Bab 11 Pesona seorang Derrek
Bab 11 Pesona seorang Derrek
Mata Lolita terbelalak ketika mendengar kalau Camilla menginap di salah satu hotel bintang lima yang berada di kota Rengginaz. Siapa pun tahu berapa harga sewa kamar di hotel tersebut.
“Kamu yakin menyewa kamar di sana? Mengapa tidak bermalam di sini saja?”
“Aku kan tidak tahu kalau Kakak ada di rumah. Jam berapa acaranya?” tanya Camilla memastikan.
“Aku ingin kamu datang ke sini sebelum para tamu datang. Jam 6.30 kamu bisa datang bukan?”
“Aku akan mengusahakannya,” jawab Camilla mengangguk.
“Kalau begitu kamu harus tampil sempurna saat datang ke sini. Beth, hari ini kamu ikut dengan Mom ke salon. Ingat penampilanmu harus sempurna.”
Lolita tidak perduli dengan sikap enggan yang diperlihatkan oleh putrinya. Buat dia yang utama adalah pada saat Derrek datang maka mereka harus terlihat sempurna.
Camilla berusaha bangun dari kursinya dan dia tersenyum pada Beth yang membantunya berdiri. “Terima kasih.”
“Ada apa dengan kakimu?” tanya Lolita ingin tahu.
“Kecelakaan motor,” jawab Camilla singkat. “Aku permisi dulu. Sampai nanti sore.”
“Sore. Ayo Beth kita ke salon.”
Camilla tertawa kecil dengan sikap Lolita. Dia sangat mengerti kalau Lolita berusaha mengusirnya secara halus.
Lolita berjalan keluar menuju halaman depan di ikuti oleh Camilla dan Beth yang berjalan di belakangnya.
Lolita menyipitkan matanya dengan rasa iri melihat mobil yang digunakan oleh Camilla. Dia sama sekali tidak menduga bahwa adik iparnya yang belum bersuami lagi mempunyai mobil yang cukup mahal. Bahkan mobil yang digunakan Sam masih berada di bawah harga mobil Amelia.
“Aku tidak tahu bagaimana kamu bisa memiliki uang untuk membeli mobil semahal itu. Apa yang kamu lakukan selama ini?” tanya Lolita curiga.
Bagi Lolita sangat tidak mungkin seorang wanita yang bahkan menyelesaikan sekolah high school dengan jalur khusus sebelum akhirnya berhasil kuliah bisa mempunyai mobil semewah itu.
“Aku banyak melakukan pekerjaan on line Kak.”
Setelah menjawab pertanyaan Lolita, Camilla masuk ke dalam mobilnya dan tidak berapa lama dia sudah melewati pintu gerbang rumah keluarga Winter. Rumah kakak sulungnya Samuel Winter.
Camilla membawa mobilnya menuju Hotel Quens Star. Dia beruntung Baron memberikan kamar untuknya di hotel berbintang tersebut. Tidak ada yang mengetahui kalau Baron adalah salah satu pemilik Quens Star selain dirinya dan pengacara Baron yang kini menjadi pengacaranya.
Dengan langkahnya yang anggun Camilla berjalan memasuki loby hotel dan langsung menuju meja tempat pegawai yang melayani pemesanan hotel berada.
“Selamat siang. Bisakah aku meminta kunci kamar?”
“Selamat siang Nyonya dan selamat datang di hotel Quens Star,” sapa salah satu pegawai dan dari badge yang di pasang bernama Dawya.
Dawya segera memberikan pass card pada Camilla. “Apakah Nyonya memerlukan bantuan pelayan?”
“Tidak. Aku hanya membawa tas ini saja. Aku permisi dulu. Selamat siang.”
Setelah menerima kunci kamarnya, Camilla meneruskan langkah kakinya dan dia tidak mengetahui kalau ada sepasang mata yang mengawasinya bahkan sejak dia melewati pintu masuk.
“Camilla Parker? Apa yang dilakukannya di sini? Bukankah dia sudah kembali ke rumahnya. Mungkinkah dia akan hadir di rumah Sam nanti malam.”
Derrek sangat terkejut ketika dia melihat Camilla yang berjalan menuju pintu masuk saat dirinya baru saja keluar dari pintu yang sama.
Dia sangat yakin kalau Camilla tidak mengetahui kalau mereka bersisian jalan saat melewati pintu putar sebagai pintu masuk Quens Star mengingat Camilla yang kadang tidak peduli dengan yang ada di depannya.
Seringai puas terlihat di mulut Derrek. Dan dia tahu apa yang harus dia lakukan saat mereka bertemu kembali di rumah keluarga Winter.
***
Rumah keluarga Winter sangat terang. Lampu-lampu besar sengaja di pasang dan meja-meja kecil dan besar yang berada di tempat yang strategis di penuhi oleh makanan dan minuman. Sementara Lolita sebagai Nyonya rumah sangat puas dan bangga saat para tamu yang sengaja diundangnya sudah datang dengan segala keingintahuan yang menjadi alasan mereka datang ke pesta yang diadakan oleh Lolita.
“Selamat Lolita. Aku tidak menduga kalau kamu yang baru kembali ke negara ini begitu cepat mendapatkan kehormatan seperti ini,” sapa seorang wanita yang memiliki penampilan seperti toko perhiasan berjalan.
“Terima kasih Margo. Kau tahu bukan istilah batu mulia yang langka dan bernilai walaupun kecil akan tetap dicari. Dan seperti itulah Beth kami.”
Kata-kata yang diucapkan Lolita membuat para tamu memandangnya dengan iri dan dengki. Tetapi Lolita tidak peduli sama sekali. Buat dia kedatangan Derrek adalah yang utama. Apalagi ketika sore harinya Andreas sebagai salah seorang orang kepercayaan Derrek datang dengan memberikan selembar cek yang nilainya cukup besar sebagai biaya pesta yang dibuat Lolita.
Dari sudut matanya Lolita melihat kehadiran Camilla yang sedang berbincang dengan para istri anggota parlemen yang masih mengenalnya dan tidak hentinya senyum manis terlihat di bibirnya yang berwarna merah dan begitu segar terlihat.
Dan yang tidak disukainya adalah Beth lebih memilih untuk berada di samping Camilla daripada berdiri menemaninya. Tetapi Lolita harus menerimanya karena Beth membutuhkan dukungan daripada para wanita di sana.
Tiba-tiba suara orang-orang yang sebelumnya sibuk berbincang menghilang ketika dari pintu besar yang menjadi pintu masuk utama muncul sesosok pria yang menjadi alasan mereka semua berada di rumah keluarga Winter. Dan pria itu adalah Derrek Collen.
Derrek berjalan memasuki ruangan yang besar itu menyebabkan jeda singkat di dalam dengungan obrolan para tamu, tersenyum dengan santai kemudian dibalas oleh senyuman.
Derrek melihat Camilla yang berdiri bersama dengan beberapa wanita yang merupakan istri para anggota parlement dan di sampingnya ada Beth yang lebih memilih untuk memalingkan wajahnya daripada harus bertatapan dengan Derrek.
Menarik adalah kata yang dipilih oleh Derrek ketika melihat sikap Beth yang berusaha menghindarinya. Dan dia tersenyum ketika melihat tuan rumah Samuel Winter bersama istrinya berjalan untuk menyambut kedatangannya.
“Selamat datang Tuan Collen. Suatu kehormatan kami bisa menerima kunjungan Anda.”
Derrek tersenyum bosan mendengar sapaan tersebut. Sudah sangat sering dia mendengar ucapan seperti itu. “Terima kasih. Tapi aku berharap kalian cukup memanggilku Derrek.”
“Tentu Derrek. Bagaimana pun kita akan menjadi keluarga bukan?” sahut Lolita yang membuat Derrek harus kembali tersenyum.
Sam melihat senyum tersebut dan mengartikannya bahwa pria yang berada di depannya tidak sungguh-sungguh dengan tujuannya saat dia menyampaikan pesannya.
“Aku harap kami tidak membuatmu bosan Derrek,” ucap Sam lagi sehingga Derrek menatapnya.
“Aku tidak mungkin bosan dengan pesta yang kalian persiapkan.”
Selanjutnya Derrek didatangi oleh para pria yang berusaha mendekatinya sehingga membentuk kelompok kecil di mana Sam sebagai tuan rumahnya dan Derrek sebagai bintangnya.
“Ke mana Camilla dan Beth? Kenapa dia tidak membawa Beth untuk menemui Derrek dan menghalangi para pria itu mendekati Derrek. Wanita itu benar-benar tidak bisa diandalkan!”
Lolita sangat marah karena dia tidak melihat putrinya begitu juga dengan Camilla adik iparnya. Sampai dia melihat Beth yang duduk merajuk sementara Camilla membujuknya.
“Ada apa? Kenapa kalian di sini? Camilla bukankah aku sudah mengatakan padamu bahwa kamu harus menghalangi para tamu mendekati Derrek!”
Suara teguran yang bernada kasar membuat Camilla berbalik dan menatap Lolita. “Apakah kakak ingin aku menghalau tamu mendekati Derrek sementara Beth lebih memilih untuk pergi?” tanya Camilla tajam.
“Kau… Untuk apa Beth pergi? Ini adalah kesempatan dia untuk membuktikan diri bahwa dia adalah putri yang berbakti.”
“Aku pikir kakak sudah salah dengan membuat pesta seperti ini. Karena kakak sendiri yang sudah membuat Derrek tidak bisa mendekati Beth. Apakah kakak tidak melihat betapa takutnya Beth menghadapi para tamu kakak yang semuanya orang paling berpengaruh?”
“Cukup Camilla. Aku tidak memerlukan saranmu. Ayo Beth ikut Mom! Kamu harus bertemu dengan Derrek. Dia sudah terlalu lama bersama dengan para tamu yang sebenarnya tidak ingin dia temui.”
