Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 misi balas dendam dengan cara menikahi

Tokyo masih basah oleh hujan yang turun sejak sore. Bau tanah yang lembab bercampur dengan aroma knalpot dan lampu-lampu neon yang berkedip di sepanjang jalan. Ara duduk di sudut ruangan sebuah bar kecil, jemarinya melingkar di sekitar gelas minuman yang belum tersentuh. Di depannya, Kiyoshi bersandar santai, matanya mengawasi orang-orang di sekitar mereka.

Sudah dua minggu sejak kematian Kazuo Yashiro. Namun, dunia bawah tanah Tokyo tidak diam begitu saja. Kematian pria itu menciptakan kekosongan kekuasaan, dan seperti hiu yang mencium darah, banyak pihak mulai bergerak. Beberapa ingin menguasai apa yang ditinggalkan Kazuo. Yang lain ingin membalas dendam.

Ara tahu, pekerjaannya belum selesai.

Takeda, yang masih dalam masa pemulihan, duduk di sampingnya dengan wajah pucat. Luka di perutnya membuatnya sulit bergerak cepat, tapi dia bersikeras untuk tetap terlibat.

“Berapa lama kita akan bertahan seperti ini?” suaranya pelan, hampir tak terdengar di antara suara musik yang berdentum rendah.

Ara tidak langsung menjawab. Dia mengaduk minumannya dengan perlahan, menatap pantulan dirinya di permukaan cairan coklat itu.

Kiyoshi tertawa kecil. “Aku tahu ekspresi itu. Kau tidak akan berhenti, bukan?”

Ara mengangkat bahu. “Aku belum selesai.”

Takeda mendesah. “Kazuo sudah mati. Itu tujuan kita dari awal.”

Ara mengangkat pandangan, menatap lurus ke mata Takeda. “Kazuo mungkin sudah mati. Tapi semua orang yang membantunya tetap hidup. Orang-orang yang menjalankan perintahnya, yang memastikan keluargaku habis… mereka masih ada.”

Kiyoshi menghela napas. “Kalau begitu, siapa selanjutnya?”

Ara mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tasnya dan meletakkannya di meja. Kiyoshi dan Takeda saling bertukar pandang sebelum Kiyoshi mengambilnya dan mengeluarkan isinya. Beberapa foto bertebaran di atas meja.

Di antaranya, ada satu wajah yang langsung menarik perhatian mereka.

Ryuji Nakamura.

Seorang pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih di pelipisnya. Mantan tangan kanan Kazuo. Dia tidak banyak muncul di permukaan, tapi di balik layar, dia adalah otak dari banyak operasi keluarga Yashiro.

Ara mengetuk foto itu dengan jarinya. “Dia bukan hanya bawahan. Dia yang merancang serangan ke rumahku malam itu. Aku ingat namanya disebut sebelum semuanya berakhir.”

Takeda mengusap wajahnya, tampak lelah. “Dan aku yakin dia juga tidak akan tinggal diam setelah kita membunuh Kazuo.”

Kiyoshi bersandar ke kursinya, memutar gelasnya dengan santai. “Kalau begitu, apa rencanamu?”

Ara menyandarkan punggungnya ke kursi, mengambil napas dalam. “Aku tidak akan melakukan ini sendirian. Nakamura memiliki lebih banyak pengaruh daripada Kazuo. Dia tidak hanya menjalankan bisnis keluarga Yashiro, tapi juga punya jaringan sendiri di kepolisian dan pemerintahan. Jika kita ingin menjatuhkannya, kita harus melakukannya dengan cara yang berbeda.”

Takeda mengernyit. “Berbeda bagaimana?”

Ara tersenyum tipis. “Aku akan masuk ke dalam lingkarannya.”

Hening sejenak.

Kiyoshi mendengus pelan, tapi ada kilatan ketertarikan di matanya. “Kau ingin memainkan permainan yang sama seperti saat mendekati Renji?”

Ara meneguk minumannya sebelum menjawab. “Kurang lebih. Tapi kali ini, lebih berbahaya.”

Takeda menggelengkan kepala. “Dia bukan Renji, Ara. Nakamura adalah predator sejati. Dia tidak peduli pada siapa pun kecuali dirinya sendiri. Jika dia mencium sesuatu yang mencurigakan, dia tidak akan ragu untuk menghabisimu.”

Ara menatap Takeda dalam-dalam. “Itulah kenapa aku harus lebih hati-hati.”

Kiyoshi tertawa kecil. “Baiklah. Ini akan menarik.”

Ara mengambil satu foto lagi dari dalam amplop. Kali ini, gambar seorang wanita—Naomi Saito, wanita yang dikenal sebagai asisten pribadi Nakamura. Beberapa sumber menyebutnya sebagai orang kepercayaan Nakamura, bahkan ada rumor bahwa dia adalah kekasih rahasianya.

“Dia kunci masuk ke dunia Nakamura.” Ara menatap foto itu dengan seksama. “Aku akan mendekatinya terlebih dahulu.”

Takeda mengerutkan dahi. “Dan bagaimana kau berencana melakukan itu?”

Ara tersenyum samar. “Dengan cara lama.”

Kiyoshi terkekeh. “Aku penasaran bagaimana caramu membuat wanita itu mempercayaimu.”

Ara menatap keluar jendela. Hujan mulai reda, tapi udara masih dingin. Malam ini adalah awal dari permainan baru.

Dan kali ini, dia harus lebih licin, lebih sabar.

Karena Nakamura bukan hanya musuh biasa.

Dia adalah bayangan yang selama ini bersembunyi di balik Kazuo.

Dan sekarang, Ara akan menyeretnya keluar ke cahaya.

Malam berikutnya, Ara berdiri di depan cermin, menatap bayangannya sendiri. Rambutnya yang biasanya dibiarkan tergerai kini diikat rapi, wajahnya dipulas dengan riasan tipis yang mempertegas sorot matanya. Pakaiannya elegan, tapi tetap memberi kebebasan untuk bergerak jika keadaan memburuk.

Di belakangnya, Kiyoshi bersandar di pintu dengan tangan terlipat. “Kau yakin tentang ini?”

Ara merapikan gaunnya. “Aku tidak punya pilihan lain.”

Takeda, yang duduk di sofa dengan ekspresi khawatir, menatapnya lama. “Kalau terjadi sesuatu, beri kami sinyal. Kita bisa mengeluarkanmu dari sana.”

Ara menoleh, tersenyum kecil. “Aku tahu.”

Dia mengambil tas tangannya—di dalamnya tersembunyi pisau kecil dan alat komunikasi yang terhubung langsung ke Kiyoshi dan Takeda.

Malam ini, dia akan memasuki dunia Ryuji Nakamura.

---

Ginza, Klub Privasi

Klub itu tidak memiliki tanda atau papan nama. Dari luar, hanya terlihat pintu kayu hitam dengan dua pria bertubuh besar berjaga di depannya. Tempat ini bukan untuk sembarang orang. Hanya mereka yang memiliki nama di dunia bawah tanah yang diizinkan masuk.

Ara melangkah mendekat. Salah satu penjaga menatapnya curiga, tapi sebelum dia sempat bertanya, seorang wanita keluar dari dalam klub.

Naomi Saito.

Wanita itu mengenakan gaun merah tua, rambut hitam panjangnya bergelombang di bahu. Tatapannya tajam, penuh kewaspadaan. Dia berhenti ketika melihat Ara, lalu tersenyum kecil.

“Ara Kirishima.” Suaranya lembut, tapi ada kekuatan di baliknya.

Ara membalas senyumannya. “Kita akhirnya bertemu.”

Naomi melangkah lebih dekat, matanya menelusuri Ara dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Aku dengar banyak tentangmu. Beberapa orang bilang kau adalah hantu yang tidak bisa ditangkap. Yang lain bilang kau hanya seorang wanita yang terlalu beruntung.”

Ara mengangkat bahu santai. “Terserah mereka ingin menyebutku apa.”

Naomi tertawa kecil, lalu memberi isyarat ke penjaga. “Dia bersamaku.”

Tanpa berkata apa-apa, pintu klub terbuka, membiarkan mereka masuk.

Di dalam, suasana berbeda dengan dunia luar. Cahaya temaram, musik lembut mengalun, dan orang-orang berbicara dengan suara rendah. Ara langsung menyadari bahwa tempat ini lebih dari sekadar klub biasa. Ini adalah tempat di mana kesepakatan terjadi, di mana dunia kriminal Tokyo menjaga keseimbangan.

Naomi berjalan di sampingnya. “Aku penasaran, kenapa kau mencariku?”

Ara menoleh, menatap mata wanita itu dengan penuh arti. “Karena aku ingin mengenal dunia Nakamura.”

Hening sejenak.

Kemudian, Naomi tersenyum miring. “Kau tahu, tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam lingkarannya.”

Ara tersenyum balik. “Tapi aku bukan sembarang orang.”

Naomi tertawa kecil, lalu mengambil dua gelas sampanye dari pelayan yang lewat. Dia menyerahkan satu ke Ara. “Baiklah, Ara Kirishima. Aku ingin tahu seberapa jauh kau bisa bertahan dalam permainan ini.”

Ara mengambil gelasnya dan meneguk minuman itu perlahan.

Dia baru saja melangkah ke dalam permainan yang jauh lebih besar dari sebelumnya.

Dan dia harus menang.

---

BAB 5: MENDEKATI API

Minggu-minggu berikutnya, Ara mulai membangun kepercayaan dengan Naomi. Tidak mudah—wanita itu cerdas, berbahaya, dan tidak mudah tertipu. Tapi Ara tahu cara bermainnya. Dia tidak mencoba mendapatkan kepercayaan Naomi dengan terburu-buru. Sebaliknya, dia membiarkan Naomi yang semakin penasaran dengannya.

Suatu malam, mereka duduk di balkon sebuah restoran mewah, menikmati anggur merah sementara kota Tokyo berkilauan di bawah mereka.

Naomi menyilangkan kakinya, menatap Ara dengan mata penuh perhitungan. “Aku masih belum mengerti, apa yang sebenarnya kau inginkan?”

Ara meletakkan gelasnya. “Kesempatan.”

Naomi mengangkat alis. “Kesempatan untuk apa?”

Ara menatapnya dalam-dalam. “Untuk membuktikan bahwa aku lebih dari sekadar hantu yang beruntung.”

Hening.

Kemudian, Naomi tersenyum. “Kau berani.”

Ara tersenyum kecil. “Itu satu-satunya cara untuk bertahan hidup.”

Naomi menyesap anggurnya, lalu meletakkan gelasnya dengan perlahan. “Kalau begitu, bagaimana kalau aku memberimu kesempatan? Nakamura akan mengadakan pertemuan penting besok malam. Aku bisa membawamu ke sana.”

Detak jantung Ara sedikit meningkat, tapi dia tetap tenang. “Aku akan datang.”

Naomi tersenyum puas. “Bagus. Tapi ingat, sekali kau masuk, tidak ada jalan keluar.”

Ara tersenyum tipis. “Aku tidak pernah mencari jalan keluar.”

Dalam pikirannya, dia hanya punya satu tujuan.

Masuk ke dalam dunia Nakamura. Dan menghancurkannya dari dalam.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel