vanya.

Sasa menyipitkan matanya, dia tau Vanya berbohong, itu karna waktu Vanya keluar dari kantin. Vano justru ikut pergi.

Sasa yang mengejar Vanya, ia jelas-jelas melihat Vano mengikuti Vanya dari arah belakang sambil menyelip mengintip dari arah setiap belokan koridor sekolah, agar Vnya tidak menyadarinya. Bisa dikata Vano wilson seperti Stalker.

Saat Vanya masuk kedalam toilet wanita, ternyata Vano ikut masuk kedalam toilet. Sasa yang takut akan hal sesuatu terjadi pada Vanya, ia langsung pura-pura kebelet ingin buang air juga. Dan betapa syoknya Sasa melihat Vano mengintipi Vanya didalam toilet

Sasa yang pura-pura tidak melihat kelakuan Vano, dia langsung memutar kran air wastafel, agar Vano sendiri menyadari bahwa ada orang lain di dalam toilet itu.

Vano yang tidak terlihat lagi mengintipi Vanya buang air. Vano memilih berdiam diri didalam toilet untuk bersembunyi, agar tidak ada yang mengatahui kehadirannya.

Sasa mengelus dada, napasnya memburu, sungguh dia tidak percaya tentang apa yang dia lihat barusan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel