Air hitam yang tak pernah tidur
Aldrin menatap foto itu, masih gemetar. Hatinya memberontak, pikirannya menolak, tapi tubuhnya membeku. Gambar itu terlalu jelas. Terlalu nyata. Tapi… kenapa ia tak bisa mengingat?
Jeritan dari bawah jembatan semakin keras.
"Ajak dia ke sini! Ajak dia ke sini!"
Jembatan berguncang. Papan-papan bertuliskan nama mulai patah satu per satu. Kabut mengamuk, seperti makhluk yang lapar.
Aldrin tak punya waktu. Ia bangkit dan berlari menuju ujung jembatan yang belum runtuh. Di belakangnya, sosok-sosok hitam itu tetap mengejarnya, tapi mereka mulai terlempar ke sungai satu per satu seiring papan jembatan runtuh.
Namun satu sosok tetap bertahan.
Satu-satunya yang tidak terlihat gelap seperti yang lain.
Ia memakai jaket hitam. Dan dari kejauhan... wajahnya tampak familiar.
Raka.
Aldrin berhenti.
"Raka...? Itu kamu?"
Sosok itu berjalan perlahan, tapi tiap langkahnya membuat papan jembatan seolah tumbuh kembali. Seperti jembatan ingin dia mengejar Aldrin.
"Jangan pergi, Drin," katanya, dengan suara yang berat. "Kita belum selesai main."
"Aku nggak ngerti. Aku nggak ingat apa-apa!"
Raka berhenti tepat lima meter di depannya. Matanya merah, kulitnya pucat seperti mayat tenggelam.
"Kamu nggak mau ingat."
Aldrin mundur perlahan. Di belakangnya, jembatan berakhir dengan menggantung di tengah kehampaan. Tak ada jalan lagi.
"Apa yang terjadi waktu itu?" Aldrin berteriak. "Kenapa jembatan ini muncul terus?! Kenapa kamu... kenapa kamu menuduh aku?!"
Raka tertawa kecil. Tawa yang tak pernah Aldrin dengar sebelumnya.
"Lihat ke sungai. Mungkin kamu akan ingat."
Aldrin menunduk. Air di bawahnya berputar. Gelap dan dalam.Lalu... sesuatu muncul di permukaan.
Sebuah tubuh.
Tubuh seorang remaja dengan pakaian yang sama seperti Aldrin. Tapi kepalanya menghadap ke bawah, rambutnya menutupi wajah, dan ada darah mengucur dari tengkuknya.
Aldrin memucat. "Siapa... itu?"
Raka berbisik, "Itu kamu. Bagian dari kamu yang kamu tenggelamkan waktu itu."
Tiba-tiba, tubuh di air itu bergerak. Kepalanya menoleh pelan ke atas. Matanya terbuka.
Aldrin berteriak.
Tubuh itu adalah dirinya sendiri.
Dan dari bibir tubuh itu, suara parau menyusup ke telinganya:
"Satu kaki sudah menyeberang... yang lain akan segera menyusul."
Seketika, papan jembatan terakhir di bawah kakinya patah. Aldrin terjatuh.
Ia merosot ke dalam air yang dingin, pekat, dan penuh bisikan.
Brught...
Aldrin terbangun di ranjang rumahnya.
Tubuhnya dingin. Tapi tidak basah. Napasnya tersengal. Di meja sebelah tempat tidurnya, ada sesuatu.
Foto yang sama.
Ia mengambilnya perlahan. Tapi kali ini... gambar itu berbeda.
Foto itu menunjukkan dirinya berdiri di depan jembatan kayu yang utuh dan sunyi. Tak ada Raka. Tak ada sosok hitam. Tapi... bayangan Aldrin di foto itu tidak cocok dengan posisinya.
Bayangannya menghadap ke arah yang berbeda.
Dan di belakang bayangan itu... ada siluet seseorang yang menggenggam paku besar.
**
