Merawat Cinta
Andi melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi. Andi tidak ingin Daniel terus gelisah karena memikirkan Cinta.
"Aku akan membuat perhitungan dengan paparazi itu, jika terjadi sesuatu pada Cinta." Daniel mengepalkan kedua tangannya.
Andi memarkir mobil di halaman rumah sakit. Daniel langsung berhambur turun dari mobil dan langsung menuju ke meja perawat.
"Suster, bisakah anda memberitahu saya, di mana pasien korban kecelakaan tadi siang dirawat?" Daniel terburu - buru menanyakan keberadaan Cinta kepada perawat jaga
Suster tersebut terlihat bingung
"Ehem. Maksud saya pasien atas nama Cinta, dirawat diruang mana?" Daniel menjelaskan maksud perkataannya kepada perawat jaga.
"Ooo … Nona Cinta? yang mengalami kecelakaan di jalan Sultan ya, Pak?" tanya suster tersebut.
"Iya, benar!" jawab Daniel
"Di ruang mahoni, kamar no 3 ya, Pak … " Suster tersebut menunjuk arah kamar Cinta.
"Terimakasih suster." Daniel langsung melangkah ke arah kamar yang di tunjuk.
Daniel berlari-lari kecil menelusuri lorong rumah sakit, raut wajahnya menampakkan kecemasan yang teramat sangat.
Andi hanya menggelengkan kepala melihat sikap bosnya. Karena, sebelumnya Daniel tidak pernah bersikap seperti itu kepada siapapun.
Didepan kamar mahoni no 3, Daniel mencoba mengatur napasnya. Daniel meraih handle pintu dan masuk .
Daniel melihat Cinta terbaring dengan mata terpejam. Tangan dan pelipisnya diperban. Daniel duduk di samping Cinta, ada rasa nyeri saat dia melihat Cinta terbaring tak berdaya seperti itu. Daniel mengusap pipi Cinta dengan lembut.
"Andi, urus perpindahan ruangan Cinta. Aku ingin dia dirawat di ruang VIP." Daniel memandang Andi yang berdiri dibelakangnya.
"Baik bos!" Andi meninggalkan ruangan tersebut dan menuju ruang administrasi.
"Sepertinya bos benar-benar jatuh cinta pada perempuan itu," gumam Andi di dalam hati.
Daniel masih terus membelai pipi Cinta. Daniel merasa teramat sangat bahagia setiap kali berada di samping Cinta.
Beberapa perawat masuk dan ingin memindahkan Cinta ke ruang VIP
"Permisi pak, benarkah pasien akan dipindahkan ke ruang VIP?" tanya salah seorang perawat kepada Daniel.
"benar suster. Silahkan!" Daniel menjauhkan diri dari ranjang Cinta, dan membiarkan kedua perawat tersebut mengurus segala keperluan pemindahan Cinta.
Dua orang perawat tersebut menjalankan tugasnya dengan baik. Mereka membawa Cinta keluar ruangan, diikuti Daniel dibelakang.
Setelah sampai diruangan VIP yang dituju, Daniel merasa lega. Karena diruangan sebelumnya, Daniel merasa tidak nyaman dan terlalu sempit. Daniel tidak ingin, ketika Cinta sadar, Cinta merasa tidak nyaman dan ingin segera pulang.
Daniel kembali duduk disamping Cinta.
Menatap wajah perempuan tersebut dengan seksama. Entah mengapa, sejak kejadian malam itu, Daniel tidak pernah sedikitpun melupakan wajah Cinta.
Daniel mendekatkan wajahnya, berniat mencium kening Cinta. Tapi kemudian dia urungkan. Dan menarik kembali wajahnya.
Daniel tidak ingin, Cinta terbangun dan kembali berontak jika melihat wajah Daniel.
Tokkkkkk … tokkkkkk ... tokkkk ...
Seseorang mengetuk pintu kamar rawat Cinta.
"Masuk!" Sahut Daniel.
"Bos, sebaiknya anda makan dahulu. Ini sudah lewat jam makan siang." Andi mengingatkan Daniel untuk mengisi perutnya. Karena Andi tau, sejak menuju ke kota ini, Daniel tidak makan apa pun, dikarenakan terlalu mengkhawatirkan Cinta.
"Nanti saja!" jawab Daniel, masih terus menatap wajah Cinta.
"Bos, Nona Cinta aman berada di sini. Bos harus menjaga kesehatan, karena bos akan menjaga Nona Cinta dari Paparazi. Bukankah yang menjaga harus kuat, dan tidak boleh ikut sakit, kan Bos?" Andi membujuk Daniel agar segera makan siang.
Daniel terdiam dan memikirkan perkataan Andi, benar saja. Daniel tidak boleh sakit, agar bisa menjada Cinta dari incaran Paparazi yang menginginkan yang Daniel.
"Oke. Kita makan dikantin rumah sakit ini saja. Keluarlah dahulu. Aku menyusul!" ujar Daniel sambil berdiri dan memperbaiki selimut Cinta.
"Baik bos!" Andi melangkah keluar ruangan.
Daniel kembali menatap wajah Cinta yang terlihat damai. Daniel mendekatkan wajahnya, dan melabuhkan kecupan manis di kening Cinta. Dadanya bergemuruh saat mencium Cinta. Ada getaran-getaran yang mejalar di seluruh tubuhnya.
Daniel lalu tersenyum dan meninggalkan Cinta.
*******
"Menurut mu apa yang dilakukan paparazi terhadap Cinta?" Daniel mendudukkan bokongnya di kursi kantin rumah sakit
"Saya juga tidak bisa menebak bos. Tapi kalau mendengar cerita penjual buah tadi, sepertinya Nona Cinta ketakutan," jawab Andi sambil meletakkan gelas berisi air mineral.
Daniel mengerutkan keningnya.
"Kita harus secepatnya menemukan dan memberi pelajaran paparazi itu. Aku khawatir, kedepannya dia akan terus mengganggu Cinta." Daniel menatap serius kepada Andi.
"Tentu saja, Bos! menurut saya Paparazi menginginkan sesuatu dari Nona Cinta. Nanti, kita bisa tanyakan kalau Nina Cinta sudah bangun." Andi menyandarkan tubuhnya di kursi. Lalu kembali meneguk air mineral.
"Aku tersiksa melihat Cinta seperti ini, aku tidak ingin ada orang yang melukainya." Daniel mengepal kedua tangannya.
"Bos tenang saja, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan kembali Paparazi, dan membuat perhitungan dengannya!" ujar Andi tegas.
Daniel menatap Andi. Dan menganggukkan kepalanya.
Andi memang dapat diandalkan dalam membantu Daniel menghadapi permasalahan seperti apapun. Andi cukup cerdas dalam menelusuri sebuah masalah.
Tak heran, jika Daniel sangat percaya pada Andi. Dan selalu meminta pendapat Andi dalam menyelesaikan permasalahan kantor.
*************
Cinta membuaka matanya perlahan, dan memandang sekeliling.
"Akh... Kenapa aku ada disini?" Cinta kaget karena menyadari dia berada di ruangan yang berbeda dari ketika dia siuman pertama tadi.
Cinta melihat di samping nakas ada handphone miliknya. Cinta meraih benda pipih tersebut. Dan ingin mengabari Carisa.
Tuutttttt … tuutttttt … tutttt ...
"Sayang … maaf ya, mama belum bisa pulang. Ada sesuatu yang harus mama selesaikan." Cinta menghubungi dengan Carisa dan mencoba berbicara dengan nada yang normal.
"Kapan mama pulang?" tanya Carisa di seberang telpon
"Mungkin besok sayang. Gak apa-apa kan, Nak?" jawab Cinta dengan hati-hati.
"Iya mama. Hati-hati dijalan besok, ya." ujar Carisa.
"Iya sayang. Mama tutup ya, telponnya …"
Cinta menutup telpon. Tiba-tiba sebuah chat masuk di aplikasi berwarna hijau.
[Jangan pernah berfikir untuk bisa lari dariku, aku akan tetap meminta tebusan atas poto-poto ini. Setelah kamu sembuh. Siapkan dirimu untuk melayani ku]
Cinta terkejut dan meletakkan kembali ponsel tersebut ke atas nakas. Namun, baru beberapa menit. Nomor tersebut menelpon Cinta. Cinta mengabaikan telpon tersebut.
Tinggg
Sebuah chat kembali masuk
[Angkat video call ku, Sayang … aku sudah tidak sabar ingin bercinta denganmu. Tunggu aku malam ini, sepertinya bercinta di rumah sakit jauh lebih menyenangkan dari pada di hotel.]
Cinta membuang ponsel tersebut. Rasa takut menyelimuti hati Cinta. Bersamaan dengan itu. Daniel masuk ke dalam ruangan Cinta dan melihat Cinta membuang ponselnya.
"Cinta, kenapa kamu membuang ponselmu?" Daniel memungut ponsel Cinta yang retak seluruh layarnya karena Cinta membuangnya dengan keras.
Cinta kaget melihat Daniel berada di ruangan tersebut.
"K-kamu? Mau apa kamu kemari?" Cinta bertanya dengan wajah penuh ketakutan.
"Aku kemari untuk menjagamu. Aku tidak akan membiarkan paparazi gila itu menyakitimu," jawab Daniel sembari berjalan mendekat dan duduk disamping ranjang Cinta.
Cinta hanya terdiam. Cinta memang membenci Daniel karena kejadian malam itu. Tapi, Cinta lebih membenci paparazi yang menyebabkan semua itu terjadi.
Terlebih setelah Cinta mengetahui bahwa Paparazi yang menjebaknya dan Daniel. Dan yang paling menjijikkan dan menakutkan, Paparazi menuntut Cinta untuk menebus poto-poto tersebut dengan cara gila.
"Ceritakan padaku. Apa yang terjadi." Daniel menatap wajah Cinta.
Desiran di dadanya semakin terasa saat betatapan dengan mata indah Cinta.
"A-aku ..."Cinta merasa gugup dan takut.
Daniel meraih tangan Cinta.
"Ceritakan padaku. Aku akan membantumu. Masalahmu juga masalahku. Kita harus menyelesaikan ini bersama-sama." Daniel menatap sorot mata Cinta yang dipenuhi ketakutan.
Daniel meyakinkan Cinta dengan menggenggam erat tangan Cinta.
"Paparazi itu menghalangi jalanku. Lalu memperlihatkan poto-poto kita. Dia mengajakku untuk bernegosiasi di dalam mobilnya." Cinta mulai bercerita kronologi kejadian tersebut.
"Lalu?" Daniel mendesak karena Cinta terdiam cukup lama dan tidak melanjutkan ucapannya.
"Aku ikut dengannya ke dalam mobil. Paparazy berkata bahwa dia meminta tebusan dua miliar. Dan karena dia tau aku tidak punya uang sebanyak itu. Dia meminta tebusan dengan cara lain" Cinta menundukkan kepalanya. Cinta masih merasakan perih tiap mengingat kata-kata Paparazi yang melecehkannya. Air mata cinta jatuh.
"Cara apa?" Daniel bertanya dengan wajah gusar.
"Dia meminta aku melayaninya di ranjang. Dia berkata aku tidak akan menolak, karena dia akan memberikan dosis tinggi melebihi dosis yang dicampurkannya pada makanan kita malam itu. Paparazi yang menjadi penyebab musibah malam itu terjadi." Cinta mulai terisak. Tubuhnya berguncang karena menahan tangis.
Cinta benar-benar takut membayangkan ancaman Paparazi.
Daniel menghapus bulir air mata yang jatuh di wajah Cinta. Daniel tidak tega melihat Cinta menangis. Cinta memejamkan matanya dan melanjutkan ceritanya.
"Paparazi memaksa aku meminum obat peransang itu supaya aku tanpa sadar melayani dia. Aku berusaha melawan, dan kabur. Tapi, dia sangat kuat dan mengunci pintu mobil." Cinta semakin menangis dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Melihat Cinta menangis, Daniel menarik tubuh Cinta ke dalam pelukannya. Daniel mengusap punggung Cinta dan membelai rambutnya.
"Tenanglah. Aku ada disini." Daniel memeluk erat tubuh Cinta dan mencium keningnya.
"Lalu, bagaimana kamu bisa terserempet motor. Hmmmm?" Daniel mengurai pelukan dan menatap wajah Cinta.
*********
