Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

1.| Farel dan Stevano

Utamakan komen ya

Revlia merebahkan tubuh ke kasur melepaskan rasa penat dan pikiran hari ini. Gadis itu masih memakai headset di telinga walaupun tidak ada musik yang terdengar. Dia mengambil handphone di saku dan lowbet. Cepat-cepat ia pun langsung mengeces handphone tersebut.

Setelah itu Revlia pergi lagi untuk mengkliping tugas sekolahnya.

"Avra! Turun ayo makan!" teriak mama Revlia dari bawah menyuruhnya untuk makan.

Karena tidak menyahut wanita tersebut menemui putrinya sekaligus memastikan jika gadis itu bener-bener ada di dalam kamar.

Suara pintu terbuka membuat Revlia terpaksa menaikan dagu untuk melihat siapa yang sudah mengganggu dirinya saat membalas pesan yang masuk di handphone.

"Pantes, turun dulu. Makan jangan mainan HP Nanti lama-lama hp kamu mama sita!"

"Iya"

Beberapa menit kemudian Revlia turun dengan dress merah dan terpaksa makan setelah di suruh mamanya. Walaupun belum merasa lapar sedikit pun.

∆^¶¶^¶∆

Sampai di rumah Vano berlari kecil menemui kedua putranya yang sedang berada di kamar.

"Arel ku auss?" Stevano berbicara dengan saudara kembarnya yang sedang minum susu.

"Dah abis!" Farel menunjukkan segelas susu yang sudah di minum semuanya.

"Tirus ku mium apa?Aus nak mium, " Stevano mendekat dan menggoyangkan tubuh Farel.

"Adi epan tudah mium asa aus agi?"

Stevano masih merengek minta minum ke Farel dengan manja. Saat papanya sedang membuka pintu ia melihat kedua putranya lagi memperebutkan sesuatu.

"Hayo ada apa tuh?" celetuk Vano duduk dekat putranya.

Stevano merangkak dan memegang tangan sang papa dengan gemas.

"Arel akal aus dak di asih!" Stevano mengadu ketika Farel tidak memberinya minum.

"Papa gak pernah ngajarin untuk pelit, ayo kasih ke adik kamu!" pinta Vano kepada Farel yang menatap datar ke arahnya.

Farel memberikan segelas susu itu kepada sang papa tanpa bicara.

"Ini habis Farel" Vano terkejut saat mengetahui gelas kosong hanya tinggal setetes susu yang ia lihat.

"Dah abis ku mium, adi epan tudah mium apah, "

"Kalau abis jangan di kasih ayo minta maaf ke adik kamu!" suruh Vano ingin putra yang lahir pertama untuk meminta maaf.

Vano harus lebih bijaksana dan tegas kepada kedua putranya agar mereka tumbuh menjadi anak yang nurut dan seperti dirinya kelak di masa mendatang berikutnya.

Farel berdiri dan berjalan perlahan lalu memeluk saudaranya. Vano pun senang melihat mereka bisa akur satu sama lain.

Saat ini mereka sedang berada di pangkuan sang papa sambil mengobrol layaknya seorang balita.

"Kok badan kalian gak demam?" Vano merasa heran saat memegang dahi Farel dan Stevano yang bersuhu normal beda ketika pembantu mengatakan kedua putranya demam melalui telepon.

"Apah alan-alan eli es, ayok!" Farel ingin mengajak papanya untuk keluar dengan Stevano yang mulai mengikuti sikap saudaranya, menarik-narik kemeja Vano.

"Ga ada es krim. Kalian udah bo'ong sama papa. Tadi di telpon kalian bilang lagi demam tapi badan kalian gak panas, hari ini dan seterusnya tidak ada es krim!" Vano menurunkan mereka dari pangkuan dan memindahkan ke kasur.

Farel maupun Stevano saling memandang satu sama lain menatap papa yang memandang ke arah pintu.

Seketika mereka langsung menangis bersamaan membuat Vano kelimpungan.

"Anak papa cengeng, berhenti nangis! Papa bilang berhenti menangis!" Vano tidak suka jika putranya menjadi anak yang cengeng.

"Ini nih kalo minta sesuatu harus di turuti kalo engga ujung-ujungnya nangis!* Vano mengomel melihat kelakuan putranya.

Farel dan Stevano berhenti menangis dan tersenyum bersamaan menampakkan gigi mungil yang baru tumbuh.

"Apa senyum-senyum!"

Mereka mau menangis lagi setelah mendengar perkataan sang papa. Vano lalu mencoba agar tidak membuat mereka menangis untuk kedua kali.

"Sekarang beri tahu papa ide siapa kalian pura-pura sakit!" tanya Vano menatap mereka satu persatu.

Farel dan Stevano memandang papa tanpa berkedip dan langsung menunjuk satu sama lain. Vano di buat kesal melihat kelakuan putranya yang selalu mengerjai dirinya setiap ada di kantor.

"Kamu Farel?" tuduh Vano.

Farel geleng-geleng kepala ketika Vano menunjuk dirinya.

"Tukan Arel, tukan!" Farel tidak mau di salahkan.

"Trus siapa? Haa, kamu ya Stevano?" tuduh Vano lagi.

Sama seperti sebelumnya Stevano tidak mengaku dan melambaikan tangan tanda tidak bersalah.

"Trus siapa kalo bukan kalian masa papa pelakunya kan gak mungkin?"

"Apah eli es!" ucap Stevano ingin makan es krim.

"Habis!" balas Vano cuek.

Mereka langsung ngambek saat Vano tidak menuruti kemauan untuk es krim.

"Ampun deh!" Vano menepuk dahi pasrah dengan kelakuan putranya.

∆^¶¶^¶∆

Setelah mendengar tangisan yang tak kunjung berhenti Vano memutuskan untuk mengajak mereka keluar, alhasil mereka berhenti menangis ketika memasuki mobil.

"Duduk diam nanti jatuh!" perintah Vano.

Vano memegang tubuh Farel yang duduk di kursi depan dengan stealbeat yang melingkar di tubuhnya ketika tidak bisa diam walaupun sudah di beri mainan.

Beda dengan Stevano ketika duduk di belakang bersama babysitter yang menjaganya, asyik dengan mainan pesawat terbang.

"Seharusnya Stevano yang diam duduk di depan dan kamu di belakang, aduhh, " Vano memegang leher belakang ketika sebuah balok mainan mengenai dirinya.

"Apah ainanku?" Stevano menginginkan mainan itu semula.

"Gak ada!" balas Vano.

Ucapan Vano membuat Stevano menangis lagi dengan kencang dan terpaksa mencari balok itu sambil menyetir pelan.

"Tu tu tu tu!" Farel mengarahkan tangan saat melihat balok yang di cari papanya.

"Ambil jangan cuma bilang!" Vano mengikuti arah tangan Farel.

"Arel asih ecil, apah tudah esar, " ucap Farel membuat lingkaran tangan di udara.

"Pintar ya!" Vano membelai rambut Farel, lembut.

"Apah, ano auu aya arel!" Stevano melihat sikap papa dan ingin merasakan seperti yang di lakukan ke Farel.

"Nanti ya papa lagi nyetir!" balas Vano.

"Ga auu sekarang!" Stevano bersikeras dan mencoba untuk menghampiri sang papa tapi di tahan oleh babysitter.

Karena terus merengek Vano pun menghentikan mobil sejenak dan membiarkan Stevano untuk duduk di pangkuan tanpa alat gendongan karena lupa di bawa.

"Ayang apahh" Stevano memeluk Vano setelah berada di pangkuannya.

Mobil pun di jalankan kembali dengan kanan kiri yang melingkar di pinggang Stevano.

Di sisi lain Revlia tanpa mengecek hasil wawancara langsung berniat mengkliping agar tugasnya tidak menumpuk.

"Kliping mika putih!" pinta Revlia ketika berhadapan dengan pemilik toko.

Gadis itu menunggu sambil melihat peralatan yang di perjual belikan.

Vano tidak bisa menyetir dengan tenang saat kedua putranya bikin kehebohan di dalam mobil. Stevano yang ingin menyetir karena melihat cara Vano mengemudikan stir dan Farel yang minta di pangku seperti saudaranya.

Bahkan babysitter pun kewalahan ketika ingin menggendong Stevano karena berpegangan pada stir. Mobil itu terus melaju pelan dengan arah yang berbelok-belok.

"Ga auu, ihh!" Stevano tidak ingin melepaskan tangan dari stir saat Vano dengan pelan melepas genggamannya.

"Sayang ini bukan mainan!" balas Vano.

"Hikss apahh, " Farel memegang lengan kemeja Vano dan menariknya.

"Bibi, tolongin! Nabrak nanti, pusing amat punya dua anak mana keduanya tidak bisa diam lagi. Kalo gini papa bisa stress!"

Sebuah klakson berbunyi dan dengan sigap Vano langsung memegang stir penuh lalu mencoba membelokkan ke arah yang tepat. Vano berhasil menghentikan sebuah tabrakan dengan mobil lain. Saat ingin mengerem Vano salah menginjak kopling dan menambah cepat laju mobil yang akan menabrak sebuah bangunan.

Dag dig dug, lelaki itu berhasil mengerem sebelum menabrak gadis di depan bangunan dengan tangan kiri memegang dahi Stevano agar tidak terbentur. Gadis itu pun bisa merasakan sentuhan dan panik ketika melihat mobil yang akan membuat dirinya tiada hari ini.

Vano turun dan menyerahkan Stevano ke babysitter, ingin meminta maaf atas kesalahannya sebelum terjadi keributan.

Revlia memasang muka seram ketika melihat sosok pria yang turun dari dalam mobil.

"Kamu cewek yang tadi siang kan? Ngapain disini?" Vano bertanya ketika melihat gadis yang akan di tabrak.

Tanpa menjawab Revlia hanya menatap kosong dengan mata melotot ke arahnya. Vano pun tahu ketika gadis itu sedang marah karena perbuatannya.

"Maaf saya tidak bermaksud menabrak Anda. Anda tidak apa-apa?" tanya Vano tulus.

Seketika Revlia di buat heran dengan sikap Vano yang tiba-tiba berubah dari awal bertemu. Lelaki itu menatap Revlia yang nampak bengong.

"Ini mb kembaliannya," celetuk pemilik toko menyerahkan kembalian uang dari dalam rumah sekaligus terkejut melihat sebuah mobil yang begitu dekat dengan toko miliknya.

Vano langsung meminta maaf kepada pemilik toko atas perbuatan yang bisa merobohkan bangunan ini. Damai, masalah pun selesai dan tidak membuat Vano tambah pusing ketika pemilik toko tidak menambah beban hidup dan lebih memilih ketenangan.

"Saya sudah minta maaf, kamu masih marah?" Vano menatap Revlia kembali dan beralih ke makalah yang di pegang.

Tidak ingin membalas gadis itu pergi meninggalkan Vano. Karena badan yang terhimpit tidak bisa keluar Revlia terpaksa naik dan menginjak atas mobil serta turun ke samping membuat Vano yang ternganga melihat kelakuan gadis tersebut.

Saat mau berjalan pergi ada motor yang hampir menyerempet dirinya membuat Revlia kaget dan langsung menabrak tubuh Vano.

Lelaki itu menatap Revlia datar ketika ia telentang di atas mobil dengan wajah yang saling berdekatan serta mata yang bertemu satu sama lain.

"Waktunya gak tepat kenapa harus di atas mobil?" Vano bicara membuat Revlia melotot dan bangun lalu menampar pria tersebut serta menginjak kaki lalu pergi.

"Aiss saya cuma bercanda, "

Setelah kepergian Revlia, Vano memasuki mobil. Di dalam mobil Farel terus menatap papanya yang sedang menggunakan stealbeat.

"Sayang kenapa liatin papa kayak gitu?" Vano mendekatkan wajah ke Farel.

Tanpa di duga Farel menatap pipi Vano ketika melihat kejadian di luar.

"Farel gak boleh kayak gitu jangan diulangin lagi. Mengerti!" tegur Vano tegas.

Farel menganggukkan kepala mendengar nasehat papa dan lanjut bermain.

"Sepertinya Farel suka meniru apa yang di lihat tuan, " ucap babysitter melihat sikap Farel.

"Sepertinya begitu Stevano jangan ikut-ikutan kayak abang kamu ya!" Vano menatap Stevano yang sedang berada di pangkuan babysitter.

Stevano hanya menatap sang papa dengan mainan yang di pegang.

"Apah ano unya mama aru!" Stevano bicara membuat Vano tidak mengerti.

"Adi itu mama aru kan. Ano unya mama aru heyyyy, " Stevano kesenangan di atas pangkuan babysitter.

"Bukan mama baru siapa yang bilang gitu?"

Stevano menunjuk babysitter yang sedang memangkunya.

Ketika Vano sedang bersama dengan Revlia babysitter memberitahu jika mereka akan segera mempunyai mama baru.

"Jangan bilang yang engga-engga kepada kedua putraku. Jika di ulangi lagi kamu saya pecat!" tegur Vano.

"Maaf tuan" ucap babysitter ketika Vano telah menegurnya.

Mobil pun melaju dengan tertib karena pengganggunya sedang sibuk bermain dengan Farel yang tertidur di kursi depan. Vano sesekali melihat jalan dan memperhatikan Farel sambil fokus menyetir.

Vano sangat menyayangi kedua putranya.

See you

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel