Pustaka
Bahasa Indonesia

YOU DEATH OF ME

65.0K · Tamat
CATHERINE CUNG
55
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Cerita ini menceritakan tentang gadis polos dari keluarga sederhana bernama VANYA MARTINES yang pertama kali jatuh cinta pada pandangan pertama pada kakak kelasnya bernama VANO WILSON. Namun apa yang dia kira selama ini, ternyata VANO bukanlah laki-laki baik, dia PENJAHAT KELAS Atas yang Diincar sejak lama oleh Polisi FBI Amerika Serikat.

RomansaMetropolitanBillionaireDewasaRevengeCinta Pada Pandangan PertamaThrillerSuspensebadboypembunuhan

BAB 1- Prolog

Namaku Vanya Martinez, aku baru saja lulus dari sekolah menengah pertamaku dan akan memasuki sekolah menengah atas. Aku sangat senang diterima bersekolah di SMA Weslan atas prestasiku menempuh pendidikan

Yah, tidak gampan bersekolah di weslan, karna semua siswa siswi yang bersekolah disana adalah murid-murid dari kalangan orang kaya. Termasuk anak pejabat, anak menteri, konglomerat dan sebagainya.

Aku sendiri hanya murid yang beruntung mendapatkan beasiswa karna aku lumayan berperestasi. Bila di tanya apa pekerjaan Keluargaku? Ayahku hanya seorang guru honor yang mengajar di SD, namanya Sandy Martinez. Ibuku bernama Mariam, hanya ibu rumah tangga yang punya usaha toko bunga. Dan aku punya seorang adik laki-laki yang masih duduk di kelas 1 SMP.

DISINI KISAHKU DIMULAI

“Ayah, ibu ... lihat ini! Ini surat pernyataan dari sekolah―bahwa aku bisa bersekolah di weslan,” teriak Vanya di dalam rumahnya, menuju ayah, ibunya yang sedang menonton berita TV.

Napas Vanya memburu, ia langsung berikan amplop coklat pada mereka untuk segera membacanya. Mariam menarik tangan Vanya untuk duduk di tengah mereka, dan Sandy sendiri tersenyum berikan amplop itu pada istrinya usai membacanya.

Sandy mengusap surai rambut Vanya. “Ayah bangga padamu, kau memang murid berprestasi. Kau memang pantas bersekolah disana.”

Mariam memeluk amplop itu di dadanya, sambil mengucap rasa syukur pada Tuhan. Dia tau bersekolah di Weslan tidaklah mudah bagi semua rakyat jelata seperti mereka. Mariam berharap bahwa sekolahnya Vanya disana, membawa nama baik bagi keluarganya, dan menjadi contoh teladan bagi semua orang, bahwa menjadi murid berprestasi bisa saja bersekolah di weslan.

“Vanya, apa kau sudah persiapkan peralatan sekolahmu untuk bersekolah besok lusa?! Ibu harap kau jangan lupa itu.” Mariam bertolak pinggan menatap Vanya kesal.

“Ibu tenang saja, aku tidak akan lupa dengan hal penting ini. Ibu tau sendirikan, weslan adalah sekolah inpian-ku sejak lama.” Vanya berdiri berputar, sambil loncat riang di depan keluarganya.

Keluarga Martinez memang adalah keluarga harmonis dan sangat di kenal dari kalangan orang-orang terdekat, karabat, dan para tetangga. Martinez adalah keluarga baik yang selalu membantu kalangan susah di manapun itu, mereka tidaklah pelit. Berbeda dari kalangan orang kaya yang perlit dan cuek, seakan-akan takut jatuh miskin.

Vanya pergi membeli beberapa perlengkapan pakaian sekolahnya, dan juga membeli sepatu kets merek adidas kualitas palsu. Vanya tau diri ayahnya tidak akan mampu membeli sepatu dengan harga puluhan Juta pound sterling. Lagian uang dari mana dia mampu membeli barang branded seperti itu, bisa tidak makan ia jika hanya membeli sepatu dengan harga puluhan juta. Memang egois jika orang miskin harus di paksakan diri meniru cara fashion orang kaya.

Vanya yang berjalan kaki di sepanjang jalan untuk segera pulang karna ibunya terus saja menelpon, tiba-tiba sebuah mobil sport mewah melaju cepat menginjak genangan air lumpur hingga mengenai bajunya indahnya.

Baju dres Vanya yang berwarna putih, seketika berubah menjadi warna coklat dan kotor akibat mobil sport yang melaju cepat itu.

“Sialan! Semoga kau kecelakaan!” teriak Vanya sekencang-kencangnya, agar orang itu mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Tapi percuma saja ia teriak, mobil itu tidak akan berhenti walaupun Vanya menyumpahinya.

Pria yang membawa mobil itu melihat dari kaca spionnya sebentar. Dia sadar atas perbuatannya, tapi bukan perasaan kasihan yang ada di hatinya, dia sebaliknya melontarkan kata hinanya, “Dasar wanita sampah, miskin,” ucapnya langsung, semperti tidak suka pada wanita tak bermodal, pejalan kaki, berpenampilan kotor.

Napas Vanya naik turun sehabis teriak kencang di campur emosi. Bagaimana bisa gadis secantik dia bisa berubah menjadi kotor dan bau seketika, hanya karna mobil orang kaya lewat tanpa melihat situasi.

Vanya menyentuh kepalanya. “Oh tidak, bagaimana bisa aku lontarkan unpatan kasar barusan. Bila Ibu dan Ayah tau, pastinya mereka akan mengubah cara pandang mereka padaku.” Vanya menghela napas. “Tidak Vanya, kau harus tenang, kau ini gadis polos―harus sabar berpikir bijaksana,” Vanya bicara pada dirinya sendiri, agar tidak bertindak impulsif.

Mobil itu sudah memasuki pintu gerbang untuk membawanya ke mansion miliknya. Bahkan mobil itu harus melaju lagi melewati jalur hutan-hutan selama 30 menit, agar sampai di halaman mansionnya.

Vano keluar dari mobilnya, lalu melihat kap body mobilnya yang begitu kotor, ia membanting pintu mobilnya kasar, lalu melempar kunci mobilnya pada anak buahnya yang menghampirinya, agar mobil kesayangannya segera dibersihkan.

Vano melempar jas bajunya ke sofa panjang, dimana disana terlihat Revano, Dion dan Yustin sedang bermain kartu, mereka bukan bermain kartu biasa mereka berjudi mempertaruhkan barang berharga mereka, termasuk kekasih gelap mereka di jadikan sebagai barang taruhannya.

Vano penghempaskan bokongnya di kursi pribadinya, lalu melonggarkan dasinya yang hampir saja mencekik lehernya. “Apa ada berita hari ini?!” tanyanya tiba-tiba.

Revano melempar kartunya. Ia sudah bosan bermain. Ia mengubah cara duduknya berhadapan dengan Vano. “Ayahmu membuat paraturan baru di Weslan, dia membuat dana beasiswa untuk murid tidak mampu agar bisa bersekolah di Weslan. Yah ... tentu saja bukan dengan cara geratis bisa sekolah di tempat orang kaya, mereka yang bersekolah di weslan harus punya kemampuan otak super jenius,” jelasnya.

Dion tersemyum merentangkan kedua tangannya menggapai sandaran kursi yang dia duduki sendiri. “Tidak hanya itu saja Rev, mereka yang pintar harus bisa menggantikan guru untu mengajar.”

“Mejadikan murid beasiswa sebagai babu guru-kan, atau menjadikan murid beasiswa itu sebagai guru pengganti?” hina Yustin menyunggingkan bibirnya.

Vano mengusap wajahnya. “Aku tidak perduli soal itu. Selagi sekolah milikku tidak di rugikan, aku akan mendukung setiap keputusan ayah bejatku itu.” Vano tersenyum menganggukkan kepalanya seperti mengatahui sesuatu. Vano menghebuskan asap rokoknya di udara. “Bawakan aku, tiga artis cantik yang masih perawan!” perintahnya pada Revano. Dimana Revano sedang mengetik pesan dilayar ponselnya.

Vano beranjak pergi menghentakkan sepatunya, dan kedua tangannya masuk kedalam kantong celananya di setiap sisinya. Wajah Vano yang judes berhati dingin, berahang tegas menampilkan dirinya bahwa ia sosok pria sangar, kejam, dan berbahaya.

***

“Vanya cepat bangun! Kau terlambat.” Mariam membuka horden jendela.

Vanya mengucek matanya menatap jam di dinding kamarnya. Betapa terkejutnya ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. “OMG ... 40 menit lagi pelajaran di Weslan mulai.” Vanya berlari masuk ke dalam kamar mandi.

Mariam bertolak pinggang marah pada anaknya, dia mengira Vanya sudah bersiap-siap sedari tadi. Ternyata anaknya itu masih tidur, bahkan jam beker saja dia tidak menyetelnya.

Vanya tergesa-gesa memakai seragam sekolahnya. “Ibu maaf, semalam aku lupa mengatur jam alarm. Aku terlalu bersemangat untuk tidur, akibat lelah berjalan kaki kemarin dalam keadaan―” Vanya tidak melanjutkan perkataannya, ia mengepalkan tangannya mengingat kejadian itu lagi. Gara-gara bajunya yang kotor, dia sampai di tertawakan oleh semua orang di jalanan. Mau tidak mau Vanya hanya menahan malunya saja dalam kondisi prihatin.

Vanya mencium pipi ibunya yang masih duduk di kursi meja belajarnya. “Bu, maaf, aku tidak ikut sarapan. Aku sangat terburu-buru. Aku pergi dah!”

Vanya menunggu bis di halte, tiba-tiba mobil limosin mewah berwarna hitam berhenti tepat di hadapannya. Supir berjas rapi turun membuka pintu mobil, dan menampilkan seseorang gadis cantik yang berpenampilan modis berambut warna warni tersenyum padanya.

“Hai... kita satu sekolah, ayo bareng!” tawarnya memberi tumpangan. “Ayolah! Kau bisa terlambat menunggu bis disini,” paksanya.

Vanya yang menatap jam tangannya, tidak bisa menolak bantuan teman satu sekolahnya. “Terima kasih Nona. Kenalkan, namaku Vanya Martinez.” Vanya mengulurkan tangannya untuk mengenal gadis cantik di hadapannya.