Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6.| Konflik

Komen dan like

Sebotol Susu

Revlia melihat seseorang sedang duduk di bangku teras dengan menenggelamkan muka di telapak tangannya. Gadis itu membuang nafas kasar lalu menghirup udara baru dan berjalan menuju rumah seolah-olah tidak ada siapapun.

Mendengar langkah kaki cowok tersebut mendongak dan melihat pacarnya yang sudah pulang masih mengenakan seragam sekolah.

Cepat-cepat Very pun menghampiri sang pacar untuk berbicara dengannya.

"Sayang tadi kamu pulang bareng siapa kok gak bareng aku? Aku nyariin kamu tahu sampe nanya ke semua murid katanya kamu udah pulang duluan. Sayang kamu gak pa pa kan?" Very langsung mengungkapkan kalimat yang akan ia tanyakan sama pacarnya.

Revlia menatap depan tidak memperdulikan ucapan Very. Setelah ucapannya selesai gadis itu melangkah maju tapi Very menghentikan niatnya dengan mengenggam pergelangan tangan Revlia tapi seketika hempasan kasar membuat Very terkejut.

"Kamu ada masalah yankk?" tanya Very melihat sikap aneh pacarnya.

Revlia tidak menjawab dan memilih untuk masuk ke dalam rumah tapi sekali lagi Very mencegah niatnya itu.

"Lepasin aku!" ucap Revlia untuk pertama kali.

"Kamu kenapa sih? Aku salah apa sampai kamu,,,.?"

"Kita putus!" ucap Revlia mendorong Very untuk menjauh agar memudahkan dirinya untuk memasuki rumah.

Mendengar ucapan itu sekaligus sikap pacarnya membuat Very tidak baik-baik aja dan terus mengetuk pintu rumah sampai Revlia mau bicara dengannya.

"Revlia? Aku gak mau putus sama kamu salahku apa? Ayo keluar kita bicara baik-baik. Revlia sayang,, " teriak Very dari luar masih mengetuk pintu berharap Revlia akan keluar menemui dirinya.

Saat masuk rumah Revlia langsung menuju kamar lalu mengambil headset dan menutupi kedua telinga dengan alunan musik. Dia tidak ingin mendengar ocehan Very dan memilih untuk menenggelamkan pikirannya ke dalam musik agar lebih tenang sekaligus rileks.

∆^¶¶^¶∆

Turun dari mobil Vano di sambut Farel di teras dengan Nisa yang sedang menggendong putranya. Senyum Nisa mengembang melihat kedatangan lelaki tersebut lalu berjalan ke arahnya.

"Apah, " Farel merentangkan tangan ingin di gendong papanya.

"Moh ano ingin papa, " Stevano yang berada di pelukan papanya tidak mau turun dan menempelkan wajahnya ke dalam dada Vano.

Seketika Farel menangis dan mengamuk memukul dada Nisa dan menjambak rambutnya. Nisa mencoba menenangkan anak itu tapi tidak berhasil dan tambah mengamuk sekaligus menjerit kesakitan saat Farel menjambak rambutnya.

"Kasihan aunty Farel jangan di jambak ya!" Farel memegang dan menarik tangan papanya minta gendong.

Melihat putranya yang lagi sakit Vano menggendong Farel dengan kesusahan karena Stevano tidak mau di turunkan. Setelah di bantu oleh Nisa akhirnya beban Vano nambah satu dan harus segera menurunkan mereka ke sofa sebelum tangannya bener-bener tidak kuat untuk menopang berat badan yang semakin bertambah.

Bener sekali, tangisan Farel langsung berhenti setelah di gendong papanya. Sedangkan Stevano terus menatap saudaranya yang sedang bersandar di dada Vano. Tanpa di duga Stevano memukul kening Farel dimana perban itu berada membuat anak itu menangis lagi.

*Apa yang kamu lakukan Vano tuh kan nangiss lagi, "ujar Nisa yang sudah tidak tahan mendengar tangisannya lagi dan ingin mrnjewer Stevano.

"Hentikan Nisa!" Vano mencegah Nisa melakukan hal yang akan membuatnya tambah repot.

"Stevano emang nakal tapi ini bukan saatnya untuk memarahinya. Aku harus turunkan mereka dulu!" Vano berjalan menuju sofa lalu menurunkan kedua putranya.

"Apah,,,?" ujar Stevano masih ingin di peluk.

"Stop Stevano duduk diam!" Vano menyuruh Stevano agar duduk dengan diam.

Sementara Farel berada di pangkuan Vano dengan sentuhan lembut dari orang tuanya. Sesekali Vano meniup kening putranya untuk menghilangkan rasa sakit yang di rasakan Farel.

"Masih sakit?" tanya Vano lembut.

Farel menganggukkan kepala dan bersandar pada papanya.

"Apah arel akit ya?" Stevano yang memperhatikan langsung bertanya.

"Iya Evan sayang saudara kamu lagi sakit jadi jangan di ganggu dulu ya, " ujar Nisa.

"Kalo kamu mau ngantor mereka biar aku yang ngurus!" ujar Nisa kepada Vano.

"Hari ini saya ingin di rumah dulu, " jawabnya "Makasih tadi udah nemenin Farel kalo kamu mau pulang, pulang aja udah ada papanya sekarang!"

Nisa terkejut mendengar ucapan tersebut "Maksudnya kamu ngusir aku gitu?"

"Lebih tepatnya gak ngusir, " balas Vano.

"Saya baru saja datang belum juga ngobrol sama kamu udah di suruh pulang, " bete Nisa.

"Kita gak akan ada waktu ngobrol, saya harus mengurus putra saya. Daripada kamu di sini jadi beban lebih baik pulang saja, " Vano tidak ingin merepotkan siapapun dalam mengurus putranya.

Nisa cuma mendengar dan menatap Vano setelah itu wanita tersebut pergi dengan menghentakkan kaki ke lantai, kesal "Saya pastikan setelah ini kamu tidak akan menyuruh saya pulang lagi. Ini kan juga rumah peninggalan saudaraku otomatis ini juga rumah saya, " ujar Nisa pergi menaiki mobil.

Stevano merangkak mendekat menatap saudaranya yang sedang sakit. Vano mulai berjaga-jaga agar Stevano tidak berbuat nakal lagi setelah Farel sudah tenang.

Saat Stevano ingin mengangkat tangan ke arah Farel papanya langsung menghentikannya.

"Jangan nakal ya!" ujar Vano.

"Mau entuh arel, " ujar Stevano.

"Mau apa?" Vano masih tidak paham dengan perkataan putranya.

"Entuh?" ujar Stevano sekali lagi menatap papanya.

"Entuh apa itu?" tanya Vano bingung.

Stevano langsung memegang lembut kening kakaknya membuat Vano langsung paham akan perkataannya tadi.

"Ohhh nyentuh, " ujarnya bangga karena Stevano tidak berbuat nakal lagi. "Mau nyium juga gak?" Vano mmbelai lembut rambut Stevano

Stevano langsung mencium kening kakaknya membuat Farel tersenyum langsung memegang tangan Stevano.

"Apah?" Farel mendongak menatap papanya.

Belum juga Vano bertanya Farel sudah memberi aba-aba dengan mengemut jari telunjuk ke dalam mulut.

"Mau minum susu ya?" ujar Vano langsung mendapat anggukan dari Farel.

Stevano yang turun membuat papanya heran "Jangan macem-macem Stevano papa lagi sibuk lho, "

"Bibi ambilin botol susu Farel!" suruh Vano kepada babysitter.

"Botolnya dimana tuan?" teriak babysitter dari dalam.

"Kok malah nanya ya mana saya tahu!" teriak Vano dari ruang tamu.

Setelah itu sudah tidak ada jawaban lagi dari dalam. Tak lama babysitter datang tidak membawa apapun yang di minta.

"Mana susunya?" tanya Vano setelah melihat babysitter dengan tangan kosong. "Masih belum ketemu?" tanyanya..

"Susunya habis tuan, saya mau beli dulu?" jawabnya.

"Bukannya dua hari lalu udah beli kok udah habis cepet banget. Gak kamu juga kan yang minum, "

"Bukan tuan saya gak ikutan minum, " elak babysitter langsung pergi membeli susu di alfamart terdekat.

"Belum saya ijinin sudah pergi duluan, " Vano menatap luar pintu.

"Apah, apah?" Vano langsung mengalihkan pandangan ke sumber suara ketika ada yang menyebut namanya.

Terkejut melihat Stevano datang dengan membawa 2 botol susu dan sekardus susu padat.

"Itu cucunya, " ujar Farel menunjuk ke arah Stevano.

Stevano menunjuk barang yang ia bawa dan memberikan sebotol susu untuk Farel.

"Maasih" ujar Farel menerima susu tersebut.

"Masama" jawab Stevano berdiri melihat kakaknya minum.

"Dapet itu dari mana?" tanya Vano kepada Stevano.

"Adi ambil di amar ama eja aik ursi, " jawab Stevano.

Vano hanya tersenyum walaupun belum paham akan perkataan Stevano. Lelaki itu bangga melihat putranya yang samakin dewasa dan sudah bisa mandiri.

"Tudah ingin, " Farel memberikan susu tersebut kepada papanya tidak mau minum.

"Kenapa kok gak di minum??" tanya Vano menerima botol tersebut.

"Papa buatin yang hangat ya kamu duduk di sini, " Vano tahu jika Farel tidak menyukai susu yang sudah dingin.

Farel tidak mau turun dari pangkuan papanya.

"Ano aja yang uat cucunya, " Stevano mengambil botol susu dari tangan papanya dan membuatkan susu baru untuk kakaknya.

"Stevano jangan kamu gak bisa!" ujar papanya melihat tingkah Stevano yang sedang membuka penutup botol susu.

Heran, ternyata Stevano bisa membukanya sendiri dan inisiatif menuangkan susu padat ke dalam botol tersebut.

Vano geleng-geleng kepala melihat susu yang berserakan ke lantai saat Stevano mengambilnya dengan sendok lalu di tuang ke botol dengan duduk bersila di lantai.

"Jangan banyak-banyak Stevano nanti kemanisan dikit aja ya!" pinta papanya kepada sang anak.

"Iya, " jawab Stevano masih sibuk dengan botol susu.

Setelah selesai Stevano berdiri dan mulai mengamati botol tersebut, kayaknya ada yang beda.

"Air?" Stevano berlari menuju meja yang cukup tinggi untuk mengambil air dan cukup membuat Vano kelimpungan.

"Jangan Van!" Vano berhasil memegangi tangan putranya.

"Air?" Stevano melihat air diatas meja.

"Diem di situ biar papa yang buat, " pinta Vano.

"Ano,ano, " Stevano bersikeras ingin membuatnya sendiri.

Stevano yang ingin naik meja dengan Farel yang berada di gendongannya berhasil membuat Vano kehilangan akal dalam merawat putranya sendirian.

Tiba-tiba asisten Vano datang ke rumah untuk melaporkan tugas pribadi.

"Tuan lagi ngapain?" tanya asisten tersebut yang melihat Vano sedang sibuk.

"Jangan pura-pura gak liat kamu, " balas Vano.

Asisten tersebut hanya tersenyum melihat tuannya pusing mengurusi dua putra sekaligus.

"Mau saya pecat?" ujar Vano tiba-tiba.

"Jangan tuan kok gitu, " jawab asisten.

"Yaudah bantuin Stevano tuh!" ujar Vano menaikkan gendongan ke Farel yang mulai turun.

Asisten langsung membantu Stevano naik ke kursi dan menuangkan air ke dalam botol.

"Ano, ano, " ujar Stevano memukul lengan asisten.

"Stevano mau bikin susu sendiri, " ujar Vano memberitahu asisten.

"Anas apah, anas, " Farel menunjuk air di atas meja.

"Tuh maksudnya apa?" tanya asisten kepada Vano saat mendengar ucapan Farel.

"Susunya harus yang hangat!" jawab Vano.

Asisten pun diam-diam membantu Stevano dalam menuangkan air ke dalam botol.

Selesai walaupun air harus bercucuran membasahi meja tersebut.

Farel menerima susu tersebut membuat Stevano tersenyum.

"Bentar papa kocok dulu, " Vano mengambil susu itu dari tangan Farel untuk di kocok agar tercampur.

Setelah itu susu pun di minum oleh Farel dengan sangat lezat dan hangat yang pas.

"Pintar anak siapa ini, " asisten membelai lembut rambut Stevano.

"Apah, " jawab Stevano lucu.

"Nanti suruh babysitter untuk membereskan kekacauan ini. Saya mau tidurin anak saya dulu!" pinta Vano kepada asisten.

Asisten menuruti perkataan Vano sambil menunggunya selesai dalam menidurkan kedua putranya.

∆^¶¶^¶∆

Revlia tak kunjung keluar kamar masih memakai headset di telinganya bahkan gadis itu tidak tahu apakah Very masih berada di teras atau sudah pergi.

Penasaran Revlia pun membuka jendela kamar dan melihat bahwa cowok itu sudah pergi. Gadis itu pun bernafas lega dan memutuskan untuk mandi.

Tanpa di sadari Very diam-diam memanjat paralon menuju kamar Revlia. Entah dapat ide dari mana tapi tiba-tiba saja ide tersebut muncul tanpa sepengetahuannya.

Dengan perhitungan dan strategi Very sampai di blangkon kamar pacarnya sambil menarik nafas lega dan merenggangkan otot-ototnya kembali.

Cowok itu langsung masuk setelah melihat jendela yang terbuka. Revlia yang ingin membuka seragam di kamar langsung teriak melihat Very ada di dalam kamarnya. Cowok itu langsung balik badan menutup mata seolah-olah tidak melihat apapun.

"Ngapain?" teriak Revlia histeris memakai seragamnya kembali.

"Aku gak liat kok sayang, sumpah, " ucap Very membelakangi Revlia.

"Masuk lewat?" tanya Revlia.

"Manjat, " jawab Very "Udah selesai kan boleh balik badan kan?" tanya Very memastikan.

"Hmm, "

Very berjalan mendekati Revlia tapi gadis itu menolak dan meminta Very untuk pulang.

"Aku butuh penjelasan kenapa kamu tiba-tiba minta putus?" ujar Very "Aku salah apa?" Very ingin mendekati Revlia sekali lagi tapi gadis itu menolak.

Revlia tidak menjawab dia malas membicarakan hal ini apalagi harus mengingat kejadian tadi siang. Gadis itu tidak mau mengungkit masa lalu dan gak sudi untuk menoleh sekali lagi.

"Pergi!" Revlia membuka pintu kamar mempersilahkan Very untuk meninggalkan ruangan tersebut.

"Yank aku,,,?" Very mencoba berbicara dengan Revlia secara baik-baik.

"Pergi atau aku panggil satpam!" ancam Revlia tegas.

Very pasrah dan meninggalkan kamar Revlia. Cowok itu berniat untuk membiarkan pacarnya sendiri dulu lagian besok mereka bisa bertemu kembali di sekolah.

"Nanti aku kirim pesan ya, ?" ucap Very saat melewati pintu dan langsung ditutup oleh Revlia dari dalam kamar. Very pun mendengus.

∆^¶¶^¶∆

"Bagaimana soal manajer itu sudah ada perkembangan?" Vano berjalan ke arah asisten yang duduk di teras menunggu kehadirannya.

Asisten berdiri "Dipastikan Hendra sudah naik pesawat ke Singapura tuan!" lapor asisten itu.

"Trus kamu ngapain kesini??" tanya Vano lekat.

"Mau laporan ke tuan trus habis ini saya akan ke Singapura mencari Hendra, " jawab asisten.

"Kamu saya jadikan asisten itu karena kepinteran dan kepandaian kamu dalam bertugas dan menyelidiki sesuatu bahkan gaji kamu aja beda dari karyawan lain lebih tinggi, " Vano menarik nafas panjang "Kamu bisa laporan lewat ponsel kan ngapain kemari buang-buang waktu buat ke Singapura kamu kalo Hendra melarikan diri lagi bagaimana. Kamu mau bertanggungjawab soal kerugian kantor??" Vano dengan tegas berbicara kepada asistennya.

"Ya gantian saya yang rugi dong Tuan, " jawab asisten tersebut dengan santai "Saya sudah kepikiran itu tuan tapi pulsa saya baru saja habis yaudah saya kemari bukannya seharusnya tuan senang ya dengan kedatangan saya kan tuan jadi gak repot ngurusin Stevano tadi, "

"Ngejawab aja terus, " ujar Vano kalo ucapan asistennya ada benernya juga.

Vano menatap asisten yang masih berdiri di hadapannya "Trus ngapain masih di sini?" tanya Vano.

"Oh itu, "

"Nunggu perintah baru mau ke Singapura gitu, " ujar Vano malah membuat asisten itu tertawa dan langsung pergi menjalankan tugasnya.

"Dimarahin malah ketawa, " ucap Vano melihat asistennya menaiki mobil.

"Soalnya kalo Tuan marah ekspresinya lucu, " tiba-tiba dari dalam babysitter menyahut ucapan Vano tersebut dan langsung pergi sebelum kena semprot majikannya.

"Lucu dari mana kalo marah, Allahu Akbar, " Vano kaget mendengar klakson yang di bunyikan asistennya yang sedang menahan tawa di dalam mobil.

"Maaf Tuan sengaja, " teriak asisten melaju di jalan yang masih bisa di dengar Vano.

Vano mengelus dada masuk ke dalam rumah untuk rileks dan beristirahat sebelum di ganggu putranya yang bangun dari tidur.

Hari ini lelaki tersebut mau bersantai dan bebas dari pekerjaan kantor. Apalagi Vano sudah menghubungi sekretaris agar tidak mengganggu dirinya bersantai.

See you

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel