Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Pesta (2)

Kami sudah tiba di tempat pesta sekarang. Diluar dugaan, pesta ini begitu mewah dan diadakan di The Poster gedung serbaguna. Pantas saja penampilan kami pun diluar dugaan. Kutu telah tiba lebih dulu. Mobil Jingganya seperti biasa tampak sangat mencolok di lapangan parkir. Lyon parkir disampingnya. Hari ini langit berawan tipis, secerah bulan yang bersinar keemasan diatas sana.

Lyon keluar dan mengitari mobil. Membukakan pintu sebelum aku melakukannya. Lalu mengulurkan tangannya.

“Perlu bantuan, dengan sepatunya?” Lyon lagi lagi menggodaku, aku mencebik tapi lalu menerima uluran tangannya saat turun dari mobil.

Dipintu masuk, dua orang pria sebaya kami bertugas sebagai penerima tamu. Lyon menyerahkan undangan, dan kami dipersilakan masuk. Ternyata acara ini memang sangat formil, sehingga harus ada undangan agar bisa masuk.

Saat melewati pintu, keempat temanku sudah menunggu. Tapi kami masih menunggu Ima dan rombongan sebelum menemui oma. Mereka datang tak lama kemudian.

“Oma gagah ya!” bisikku pada Lyon, aku mengandeng lengannya saat naik ke pelaminan tadi. Sedikit khawatir berbuat hal memalukan karena tak terbiasa dengan sepatu berhak stiletto ini.

“It should be.” Katanya pendek.

Lyon lalu merogoh saku tuxedonya sebelum kami tiba dihadapan oma. Lalu menyerahkan kotak beludru biru padaku. Yang kutahu kotak ini adalah hadiahnya untuk istri oma.

“Cewek ke cewek, kayaknya jauh lebih pantes deh.” Katanya lagi.

“Tapi ini kan hadiah dari lu, bukan dari gua.”

“Please! Yaah, Ga? Bilang aja ini dari kita berdua kek.”

“Aisssh!” Aku menggeleng tak percaya, apa yang ada dipikirannya.

Bunda yang pertama kali menyambutku dan kami semua. Berterima kasih untuk kedatangan kami dengan pelukan erat penuh kehangatan. Lagi lagi aku menadapat pujian untuk gaun dan penampilanku. Ini benar benar memalukan.

“Kapan atuh kalian nyusul?” tanya bunda, diluar dugaan.

“Liat aja nanti bunda.” Jawab Lyon disertai tawa kecilnya.

“Sok, bunda doain.” Katanya lagi sambil membelai pipiku dengan lembut dan senyuman yang teramat lebar.

Pada oma aku hanya mengucapkan selamat. Tapi istrinya memelukku penuh rasa terima kasih. Seperti oma pada Lyon. Aku menggenggam kedua tangan kak Renata – istri Oma – saat mengungkapkan doa tulusku, dan menyelipkan kotak hadiah Lyon ditangannya.

“Dari kita, mudah mudahan kakak akan suka.” Kataku, kak Renata berterima kasih sekali lagi.

“Eh, jangan pada langsung pulang ya.” Pinta oma, “Foto dulu nanti, ya Ga, Yon.”

“Beres!” kata Lyon lalu membawaku menuruni tangga pelaminan, menemui teman teman yang sudah menunggu dibawah.

Sambil menikmati sajian makanan yang kebayakan membuatku menahan air liur, aku juga menikmati alunan lagu yang dibawakan seorang penyanyi wanita bersuara lembut. Benar benar kental nuansa pernikahan. Ruangan ini berubah jadi taman bunga bernuansa pastel. Warna warna lembut menghiasi setiap sudut. Pesta termewah yang pernah kudatangi. Tapi sepertinya kawanku tak terpesona seperti aku. Karena hanya aku yang tampak kagum dengan suasana pesta. Kontras sekali perbedaan status sosialku dengan mereka.

Saat lagu berganti, kudengar sang penyanyi membawakan ‘Biru’ dari Vina Panduwinata. Sang pengantin turun ke lantai dansa. Memamerkan romantisme yang hanya milik mereka. Oma mengedipkan sebelah matanya, dan Ima menyusulnya bersama Radit. Berdansa bersama mereka.

Lyon harus sedikit memaksaku sebelum aku mau menyusul orang orang yang berada di lantai dansa. Aku benar benar tak bisa berdansa. Membayangkannya pun aku tak ingin. Tapi setelah dimulai, aku bisa menikmatinya.

“Kayak gini lu bilang nggak bisa?” cibir Lyon saat kami melangkah di lingkaran kecil kami.

“Kebetulan aja kalo gua nggak nginjek kaki lu.” Dan tepat setelah aku mengatakannya, Lyon meringis saat kakinya memang terinjak olehku. Aku sedikit kehilangan konsentrasi pada langkahku yang hati hati karena berbicara.

“Gua nyerah deh, sakit!” katanya masih meringis, selama kembali ke tempat Eii dan Sendy, aku tak bisa berhenti tertawa karenanya.

“Hebat hebat!” kata Ojan dengan geli bercampur girang saat aku tiba didepan mereka berempat – dengan Sayur yang tak berhenti tertawa - yang masih menikmati makanan masing masing. “Cuma lu yang berani nginjek dia.” Lanjutnya menunjuk nujuk geli pada Lyon. Mukaku memanas, tak tahu mereka memperhatikan.

“Btw. Kita diminta oma buat foto dulu.” Sahut Eii.

Saat semua telah kembali berkumpul, sekali lagi kami semua mendatangi pelaminan.

Blitz kamera menyala beberapa kali.

Lalu kami pamit untuk pulang.

“Ga tunggu!” kata oma saat aku mencapai tangga pelaminan.

Kami semua berbalik. Kak Renata terlihat menghampiriku.

“Buat kamu!” bisik sang pengantin wanita, menyelipkan buket bunga di tanganku, lalu tersenyum penuh arti.

Aku mendengar beberapa orang bertepuk tangan. Lalu suara itu makin ramai. Dan mukaku kembali memanas saat menyadari semua mata memperhatikan.

Aku melirik teman temanku, juga Lyon. Dia tersenyum dengan wajah merona.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel