9. Kang Kopi
Kopi itu menyenangkan dan menenangkan, seperti aku menkmati keindahanmu.
***
Suara alarm yang berdering tiada akhir, dari sepuluh menit yang lalu, tidak mampu untuk membuat gadis manis yang terlihat sangat nyaman bergelung dalam selimut tebalnya. Terlalu malas untuk membuat dirinya bangun sepagi ini. Di luar sana, hujan masih setia turun membasahi bumi ini. Alarm kembali berdering, dan membuat gadis itu harus terpaksa mebuka matanya. Mematikan alarm dan segera beranjak ke kamar mandi, untuk memulai ritualnya pagi ini.
Setelah sepuluh menit lamanya, dia keluar dari kamar mandi dan memakai pakaian favoritnya, kaos kebesaran yang menutupi paha dan celana pendek yang tertutupi kaosnya. Tanpa menyisir rambutnya, dia mencepol begitu saja.
"Gue cantik," kelakarnya sendiri.
Suara gedoran pintu di kamar sebelah membuat gadis itu harus keluar dari kamarnya. Memandang gadis itu cemberut dan kembali menendang pintu putih bertuliskan Celine's room. Kembali berteriak memanggil nama Celine dengan suara super duper memekakkan telinga siapa saja.
"CELINE, GUE BAKALAN DOBRAK PINTU INI, KALAU LOE NGGAK BAKALAN BANGUN SEKARANG JUGA! CELINE!" teriaknya sekali lagi.
"Nggak bakalan bangun, masuk yuk, gue buatin kopi buat loe Rey," ajak Candy.
Adora Candy Keisha, gadis berdarah jawa ini memang terlihat cuek dengan penampilannya yang amburadul. Bahkan jika hari libur, dia tidak akan mandi jika tidak dipaksa oleh sahabatnya. Dia hanya kaum rebahan yang menyukai dunia kopi. Selalu berharap menjadi barista kopi yang mendunia.
"Gue heran sama si Celine, padahal dia sendiri yang minta dibangunin pagi ini, tapi kenapa dia belum bangun juga?" keluh Reya.
Candy hanya tertawa mendengar keluh kesah sahabat sejatinya itu. Candy punya sahabat sedari SMA, sampai sekarang diusianya yang ke 23 tahun, mereka masih tetap solid. Meera, Reya, Celine, dan Arka. Lelaki sendiri diantara empat cewek dengan sikap yang beraneka ragam. Bahkan tingkat kesabaran Arka benar-benar patut diacungi jempol.
"Loe ke sini sama siapa Rey?" tanya Candy yang membawa dua cangkir kopi di hadapan Reya.
"Arka," jawabnya singkat. Menyeruput kopi buatan Candy dengan tenang, "kopi loe emang enak, daftar gih jadi barista kopi gitu. Nanti gue share ke loe kafenya."
Candy mengacungkan jempolnya, sebagai jawaban. Dia menscroll lagu favoritnya akhir-akhir ini. Lagu egois dari Lesti menjadi teman kopi pagi ini. Mau ditanya sejak kapan pecinta dangdut? Dia akan menjawab, saat lagu dangdut telah berkumandang di rumah orang tuanya.
Reya berdiri dan menuju kamar Celine, tapi pintunya belum dibuka. Reya kembali menggedor pintu kamar Celine sekali lagi dengan kerasnya. Candy masuk dan menyambar sebuah kunci dengan gantungan Menara Eiffel. Menyerahkan kunci itu di tangan Reya.
"Kunci kamar Celine," jawabnya tanpa dosa.
"Anjrit! Loe bisa-bisanya dari tadi diem aja. Terkampret loe emang Candy!" teriakan Reya kembali menggema.
"Santai dong Rey, itu si Celine sendiri yang kasih semalam. Takutnya dia lupa bangun, dan suruh gue yang bangunin. Tapi gue juga lupa," kelakarnya.
Reya menoyor kepalanya gemas, bisa-bisanya dia memberikan kunci itu sekarang. Dari tadi ngopi berdua juga santai banget. Seperti tidak ada beban dalam hidup. Meskipun Candy masih nganggur, karena belum dapat pekerjaan baru. Dia belum bekerja di antara ketiga sahabatnya. Kalau Celine, entah mengapa gadis itu masih setia dalam dunia perkuliahan.
Pintu terbuka, menampilkan wajah bantal Celine. Reya benar-benar dibuat habis kesabaran dengan kedua sahabatnya itu. Reya menarik Celine menuju kamar mandi untuk dia guyur langsung, tanpa ampun.
"Loe janji bangun pagi sama gue, sekarang bangun, mandi, berangkat ke kampus. Cuma loe yang belum lulus!" omelan Reya benar-benar membuat Celine bad mood.
***
Candy telah siap dengan pakaian formalnya hari ini. Dia mendapat lowongan pekerjaan dari email. Sebuah kedai kopi senja di ujung jalan sana, membuka lowongan pekerjaan untuk seorang barista kopi. Candy keluar dari kosnya, dan melihat ketiga sahabatnya sedang berkumpul bersama.
"Kang kopi mau ke mana?" tanya Celine.
Candy menghampiri ketiga sahabatnya itu. Mereka bahkan terkejut, saat Candy benar-benar rapi hari ini. Dia juga menggerai rambutnya agar terlihat serasi dengan gaya berpakaiannya kali ini.
"Gila, loe bedakan Can?" tanya Reya, yang hanya diangguki Candy.
"Loe sehat?" tanya Arkana tanpa dosa.
"Gue sakit, puas loe!" sembur Candy, "anterin gue titik nggak pakai koma Ar."
Arkana mengalah, karena perempuan itu tidak akan pernah salah dan kalah. Mereka akan selalu benar dan kodrat lelaki selalu salah di mata perempuan.
***
Hadirnya cinta tidak dapat dicegah, namun hati selalu siap menerima konsekuensi yang ada.
Zaqi memandang gadis yang dengan berani mengajaknya bertemu di kafe. Gadis itu duduk dan menikmati cappucino dingin favoritnya. Zaqi duduk dengan tegap di hadapannya. Gadis itu tersenyum sumringah, meletakkan gelasnya di meja, dia mengangsurkan tangannya untuk bersalaman dan Zaqi menjabatnya.
“Jadi, ada apa kamu mengajak saya ke sini?” tanya Zaqi tanpa basa-basi.
“Ayo kita pacaran,” ajaknya tanpa tedeng aling-aling. Membuat Zaqi diam tanpa jawaban.
Gilak, gue ditembak langsung.
Zaqi berdehem sebentar, menghilangkan rasa malu. Baru kali ini ditembak dan baru kali ini pula dia malu. Banyak yang memandangnya. Zaqi mengangguk sebagai jawabannya.
“Tapi saya tidak dapat menjamin waktu kita bersama.”
“Nggak masalah, lagi pula kita backstreet. Nggak akan ada yang tahu,” ucapnya tanpa dosa.
Kamprang, gue kemakan omongan sendiri. Trus pain lo ngajakin gue pacaran markonah.
“Narita, saya harus pergi sekarang.” Zaqi meninggalkan Narita begitu saja. Egonya terluka.
***
“Bengek banget Bun,” kelakarnya.
“Terus aja lo ngetawain abang lo ini,” sungut Zaqi.
“Aduh perut gue sakit. Tapi, kata-kata si Narita bisalah gue copas. Aduh, gue mau ketawa lagi nih, Bang.” Savita kembali tertawa.
Zaqi meninggalkan Savita sendirian, dia butuh waktu sendiri. Mengemasi beberapa pakaiannya yang ada di lemari ke dalam tas. Dia harus pindah tugas ke kota lain. Hal yang wajar baginya dan bagi tentara yang lainnya. Savita masuk membawa kotak berwarna hijau.
“Selamat menjadi tua, Abangku tersayang.” Savita memberikan kotak itu pada Zaqi. “Aku harap, Abang bisa dapat pelengkap iman yang sempurna dan lebih dari Narita.”
Zaqi mengaminkan doa Savita dalam hati. Suatu saat nanti, dia akan mendapatkan bidadarinya. Bukan seseorang yang menebar pesona dan setelah itu pergi.
***
Narita membantu ibunya menyiapkan makan malam untuk tamu. Entah siapa yang dimaksudkan, dia tidak bertanya lebih jauh. Makanan telah tersaji sempurna di meja makan, dia berlalu ke kamar untuk berganti baju. Memilih deretan mini dress yang ada di lemari pakaiannya. Narita memilih dress bermotif bunga mekar warna merah muda. Menyisir rambutnya ke samping, dia memakai jepit rambut simpel. Narita keluar dari kamarnya, ikut menyambut keluarga yang datang. Dia terperangah saat melihat Vino yang berdiri di belakang Bagas dan Lala.
“Narita, masih ingat dengan Vino?” pertanyaan itu membuat Narita tersenyum.
Vino. Sepertinya target gue selanjutnya.
Vino memilih duduk di dekat Narita, dia dengan terang-terangan menatap Narita yang mencicipi masakan buatannya. Dia berdehem sebentar dan memandang balik Vino.
“Om, tante, boleh saya menjalin hubungan dengan Narita?” ucap Vino tegas.
“Boleh, silakan,” jawab Adil.
Satu kesalahan telah dia perbuat, mengacaukan perasaan seseorang yang kini dia gantung. Beberapa hari yang lalu Narita menghubungi Zaqi. Terlalu dingin dan datar jawaban dari Zaqi, membuatnya enggan untuk meneruskan suatu hubungan. Zaqi bahkan tidak beniat untuk menjalin kasih dengan Narita sejak awal.
Maafkan aku bang Zaqi, karena hatiku jatuh ke Vino.
***
