Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5.| Senyuman Manis

Utamakan komen ya

Aku bisa mengenalmu hanya melalui mata

~Vano

Revlia langsung di sambut oleh kedua temannya saat pertama kali menginjakkan kaki di kelas. Mereka menanyakan dirinya yang entah dari mana tidak mengikuti ulangan. Capek di tanya dan tidak membiarkan tenang gadis tersebut lalu menceritakan perjalanan menemui pacarnya, tidak terlalu detail.

"Trus yang menang siapa?" Tika mulai antusias.

"Kita, " jawab Revlia singkat.

Tika bahagia mendengar tim Very menang senyum di bibirnya tak henti untuk merekah. Melihat tingkah temannya yang berlebihan mereka langsung menginterogasi gadis tersebut.

"Tik?" panggil Dara "Bahagia lo berlebihan?" ujar Dara mengamati Tika.

"Emang ada yang salah kan gw seneng Very menang, " jawab Tika.

"Timnya yang menang bukan Very doang kan hasil kerja sama, " balas Dara.

"Ada tugas?" tanya Revlia di sela-sela perdebatan mereka.

Revlia tidak mempusingkan sikap Tika yang terlalu senang ketika mendengar cerita darinya.

"Bukan tugas tapi nyatet. Nih lo salin buku gw!" Dara memberikan buku catatan kepada Revlia.

Rangkuman yang harus di catat tidak terlalu banyak hanya satu lembar penuh tapi itu cukup membuat jari jemarinya mengkriting.

Tinggal tersisa satu pelajaran lagi untuk Revlia ikuti dan setelah itu waktu yang di tunggu-tunggu oleh banyak murid yaitu bel pulang sekolah.

Ketika bel tersebut berbunyi Revlia di buat bingung oleh temannya yang langsung keluar kelas.

"Rev?" panggil Dara "Tika akhir-akhir ini agak aneh, kenapa ya?" Dara kepo.

"Gatau!" jawab Revlia.

"Harus tahu dong!?" Dara maksa.

"Gw gak minat!" ujar Revlia melangkah pergi.

"Tapi dia temen bukan orang lain!" teriak Dara dari tempat duduknya.

"Tika bukan saudara gw!" Revlia menjawab pertanyaan temannya.

"Ya iya sih, Tika temen tapi juga orang lain!" Dara pun keluar kelas ketika semuanya sudah pada pergi

Seperti perkataan Very saat di UKS Revlia harus menemui pacarnya untuk pulang bareng. Setelah sampai di kelas cowok itu tidak ada hanya tertinggal bangku dan kursinya saja. Revlia menunggu beberapa saat tapi cowok yang ia tunggu tidak menampakkan wujudnya.

Karena bete Revlia pun berjalan di koridor barangkali berpapasan dengan Very.

Tapi

Hatinya kecewa ketika melihat pacarnya sedang berpelukan dengan seorang gadis di kelas lain yang pintunya terbuka dan mata miliknya tidak sengaja menangkap sosok tersebut

Revlia pergi dengan berlari tanpa memergoki mereka. Ujung-ujungnya dia sendiri yang malah sakit hati melihat pacarnya selingkuh secara diam-diam.

Revlia berjalan mengingat momen di mana Very menyatakan cinta padanya dengan begitu romantis dan elegan di sebuah cafe dengan pelayanan yang menjadi saksi cinta mereka. Momen yang indah dan menyenangkan seketika berubah kelam melihat pacarnya selingkuh dengan gadis lain, hancur dan merasakan patah hati untuk pertama kali.

Saat Revlia bengong sebuah mobil berhenti mendadak di depan gadis tersebut. Reflek Revlia pun menghentikan langkah dan melihat siapa pengemudinya.

Wanita dengan pakaian serba hitam dengan rambut di gerai menggunakan kacamata hitam turun dari mobil dan melabrak Revlia.

"Anda pemilik makalah ini kan?" tanyanya.

Revlia menatap benda yang di julurkan wanita tersebut. benar saja itu makalah dirinya yang diambil oleh Vano.

"Iya kenapa?" jawab Revlia singkat.

"Jauhi tunangan saya, paham kan!" ujar Nisa menjatuhkan makalah ke aspal dan memasuki mobil setelah memberikan peringatan kepada gadis tersebut.

Nisa berhasil mencari siapa pemilik makalah hanya sekejap melalui kenalannya dan langsung mencari keberadaannya setelah menemukan identitas tersebut.

Revlia menatap makalah dan mengambilnya dia bingung dengan ucapan wanita yang entah kenal dari mana dan langsung mengancam dirinya.

"Mendadak gw artis!" ujarnya melanjutkan perjalanan.

Vano yang nyetir merasa tenang melihat Farel asyik bermain dengan mainan yang baru di beli. Ketika ia melihat ke sisi jalan matanya menangkap seorang gadis yang tak asing bagi dirinya.

Mobil pun di dekatkan dan dia melihat Revlia yang sedang berjalan sendirian seperti memikirkan sesuatu.

Vano turun dari mobil sebentar lalu mengajak gadis tersebut untuk pulang bareng saat melihat jalan yang begitu sepi.

"Ayo saya antar pulang!?" ujar Vano mengajak Revlia pulang bareng.

"Siapa lo??" Revlia pura-pura tidak kenal padahal dia pria yang sama yang telah membuat dirinya kesal beberapa jam yang lalu.

"Jangan pura-pura, " ujar Vano "Di sini sepi kalo kamu di jambret gimana?" Vano ingin membuat Revlia ketakutan agar mau di ajak pulang.

"Biarin, " Revlia melangkah maju tidak berniat menerima ajakan tersebut.

Vano pasrah saat gadis itu menolak ajakannya dan dia tidak mau memaksa. Ketika Revlia baru berjalan beberapa langkah dia terkejut mendengar suara seperti benda jatuh yang cukup keras. Pandangan gadis itu beralih ke belakang dan mendapati Vano sedang membuka pintu mobil mulai panik melihat Farel tersungkur ke bawah dengan luka di kepala.

Vano dengan rasa khawatir menggendong Farel ke dalam pelukannya. Tangisan pun mulai terdengar saat Vano melihat darah di kening putranya. Revlia balik badan mendekati Vano lagi dan merebut Farel dari gendongan Vano.

"Cepat lo nyetir kita harus bawa anak ini ke rumah sakit!" suruh Revlia segera memasuki pintu samping bersiap berangkat ke tempat tujuan.

Vano mengemudikan mobil dengan cepat tak kuasa melihat darah dan tangisan dari putranya yang histeris.

Revlia berusaha untuk menghentikan darah itu dengan tisu sebelum di periksa oleh dokter dan sesekali menghiburnya. Revlia juga di buat khawatir melihat anak kecil yang kesakitan

Flasback on

Saat Farel ingin mengambil mainan yang jatuh dari genggaman tangan mungilnya. Farel ingin meminta bantuan papanya tapi melihat Vano berada di luar Farel pun mengambil sendiri dengan membungkuk karena susah Farel mencoba melepaskan sabuk pengaman seperti yang ia lihat saat papanya melepaskan benda tersebut.

Sabuk pengaman pun berhasil di lepas oleh anak itu dan Farel terjatuh ketika membungkuk untuk mengambil mainan tersebut.

Flasback off

Sampai di rumah sakit Farel langsung mendapat pengobatan dari dokter dengan tangisan yang belum reda dalam dekapan Revlia. Karena ketika Vano ingin menggendong Farel tangannya mencengkram kuat di seragam gadis tersebut.

Dokter memberikan mainan kuda yang bisa berjalan kepada Farel untuk menghiburnya. Ketika Vano memainkan kuda tersebut dan berjalan, tawa Farel terdengar dan mulai mereda. Vano tersenyum melihat putranya yang tertawa ketika kuda tersebut jatuh.

Revlia juga merasakan hal yang sama melihat tingkah Farel. Lucu, itu yang ada di pikiran Revlia ketika Farel mulai tertawa dan tidak menangis lagi.

1 jam sudah berlalu dan Vano ingin menggendong putranya yang sedari tadi menempel pada Revlia.

Disaat Vano menggendong Farel tangisan mulai terdengar lagi membuat lelaki tersebut bingung dan heran.

"Siniiin!" Revlia mengulurkan tangan membawa anak itu kedalam pelukannya lagi.

Ajaib, Farel tiba-tiba berhenti nangis dan menempelkan kepala di pundak gadis tersebut. Lama kelamaan Farel pun tertidur akibat obat bius yang di kasih dokter saat mengobati lukanya.

"Bisa bawa Farel ke rumah!" ujar Vano memandang Revlia. "Maksudnya ikut saya pulang karena Farel mungkin akan nangis lagi kalau saya yang gendong dan apalagi saya menyetir?" Vano berharap gadis itu bisa diajak kerja sama.

Revlia pun menganggukkan kepala menyetujui ajakan Vano. Lelaki itu lalu menampakkan senyuman ke arah Revlia dan berjalan ke mobil. Saat Revlia melihat senyuman tersebut ada kasih sayang yang ia tunjukkan dan rasa khawatir ketika anak berusia dua tahun itu dalam kesakitan.

Melihat kedatangan papanya Stevano yang minum susu di ruang tamu langsung berlari ke teras menghampiri lelaki tersebut sambil memanggil nama apah.

Vano yang melihat Stevano berlari segera menggendongnya dan mencium kening putranya.

"Apah akal adi kan tita idur erdua, Akal, " Stevano memukul bahu papanya.

"Maafin papa ya?" Vano merapikan rambut putranya yang hampir mengenai mata. "Anak papa tudah makan belom?" tanya Vano.

"Tudah!" ujar Stevano memainkan kancing baju papanya.

Revlia yang mendengar pembicaraan mereka mulai bingung.

"Dia anak lo?" tanya gadis tersebut di samping Vano.

"Iya mereka anak aku, ganteng kan?" jawab Vano.

Revlia menatap anak yang di gendong lelaki tersebut lalu menatap anak yang berada di dalam dekapannya. Mulai terkejut melihat wajah mereka yang sama.

"Kembar?" ujar Revlia setelah selesai mengamati.

Vano menganggukkan kepala menjawab pertanyaan yang Revlia ucapkan, Lelaki itu tahu jika gadis tersebut sedang bingung dan heran. Tanpa di perintah Vano menceritakan bahwa dirinya duda mempunyai dua putra.

Revlia hanya mendengar tanpa memotong kisah yang Vano ceritakan. Masih tidak percaya jika lelaki tersebut sudah menikah dan mempunyai dua anak. Selama ini yang ada di pikiran Revlia jika Vano itu masih single.

"Trus istri lo dimana?" tanya Revlia karena takut jika ketahuan sama istrinya, mungkin bakal terjadi perangkat ketiga nantinya.

"Meninggal dunia ketika sedang melahirkan Farel dan Stevano, " jawab Vano mengenang masa lalu dan tanpa sadar satu air mata mulai turun.

"Apah angan nangis!" Stevano mengelap air mata papanya dan mencium lembut pipi sang papa.

Vano tersenyum dan mengajak putranya untuk tos. Seketika Vano merasa happy melihat putranya. Kedua putranya sumber kekuatan Vano untuk bertahan hidup setelah kepergian istri yang sangat ia sayangi.

"Maaf gw salah menilai lo, " ujar Revlia ketika pertemuan pertama bersama Vano yang sangat rusuh.

Vano hanya menatap Revlia tanpa bicara. Dia pun mengajak gadis tersebut untuk menidurkan Farel di kamar.

Ketika menuju kamar babysitter khawatir melihat perban di kening Farel. Papanya pun menceritakan kejadian tersebut lalu bertanya dengan mangkuk berisi bubur wortel yang di bawa oleh babysitter tersebut.

"Waktu makan Stevano tuan, " ujar babysitter.

"Bukannya udah makan?" tanya Vano.

"Dari tadi Stevano gak mau makan karna terus menanyakan papanya, " balas babysitter.

Vano menatap Stevano.

"Bo'ong tadi katanya udah makan, " ujar Vano.

Stevano menatap papanya tanpa berkedip lalu memeluknya.

Vano pun mengambil mangkok dari tangan babysitter dan menyuruhnya untuk mengantar Revlia ke kamar agar bisa menidurkan Farel. Dan dirinya kembali ke teras untuk menyuapi putra yang satunya lagi.

Stevano berlari tidak mau makan saat di suruh papanya. Saat Vano mengejarnya Stevano tetap berlari tanpa rasa lelah. Vano mulai kewalahan dan capek melihat kelakuan nakal dari putranya itu.

"Udah dong makan ya!" Vano kembali mengejar Stevano "Sayang papah capek nih berhenti makan dulu!" ujar Vano mengejar Stevano.

Ketika hampir tertangkap anak itu berhasil lolos dan berlari lagi.

"Epan gak maem, " Stevano berlari menjauh dari papanya yang membawa mangkok berisi makanan.

Revlia langsung menggendong Stevano saat berlari kearahnya ketika selesai mengintip di balik dinding dan menyaksikan tingkah Vano yang kesulitan saat mengejar putranya.

"Makan dulu!?" ujar Revlia kepada Stevano mendekatkan kepada sang papa.

Saat Vano memberikan suapan pertama wajah Stevano di sembunyikan dalam dekapan Revlia membuat dia susah untuk menyuapi.

Revlia mengambil alih sendok dari tangan Vano dan menyuapi Stevano.

"Buka mulutnya!" suruh Revlia "Anak pintar makan nanti sakit, " ujar Revlia.

Stevano menatap Revlia lalu membuka mulut menerima suapan dari gadis tersebut.

Vano merasa heran lagi melihat kedua putranya yang nurut dengan sikap Revlia daripada orang tuanya sendiri.

Vano mengajak gadis tersebut untuk duduk dan menyuapi putranya. Stevano duduk diam dengan memandangi wajah Revlia terus menerus sampai membuat Revlia menjadi salah tingkah dengan tatapan anak kecil itu.

"Apah mama aru, " Stevano memeluk Revlia dengan perkataan yang sukses membuat mereka berdua saling tatap dalam beberapa menit.

"Anak saya cuma bercanda kok gausah di dengerin!?" ujar Vano beralih memainkan sendok di mangkok.

Revlia tidak menjawab dia melihat Stevano yang masih memeluk dirinya dengan sangat erat. Perkataan itu berhasil membuat pikirannya teringat dengan Very saat cowok tersebut membahas anak kelak di saat sudah bersuami istri. Revlia mencoba tenang kembali menyuapi Stevano lagi sampai anak itu bener-bener kenyang dan dia bisa segera pulang ke rumah karena merasa takut berada di rumah orang asing apalagi terlalu lama walaupun ada babysitter tapi Revlia tidak terbiasa.

∆^¶¶^¶∆

Stevano terus memegang tangan Revlia ketika gadis itu mau turun setelah Vano sudah mengantarkannya pulang.

"Kenapa tidak sampai di rumah saja, " tanya Vano.

"Sudah dekat, " jawab Revlia "3 meter sudah sampai?" Revlia menjelaskan sambil menunjuk depan jalan. "Lepasin tangan tante ya!" ujar Revlia menatap Stevano yang mau di pindahkan ke pangkuan papanya.

"Dak auu, angan!" ujar Stevano memegang tangan Revlia erat.

"Nanti papa beliin es krim yuk sama Farel juga, " ujar Vano agar Stevano pindah ke pangkuannya.

Stevano geleng-geleng kepala tidak tergoda dengan ucapan papanya.

"Nanti kakak kamu nangis kalo di tinggal sendirian, " ujar Vano.

"Apah ebih ayang arel, apah gak ayang ama,,, ?" Stevano memeluk Revlia.

"Papah sayang sama kalian berdua. Kalian putra papa yang hebat dan ganteng, " Vano menempelkan jari telunjuk ke bibir Stevano mengakibatkan ucapannya terhenti.

"Ganteng?" ujar Stevano mengulang perkataan papanya.

"Putra papa ganteng, " Vano mencubit pelan pipi Stevano "Stevano sekarang kita pulang ya?" ujar Vano "Kakak kamu lagi sakit nanti nangis, " Vano merentangkan tangan untuk memeluk putranya.

Stevano akhirnya mau dan pindah ke pelukan papanya.

"Anti mama aru arus ain ke umah, " ujar Stevano menatap Revlia.

"Iya sayang pasti" Revlia memegang pipi Stevano lembut. Stevano memegang tangan gadis tersebut lalu menciumnya.

Vano yang melihat sikap putranya menjadi diam menatap wajah Revlia yang tersenyum melihat putranya. Diam-diam lelaki itu mencuri pandang ke arah Revlia.

"Panggilannya siapa?" tanya Revlia ingin tahu panggilan dari putranya.

"Hah?" Vano sadar dari lamunan saat Stevano mencubit tangan papanya.

"Panggilannya siapa?" Revlia mengulang pertanyaan saat lelaki itu tidak mendengarnya.

"Evan!" Vano menyebutkan nama panggilan dari Stevano.

"Gak Vano aja?" tanya Revlia.

"Nanti samaan dong sama papanya, " jawab Vano.

"Nama lo Vano?" tanya Revlia baru mengetahui nama lelaki tersebut.

"Iya, Devano Arganta itu namaku" ujar Vano menyebutkan nama lengkapnya.

Revlia hanya menganggukkan kepala mulai membuka pintu. Sebelum melangkah keluar dia melambaikan tangan ke Stevano dan di balas lambaian juga dari anak berusia dua tahun tersebut.

"Avralezka Revlia nama gw" ucap Revlia turun dari mobil dan menutupnya kembali lalu berjalan pulang.

Kepergian Revlia lelaki itu pun menancap gas melajukan mobilnya dengan Stevanono yang berada di pangkuannya. Vano masih trauma dengan Farel ketika membiarkan putranya duduk di kursi mobil sendirian dan dia tidak mau hal tersebut terjadi juga pada putra keduanya.

See you

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel