Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7.| Meet the Cast

•Devano Arganta

Pengusaha punya dua anak kembar boy. Friendly terhadap semua orang di sekitarnya. Suka lupa waktu jika bermain game di ponsel. Disiplin dan bertanggung jawab orangnya.

•Avralezka Revlia

Jutek, cuek, pelit omongannya. Tapi baik dan perduli. Gadis remaja yang belum terlalu dewasa.

•Muhammad Very Mahendra

Anak basket yang mampu membuat para ciwi-ciwi tergoda dengannya tapi sangat disayangkan dia punya pacar cantik bernama Revlia. Pemarah dan romantis.

•Nicolla Nino

Asisten pak Vano di kantor yang selalu sabar dan patuh menghadapi mood bosnya. Selain asisten Nino adalah sahabat Vano dari SMA dan tahu tentang kepribadian serta kerja kerasnya seorang Devano Arganta.

•Annisa Aulia

Adik ipar/adik kandung dari kakak istrinya Vano. Ingin mendapatkan hati Vano seperti yang di lakukan kakaknya dan harus mencapai tujuannya. Terobsesi. Walaupun banyak rintangan dari orang lain.

•Bayu Algomava

Teman baik Very. Good boy. Bisa nakal jika di dalam situasi mendesak atau di suruh temannya. Friendly.

•Tika Putri Aulia

Teman sekelas Revlia. Berlebihan orangnya dan banyak pergaulan.

•Dorara Dara

Teman sekelas Revlia yang selalu sabar menghadapi sikap irit saat berbicara dengan Revlia.

•Farellio Arganta dan Stevano Arganta.

Putra kembar Devano Arganta.Nakal dan banyak maunya ada aja kelakuan mereka yang selalu membuat papanya stress. Tapi imut, ganteng dan gemesh anaknya.

|

|

|

Very

Yank kamu masih marah?

Sebuah notif pesan masuk ke dalam ponsel. Revlia yang sedang tiduran dengan malas meraih ponselnya yang tergeletak di ujung kasur.

Bete. Itu yang di rasakan ketika membaca pesan yang tertera di layar kuncinya. Sebuah pesan dari pacarnya.

Gadis itu membuang ponsel lagi ke atas kasur tanpa membuka ataupun membacanya. Kecewa, itu yang dirasakan Revlia ketika mengingat kejadian tadi siang.

Very

Yank aku VC ya?

Revlia masih tidak memperdulikan notif tersebut. Dilihatnya langit-langit atap kamarnya yang begitu menarik perhatian.

Sebuah panggilan masuk membuat gadis itu terbangun dari pikirannya dan dengan kesal memarahi orang di sebrang sana.

"Gw dah bilang gausah gangguin gw lagi!"

Vano langsung menjauhkan ponsel dari telinga saat mendengar suara teriakan dari sebrang sana.

Ketika melihat layar ponsel itu Vano lebih terkejut lagi ketika sambungan telepon di putuskan secara sepihak. Revlia memutuskan panggilan tanpa melihat siapa yang diajak bicara.

Kesal, karena benda itu terus bergetar Revlia ingin mematikan daya mati pada ponselnya tapi ketika melihat nomor yang tak di kenal membuat gadis itu berubah pikiran lalu mengangkatnya.

Diam tak bersuara, Revlia ingin tahu dengan siapa dia sedang berbicara sekarang.

"Alo ma,,,?" kata Stevano dari sebrang ponsel.

Revlia memutar mata mencari siapa pemilik suara tersebut.

"Mama ulang ya, ano angen!"

"Anaknya pria itu?"

"Heh aku punya nama tahu!"

Vano merebut ponsel dari tangan putranya. Stevano hanya menatap papanya datar.

"Napa telpon?" kata Revlia dengan jutek.

"Demi putraku, "

Tidak ada jawaban dari Revlia

"Kalo bukan karena Stevano yang pengen ngobrol sama kamu aku juga ogah buat nelpon kamu. Kayak gak ada kerjaan lain aja, " ujar Vano dengan santai dan jujur sambil menyenderkan punggung ke dinding sambil mengamati Stevano yang duduk diam di sofa.

"Yaudah matiin!" Revlia ingin mematikan telpon itu tapi,,,

"Kalo di matiin aku kerumahmu!" Stevano mulai menganggu papanya yang sedang bertelepon.

"Tahu emang?" Revlia berfikir dua kali jika Vano beneran lakuin itu.

"Nomor mu aja aku tahu apa kabar dengan rumahmu, "

Vano bisa mendengar dengan jelas bahwa gadis itu sedang menarik nafas yang begitu dalam. Nafas kekesalan.

"S**l*n"

Stevano langsung merebut ponsel dari tangan papanya.

"Mama angan akal-akal ama papa anti dosa ma. Ano auu mama mita maap ama papa, "

Revlia melotot mendengar ucapan Stevano dengan Vano yang mengelus lembut puncak kepala putranya. Bangga.

"Gw bukan mama lo, "

"Revlia jangan kasar, " Vano menegur Revlia yang berbicara kasar pada putranya.

"Lo ajarin anak gak bener, "

"Wajar kan masih anak,,, "

Revlia memotong ucapan Vano.

"Semua itu tergantung ajaran orang tuanya. Jangan sampe lo jadi gila cuma ngeduda, " Revlia memutuskan sambungan telpon secara sepihak.

Setelah telpon itu di matikan Vano menatap putranya dan merapikan rambutnya. Terlihat senyum Vano yang begitu bahagia ketika bersama dengan putranya. Saat ini Vano hanya ingin merawat dan membesarkan kedua putranya sampai jadi anak yang sukses.

Di usia yang semakin bertambah Vano tidak ingin mencari wanita sebagai istrinya karena Vano percaya jodoh bakalan datang sendiri tanpa disuruh. Lagian Vano percaya tidak akan ada wanita lain yang akan menyayangi putranya sebagai anak kandung sendiri.

Dan yang paling penting Vano tidak ingin masalah pribadinya berpengaruh kepada putranya.

"Papa angis ya?" Stevano mendekati sang papa lalu mengusap air mata yang seketika jatuh ke pipinya.

Vano menyeka wajah lalu menggendong Stevano.

"Saatnya putra papa ini untuk tidur!" Vano mencubit hidung Stevano pelan.

"Mama, " ujar Stevano menatap wajah papanya.

Vano tersenyum "Tadi kan udah bicara lagian ini udah malam harus bobok, " Vano meletakkan telapak tangan di pipi.

"Papa cucu" ujar Stevano mengemut jari (mau susu)

"Iya sayang" Vano membawa Stevano ke kamar.

Sesampainya di kamar putranya Vano tersenyum lagi dan menyentuh kening dengan pelan agar tidak membangunkan Farel.

Dengan tenang dan penuh kesabaran akhirnya Stevano pun tertidur. Vano pun mengambil botol susu yang di minum putranya. Pelan-pelan Vano mencium kening kedua putranya dan menyelimutinya agar tetap hangat.

Vano yang ingin pergi seketika berhenti saat memandang sebuah foto di meja kamar putranya. Foto pernikahan antara dirinya dan istrinya yang begitu mesra dan penuh momen romantis di mana Vano pertama kali menyatakan cinta pada seorang wanita sebagai pendamping hidupnya.

Di masa muda Vano hanya tertarik dan mencintai istri dari anak-anaknya tidak ada wanita selain istrinya. Dan sekarang hanya istrinya yang Vano cintai sampai saat ini. Perasaannya belum pernah berubah sama sekali.

Di lihat lah foto tersebut lalu di ciumnya dengan hangat. Vano menarik nafas lalu meletakkan foto itu pada tempatnya semula.

Malam pun datang dan seperti biasa hanya kesendirian yang menemani Vano di malam hari. Bagaimana pun Vano harus membiasakan diri.

∆^¶¶^¶∆

Revlia yang ingin tidur seketika teringat dengan ucapannya sendiri. Begitu kasar gadis itu berbicara dengan Vano tadi.

Revlia pun mengambil ponsel di atas meja untuk menghubungi Vano lagi tapi ia urungkan setelah melihat jam di layar lagipula Revlia masih ragu untuk meminta maaf.

Ponsel pun di letakkan kembali setelah beberapa pesan masuk dari Very. Hanya di baca tidak berniat untuk membalas. Bahkan Revlia cuek ketika Very menghubunginya beberapa kali.

See you

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel