Bab 13
“Kau baik-baik saja?“
Dugg!
Suara itu seakan menyetrumnya. Aliran darahnya mendadak bergerak kelewat kencang. Takut-takut ia mendongakkan wajahnya untuk mencari asal suara itu. Dan di hadapannya lah kini Park Dong Gun berada. Berjongkok mengamati pergelangan kakinya. Yoona diam sesaat mengamati wajah tampan itu. Senang melihat raut cemas Dong Gun yang tentu tengah mencemasinya.
“Mari aku bantu.“
Dong Gun mengaitkan tangannya di lengan Yoona. Membantu Yoona berdiri lalu duduk di salah satu bangku taman yang ada di halaman belakang.
“Luruskan kakimu.“
Ia buka heels itu dari kaki Yoona. Masih dengan debaran jantung yang memburu, Yoona terus saja bungkap karena bingung hendak mengatakan apa.
“Aku baik-baik saja.“ Dan kalimat itu keluar begitu saja.
Dong Gun mengalihkan sejenak pandangannya dari kaki Yoona ke wajahnya.
“Benarkah?” Dong Gun kembali fokus pada pergelangan kaki Yoona.
Ia menggerakkan kaki Yoona dan menghasilkan erangan kecil dari mulut Yoona.
“Sakit?“ Yoona terpaksa mengangguk—karena memang sakit. “Kita kerumah sakit saja.“
“Aa tidak perlu.“
Tangkas Yoona menghentikan gerakan Dong Gun yang sepertinya hendak menggendongnya.
“Aku baik-baik saja.“ volume suaranya melemah karena Dong Gun tengah menatapnya.
Batin Yoona berkata, “Ada apa dengannya? Kenapa dia bersikap seperti ini padaku? Bukankah ini terlalu cepat untuk kami yang bahkan sama sekali tidak dekat?”
Ya, Yoona merasa tidak nyaman. Dong Gun duduk disampingnya tanpa melepaskan tatapannya.
“Kau masih tidak mahir menggunakan heels?“
Yoona diam sejenak guna memahami pertanyaan itu.
“I-iya.“ Jawabnya yang entah mengapa merasa aneh.
Bukankah pertanyaan itu terdengar tidak cocok untuk mereka yang sama sekali tidak dekat?
“Yak, kau kenapa?“ tampak Sehun tengah menghampiri mereka dengan raut cemas di wajahnya.
“Hanya.. Terpeleset.“ Sahut Yoona yang tak berani membalas tatapan Sehun.
Kedatangan Sehun membuat Dong Gun berdiri tegak tidak jauh dari Sehun. Kedua lelaki itu saling tatap. Dalam diam Yoona gunakan kembali heelsnya.
“Oh Sehun? Apa kabar?“ Sapa Dong Gun terdengar ramah. Tapi Sehun tak memperlihatkan eskpresi wajah yang menyenangkan.
“Baik.“
“Kau masih mengingatku kan?”
“Aku tidak mungkin melupakanmu, hyung.” Dari nada bicaranya terdengar tak senang.
Dong Gun tersenyum kecut mendengar perkataannya. “Maaf sekali, sepertinya kami harus pulang lebih awal.“
Sehun masih dengan wajah dinginnya. “Bangun.“ Membantu Yoona bangkit dari duduknya.
“Kau bisa jalan?“ Yoona mengangguk pelan—karena memang tak sesakit itu. Ia berdiri dengan tangannya yang memeluk erat lengan Sehun.
“Kami pergi dulu.“ Bahkan Yoona tak sempat mengucapkan kata perpisahannya pada Dong Gun.
“Kau ketus sekali.“
“Aku berkata seperti biasa.“
“Kalian saling kenal?“ Tanya Yoona yang masih bergelantungan di lengan Sehun.
“Dia teman Jae Hoon hyung.”
“Aaa! Benar sekali. Aku baru ingat itu.”
Disamping itu Yoona juga mengamati para tamu undangan yang mereka lewati.
“Mereka genit sekali!“ Kesalnya karena hampir semua tamu wanita melirik Sehun dengan tatapan nakal.
“Apa liat-liat!“ Bentaknya untuk mereka. Dengan matanya yang melotot seakan siap menghajar mereka. Mereka langsung mengernyit aneh kepadanya.
“Biarkan saja.“
Bisik Sehun yang masih menuntunnya menuju halaman depan rumah itu. Mendadak sekali Yoona hentikan langkah mereka.
“Sini kulihat.“ Ia sudah berdiri menghadap Sehun.
“Kenapa kemejamu tak kau kancing semua! Kau sengaja ya mau pamer dadamu?! Pantas saja wanita-wanita itu kepanasan.“
Omelnya sambil mengancing semua kancing kemeja Sehun. Perlakuannya menimbulkan semilir aneh di dalam dada. Ketika itu juga Sehun kembali teringat dengan pertemuannya dengan Dong Gun tadinya. Ia benar-bennar tidak menyukai itu. Karena itu ia reflek mencengkram kedua tangan Yoona yang tengah mengancing kemejanya.
“Kuharap ini yang terakhir kalinya. Aku tidak suka kau disentuh lelaki lain.“
Dapat Yoona rasakan kesungguhan di tiap kata-katanya. Desir aneh mendadak menggelutinya. Hingga membuatnya tenggelam dalam tatapan itu.
--
Kuharap ini yang terakhir kalinya. Aku tidak suka kau disentuh lelaki lain.
Yoona duduk dengan sangat tidak nyaman. Berbeda dengan Sehun yang tampak tenang sambil terus menyetir menuju rumah Yoona. Sedari tadi perkataan Sehun terus berputar di pikirannya. Kuharap ini yang terakhir kalinya. Aku tidak suka kau disentuh lelaki lain. Membuat tubuhnya meremang geli mengingat perkataan itu. Anehnya, Sehun terlihat santai seakan tidak terjadi apapun.
Juga seperti biasa yang ia lakukan selama ini. Selalu pamit dengan kedua orangtua Yoona setelah mengantar Yoona kembali kerumah. Tak banyak yang ia katakan ke Yoona sebelum ia masuk kedalam mobil. Jangan datang kekantorku. Kau akan sangat mengganggu. Hanya itu lalu menghilang seperti kilat. Membuat Yoona termenung di halaman rumahnya cukup lama. Mencoba memahami perkataan Sehun yang luar biasa aneh—menurutnya. Merasa akan canggung jika terus memikirkan perkataan itu, Yoona memilih tak mengambil pusing dan menganggap perkataan itu hanya candaan.
“Lelaki berhati dingin sepertinya tentu tidak akan..“ langkah geramnya membawanya masuk kedalam rumah.
--
Ia tengah membaca email masuk sembari menikmati segelas kopi hangat. Duduk di balkon apartemennya. Seharusnya pada pukul itu ia sudah tidur. Tapi entah mengapa ia merasa gelisah dan sama sekali tak mengantuk. Hanya duduk santai bersandar pada sofa, sesekali menyesap kopinya dengan matanya yang terus fokus pada layar tablet. Walau terlihat fokus ia tetap tak bisa menghindar ketika wajah Yoona melayang di pikirannya. Dan apa yang telah ia katakan pada wanita itu pun seakan ingin menyudutkannya. Sungguh, Sehun benar-benar tak sadar akan apa yang telah ia katakan tadinya.
Ia teguk habis kopinya. Geram bukan main memikirkan itu. Layar tablet sudah padam. Seiring dengan deru nafas panjangnya, ia alihkan pandangannya ke langit yang kelam. Bagaimana bisa aku mengatakan itu? Seperti itulah yang ia pikirkan. Untuk kesekian kalinya ia mendesah kesal. Tetapi walau begitu, tidak ada penyesalan sedikitpun. Seperti berkurangnya beban yang harus dipikul hingga ia merasa sedikit santai.
-
-
-
“Igeon amu gamdong eopsneun love story! Eotteon seollemdo eotteon uimido!“ teriak Haha sambil terus menyetir. “Negen mianhajiman i’m not sorry! Oneulbuteo nan nan nan!“
“Hyung.. Diamlah.“
Tegur Sehun yang selalu gagal fokus ketika mendengar nyanyiannya.
“Sabar, sedikit lagi.“
Siap untuk melanjutkan nyanyiannya. “Bicci naneun SOLO!“
“Hyung!“
“Aish!“ nyaris menekan rem. “Segitu bencinya kau dengan suaraku?“
“Stop hyung! Stop!“ bentak Sehun mendesak.
“Iya iya. Aku tidak akan menyanyi lagi. Kau ini—“
“Maksudku hentikan mobilnya!“
Bunyi berdenyit terdengar keras tepat ketika Haha menepikan mobil itu. Tanpa mengatakan apapun Sehun keluar dari mobil.
“Dia marah padaku?“
Haha mencoba mengikuti bosnya itu. Tapi baru saja ia hendak membuka pintu, dilihatnya dari balik kaca mobil. Sehun tengah mendekati seorang wanita yang sedang berdiri di halte bus. Melihat wajah wanita itu membuat raut wajah Haha menjadi sendu. Menarik nafas pun terasa berat. Ia memilih untuk tetap berada di dalam mobil.
“Mirae-ssi?“ Sapa Sehun dengan gugup.
Wanita itu menoleh padanya. Setelah melihat wajahnya, wanita itu tampak kesal.
“Ada apa?“
Sehun menghela nafas sejenak guna mengontrol rasa gugupnya.
“Kau mau berangkat ke kampus? Mau sekalian denganku? Aku bisa mengantarmu.“
Wanita yang bernama Mirae itu terus menatapnya tajam.
“Tidak perlu.“
Tepat ketika itu bis tiba di halte. Tanpa melihatnya, wanita itu langsung masuk ke dalam bis. Membuat Sehun menjadi lesu. Sama seperti Haha yang terus mengamatinya dari dalam mobil. Langkah gontainya membawanya kembali ke mobil.
“Tuan, gwenchana?“
Sehun hanya mengangguk pelan.
“Sabarlah. Mungkin dia masih sulit mengikhlaskan kepergian Raemi.“
Haha lanjut menyetir. Perjalanannya ke kantor ia habiskan dengan merenungkan kejadian satu tahun yang lalu. Entah mengapa, hingga kini penyesalan masih mengganggunya.
-
-
-
-
Continued..
