Minta Tambah
"Mba aku mau lagi !" pinta Dul.
"Yaudah Dul, kita ganti posisi yah, soalnya kurang greget kalau cuman posisi classic gini !" sergah Tasya, dia menarik pinggulnya terlepas dari sodokan Kem*luan Dul.
Tasya segera bangun, dan memposisikan dirinya menungging. Tasya membuka lebar kedua pahanya dan menunggingkan pant*tnya tinggi - tinggi. Lalu tangan kanan Tasya membelah bibir Kewanitaannya lebar-lebar, memamerkan isi dalam miliknya yang merah dan cairan putih, perpaduan cairan milik Dul dan Tasya.
Blesss... !
Hanya sekali percobaan, Dul langsung melesakkan P*nisnya menembus liang nikmat milik Tasya.
"Ahhh, !" desah Dul dan Tasya bersamaan.
Plok plop plok!
"Pinggul Mba seksi banget !" ungkap Dul ketika dia mulai meremas bongkahan p*ntat Tasya.
Plakk plakk plakk !
"Mmmm, enak Dul, gamparin terus bon Mba!" pinta Tasya, dia sebenarnya memang suka mendapatkan kekerasan dalam berhubungan, namun Taysa enggang meminta karena mengetahui bahwa ini pengalaman pertama Dul, padahal Dul hanya meniru dari film - film yang pernah dia nonton.
Kulit putih Tasya seketika terlihat membekas merah, seiring tamparan yang dia terima, dia semakin mengangkat tinggi pinggulnya, membuat Dul semakin leluasa bergerak maju mundur.
Plaaaakkkk, plaakk !
"Aihhh, jangan keras - keras dong sayang, sakit tau !" Ungkap Tasya.
Kedua tangan Dul, mulai ketagihan menampar bokong Tasya, bahkan ketika dia mendapatkan teguran dia masih saja memukul keras.
"Fuckkk, aaarrgghhh !" gerutu Tasya sambil menggigit bibir bawahnya, Tasya mulai merasakan kenikmatan yang amat sangat, itu adalah kelemahan Tasya memberikan kenikmatan di selingi dengan kekerasan.
"Sayang, Mba mau keluar, kalau mau barengan, gerak lebih cepat, dan siksa aku sepuasmu!" ujar Tasya.
Mendengar permintaan Tasya, semakin membuat Dul kalap. Dengan semangat tingkat tinggi, Dul semakin membabi buta menghajar kewanitaan Tasya. Tangan kiri Dul menampar bokong, dan tangan kanannya menarik rambut gelombang Tasya.
Plok plok plok!
Plok plok plok!
Plakkk plakk plakk!
"Anjngg, enak banget hufftt !" umpat Dul.
"Aarrgg, fuck, fuck, yes, baby, aaaahhh, yahhh, mhhhh, ugghhh !" ceracau Tasya nikmat dan ungkapan rasa sakit yang ia terimah.
Puas menyiksa Tasya di kedua bagian, kini kedua tangan Dul beralih memegang kedua benda kenyal yang sedari tadi bergelantungan. Dul meremasnya keras, mengekspresikan kenikmatannya.
Setelah itu, kedua tangan Dul kembali posisi semula yaitu memegang bokong untuk di jadikan tumpuan.
Plakkk... !
Dul menampar satu kali, namun sangat keras, membuat Tasya langsung berteriak histeris, tubuhnya mengejang, liang kewanitaannya berkedut kencang, hingga keperkasaan Dul seolah di giling di dalamnya.
Crooottt... Croott... Croott .!
Cairan kenikmatan Dul kembali tumpah di dalam.
"Aaaaaahhhhhh! " desah panjang Tasya, ketika dia mencapai puncak kenikmatan yang kedua kalinya, tubuhnya bergetar hebat, bola hitam di matanya sejenak tidak terlihat.
Dul kembali Ambruk di samping Tasya, sementara Tasya langsung saja telungkup.
"Huh, huh, huhh !" mereka berdua masih berusaha mengatur nafasnya, setelah permainan nikmat mereka usai.
******
Di samping rumah Tasya, di ruang tengah rumah Toto, suasana agak panas meski TV masih menyala. Toto, lelaki berumur 20 tahun, duduk di sofa sambil merayu istrinya, Tati, yang sedang menonton dengan wajah setengah kesal.
"Bun, ayolah, papa lagi pengen banget nih," rayu Toto, tangan kanannya menyelinap lembut menyentuh dada Tati. Tati menengok, alisnya mengernyit.
"Papa lagi pengen apaan sih? Kok tiba-tiba minta bagian di siang bolong begini?" suaranya agak meninggi.
Toto tersenyum manis, tetap menggoda. "Papa janji nanti aku lebihin uang belanja, Bun."
Tati menarik napas panjang, matanya tajam menatap Toto. "Uangnya mau di mana? Papa kerjanya cuma minta jatah, habis itu keluyupan nggak jelas!" ujarnya dengan nada setengah marah.
Toto merengut, lalu membela diri dengan penuh keyakinan, "Pasti ada, Bun. Jangan anggap remeh kerjaan kontraktor. Sekali gajian bisa langsung keliling dunia!"
Tati melepas tangan Toto dengan tegas, berdiri dan berbalik menuju dapur. "Keliling kampung maksudnya? Sok keren bilangnya kontraktor, papa itu cuma buruh bangunan, inget itu!" ujarnya sebelum melangkah pergi, meninggalkan Toto yang masih duduk di sofa dengan ekspresi campur aduk.
Toto yang masih saja bergairah gara - gara mengintip pergumulan Tasya dan Dul, dia kembali membuntuti istrinya.
Tati baru saja berinisiatif mencuci piring di westafel ketika tangan Toto tiba-tiba mendarat kasar di kedua dadanya. Pelukan suaminya begitu kuat, tangan itu meremas dan mulai menggesek sesuatu yang sudah menegang di balik celana.
Tapi Tati menolak dengan tegas, wajahnya memerah, dia berusaha melepaskan diri dari dekapan itu. "Pah, bunda malas melakukannya di siang bolong begini!" suaranya terdengar tegas sekaligus letih.
Plakkk! Tangan Toto melayang dan menghantam pipi Tati dengan kasar. "Dasar wanita goblog! Sialan, mati rasa!" bentak Toto sebelum meninggalkan ruangan dengan langkah berat.
Tati terdiam, jari-jarinya gemetar meremas sisi baju sendiri, matanya menatap kosong ke dinding. Dia tahu, ini bukan pertama kalinya dia merasakan kekerasan seperti ini, terutama saat urusan intim.
*****
Berpindah di mana Dul berpamitan dengan Tasya.
“Ingat, Dul, jangan bilang siapa-siapa, ya!” Tasya menekankan dengan suara pelan tapi tegas, matanya menatap dalam ke arah Dul yang sudah bersiap mendorong gerobak. “Siap, Mba. Tapi, kapan ya kita bisa gituan lagi?” Dul bertanya, wajahnya masih menyimpan tawa kecil penuh harap.
Tasya menggeleng pelan, menyembunyikan rasa ragu di balik senyum tipisnya. “Maaf, Dul, Mba gak bisa janji apa-apa. Jangan terlalu berharap, ya.”
“Hehe... setidaknya aku sudah dapat pengalaman, itu sudah cukup, Mba. Makasih banyak untuk semuanya!” Dul tersenyum lega, lalu bergegas berlalu sambil mendorong gerobaknya.
Setelah suara roda gerobak menghilang, Tasya duduk lemas di teras rumah.
Daster longgar sebatas lututnya tergerayangi angin siang yang hangat. Matanya kosong menatap jalan depan, mencoba meredam perasaan campur aduk yang susah diungkap.
Tiba-tiba, suara akrab memanggil dari kejauhan, “Siang, Mba Tasya!”
Tasya langsung menoleh ke arah suara itu. Sekilas, wajahnya yang tadi teduh berubah dingin dan sinis saat melihat siapa pemilik sapaan itu.
“Siang!” jawab Tasya dingin, sambil menghindari kontak mata. Bukan sombong, tapi wajah Toto—pria muda yang sudah jelas punya pasangan—selalu menimbulkan rasa risih di hati Tasya.
Ia tidak suka terlibat dengan pria yang tidak setia, apalagi yang diam-diam masih dekat-dekat dengan tetangga sendiri.
Toto melangkah pelan menuju teras rumah Tasya. Begitu duduk di sampingnya, dia justru diam membisu, menundukkan wajah yang tampak kusut.
Waktu berlalu sekitar lima belas menit, tapi tak ada sepatah kata pun terucap. Keheningan itu mulai membuat Tasya resah. Dengan sedikit ragu, ia menoleh ke arah Toto, matanya mencari jawaban. “To, kenapa mukamu kayak gitu? Lagi ada masalah ya?” suaranya lembut, diselingi nada cemas, seolah tak ingin menambah beban Toto.
“Biasalah, masalah rumah tangga, Mba,” jawab Toto pendek tanpa menatapnya, suaranya dingin dan agak kasar. Tasya menghela napas panjang, mencoba mengusir rasa bersalah yang tiba-tiba menyeruak.
