Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Mantan Gebetan Papa

? Arcinta POV

Aku berjalan dengan lunglai ke rumah Papa. Rumah yang aku rindukan selama ini. Setelah status baruku sebagai Janda. Sekarang aku kembali tinggal di apartemen dekat rumah sakit, agar tidak jauh-jauh. Malas berada di asrama ataupun rumah Papa.

Aku melihat Mama sedang memasak di dapur. Wanita sempurna tercintanya Papa, sedang serius untuk memasak. Aku akuin kecantikan Mama tetap terjaga diusianya yang tidak lagi muda ini. Keahlian Mama untuk memasak membuatku iri sekali. Aku yang anaknya saja tidak bisa menuruni bakat Mama yang paling di sukai Papa.

"Mama"

Mama menoleh ke arahku dan memelukku erat, mencium kening ku. Mama juga tidak lupa mengecek keadaan ku, please deh Ma, aku bukan anak kecil lagi yang baru aja pulang dari bermain dan jatuh ke selokan.

"Bosen Mama ngomong sama kamu" aku menaikkan alisku satu, aku kenapa? "penampilan kamu tuh gak modis, wajah kucel kamu. Duh gregetan Mama sama kamu, kayak itik buruk rupa tahu!" aku mengelus dadaku pelan.

"Apa sih Ma?"

Mama mematikan kompor dan menyuruh bik Narti menghidangkan masakan Mama di meja makan. Mama menarikku ke sofa depan tv dengan membawa kaca.

"Ngaca!" perintahnya yang langsung ku iyakan. "Kucel, item, jelek, hidup lagi"

Astaga Mamaku. Ini anakmu Ma, jangan kau kutuk diriku yang kucel ini jadi batu atau itik buruk rupa yang Mama katakan tadi.

"Mama ih!" rajukku.

"Makanya kamu jadi Janda, malas aja tuh sih Juang sama kamu. Modelnya kucel, item begini. Gak ada bagus-bagusnya kalau dibawa kondangan. Gak ada separuhnya sama istri baru dia"

"Sakit tapi tak berdarah lho Ma" Mama hanya tertawa.

Mama pergi ke kamar dan membawa pouch yang biasanya Mama gunakan sehari-hari. Didalam sana ada alat tempur Mama. Skincare yang bikin wajah cantik Mama tetap terjaga. Mamaku ini dokter kecantikan, wajar saja dia menjaga kecantikannya, selain itu jelas untuk menyenangkan hati Papaku, biar tidak ada pelakor yang masuk.

"Bersihin dulu muka jelek kamu. Masa Mamanya dokter kecantikan, anaknya kek pantat panci"

"Mama jahat ih!" rajukku kembali.

Mama lagi-lagi tertawa. Dengan telatennya, Mama membersihkan wajahku yang katanya kucel. Dan aku lihat kapas bekas yang Mama buang di baskom. Ya Tuhan, sumpah jijik banget sih kotoran wajahku. Beneran kata Mama, kek pantat panci. Mama mengoleskan sesuatu di wajahku, dan sekarang Mama memberikan kembali kaca tadi ke aku.

"Ma, ini beneran Cinta?" tanyaku tak percaya.

"Iyalah. Bersih kan? Gak kucel tuh muka, perawatan ya nak, ikutin Mama. Masa mamanya cantik, anaknya modelan begitu" Mama membelai kepala ku penuh sayang.

"Iya Ma iya. Cinta mau perawatan di klinik Mama. Biar cantik kayak Mama" Mama mengangguk.

"Nah gitu dong. Biar dapat jodoh tentara ganteng. Danton gitulah. Masa kamu mau, terus-terusan jadi Janda?" aku menggeleng. Jangan sampai Tuhan.

"Amiinn Ma Aminnn"

Sekarang aku mantap untuk mengikuti saran Mama untuk merawat diriku sendiri. Kenapa sekarang aku baru sadar sih. Bukannya aku nyesel cerai sama si Juang ya. Oh tidak. Aku ingin mendapatkan jodohku kembali, siapa tahu jodohku gantengnya kek bang Gaga atau kata Mama, Danton lah minimal. Siapa tahu, dianya khilaf dan mau sama aku.

???

Aku berdiri di samping mobilku, mengamati sekitar ku. Orang-orang datang untuk menjemput suami bahkan saudaranya yang pulang bertugas di lanud. Aku sendiri menunggu abangku. Mungkin suatu saat nanti, aku akan menunggu kepulangan si jodoh di sini.

"Cinta"

Ku lambaikan tangan ku padanya, dia mendekat dan memelukku. Saat aku memutuskan untuk menikah dengan Juang, abangku ini orang pertama yang menentang ku. Sampai-sampai dia rela pergi ke Papua karena tidak ingin emosi melihatku tiap hari, dan sekarang dia kembali setelah aku resmi bercerai dengan Juang.

"Ya ampun, pangling gue sama lo. Wajah lo kinclong"

Ya, aku mengikuti perawatan wajah rutin di klinik Mama. Demi cari calon suami seorang Danton, Danki juga boleh, titah Mama.

"Iya dong, biar dapat suami Danton kata Mama" dan dia tertawa mendengarnya.

"Ada Danton ganteng yang single di asrama, mau gak lo?" aku mengangguk antusias, Arya malah menoyor kepalaku.

Abang Laknat

Aku dan Arya ini kembar. Dia masuk ke AD untuk mengikuti jejak Kakek, dan diriku yang menjadi dokmil mengikuti jejak Papa.

Letda Aryasatya Shatara Bagaskara

Ku gandeng saja lelaki ini menuju mobil, dan segera ku jalankan mobilku menuju rumah sakit, tempat ayah menggantikan temannya yang sedang libur bekerja.

"Ayo ikutan masuk bang. Gue nggak mau sendirian"

Meskipun berdecak sebal, tapi Arya tetap masuk denganku. Melewati beberapa suster dan dokter perempuan, bahkan pasien yang mayoritas perempuan memandang wajah Arya terang-terangan, lebih lagi si abang satu ini masih pakai baju dorengnya.

Disana Papaku berdiri di ruangan dokter yang bertuliskan. 'dokter Azalea Sp.PD'

Papa sedang ngobrol disana, dengan seorang perempuan seusianya yang juga tak kalah cantik dari Mama. Apa ini maksudnya? Apa Papaku selingkuh?.

"Bang, si Papa selingkuh?" Arya menoyor kepalaku.

"Bego" sarkasnya. "Punya waktu tuh dipake buat kumpul keluarga, dengerin cerita masa lalu Papa dan Mama, bukan ngebucin si mantan!" dih jahatnya kebangetan kalau ngomong. Apa tadi aku bucin? Sorry ya deh.

"Hubungannya?"

"Mantan gebetan Papa. Ah lo mah yang di pikirin mantan lo aja"

Pengen ku sentil tuh pankreasnya si Abang. Aku ditinggal gitu aja, dan lihatlah dia sekarang, dia ngobrol tuh sama Papa dan perempuan cantik itu.

"Papa?" Papa tersenyum padaku.

"Ini anak saya, kembarannya Arya. Namanya Arcinta, dokter bedah"

Aku bersalaman dengan perempuan cantik di depanku ini. Orangnya kalem banget, beda kek aku yang ancur-ancuran kata Mama, hidup lagi.

"Haiy, saya Lea. Kamu cantik, mirip Mama kamu"

"Tante kenal Mama saya?"

"Tentu. Arinta, Dia teman sekolah saya dulu"

Eh?

Niat hati mau ngelaporin Papa ke Mama nantinya, ternyata malah kenal baik sama Mama. Sorry Pa, Ma. Maafkan anak kalian ini. Emang dasarnya aku yang bego kebangetan.

?

Let me go home

I've had my run

Baby, I'm done

I gotta go home

Let me go home

It'll all be all right

I'll be home tonight

I'm coming back home

Savita menghentikan langkahnya dan memandang Avi yang sedang bernyanyi dengan suara merdunya. Baru kali ini dia mendengarkan Avi bernyanyi. Mereka memang terlibat dalam satu project. Avi memetik gitar dan Savita bernyanyi, beberapa lagu yang mereka cover menjadi trending di youtube dan instagram.

“Gue baru tahu kalau suara lo merdu banget,” Savita meletakkan nampan yang berisi minuman dingin dan beberapa cemilan. “Coba nyanyi lagi dong, Vi, khusus buat gue.”

Avi menggeleng, dia tidak ingin mendengarkan suaranya kembali. Nanti ada saatnya di mana Savita akan mendengarnya bernyanyi setiap hari.

“Dek,” panggilan menggelegar dari Zaqi, memenuhi ruangan ini.

Savita dan Avi tengah menata peralatan sebelum mereka membuat vlog dan siaran langsung. Zaqi duduk dan diikuti dengan dua lelaki di belakangnya.

“Kenalin, temen gue, Aidan dan Samudra.”

Avi dan Savita saling pandang, saat nama Aidan disebut. Savita mengangguk sekilas pada kedua lelaki di belakang Zaqi. Tapi, tatapan Aidan berbeda pada Savita. Aidan maju dan mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan dengan Savita.

“Apa kabar Vita?” tak ada jawaban maupun jabat tangan dari Savita.

Zaqi berdiri dan menarik tangan Aidan untuk mengikutinya bersama Samudra. Avi mengkode Savita agar segera melanjutkan kegiatan mereka.

“Lo yakin banget harus pakai lagu apa kabar mantan?” Avi mengangguk dan tertawa.

Berdehem sejenak, lalu Savita mengangguk pada Avi yang siap untuk menyetel kameranya.

Apa kabar, mantan?

Di mana kau sekarang?

Tahukah dirimu aku rindu, sayang

Masihkah hari ini kau ingat padaku?

Rasanya ada angin pada Aidan saat mendengarkan lagu itu. Savita merindukan dirinya. Aidan tersenyum dan nanti dia akan bersiap untuk bertanya lebih lanjut.

“Jadi, lo gimana bisa kenal dengan adek gue?” tanya Zaqi.

“Kita pernah jadi mantan.”

“MANTAN?!” ucap keduanya bersama.

“Tapi gue lagi bujuk Savita buat balikan lagi.”

“Mana bisa. Dia sama Avi, adeknya si Vino.” Telak. Aidan diam.

Aidan menunggu dengan sabar, karena sebentar lagi dia akan berbaikan dengan Savita.

“Haiy gaes, lagu sesuai request kalian. Kalau mau request lagu, silakan komen di bawah sini ya. Jangan lupa jaga kesehatan.”

Avi mematikan kamera di depannya. Memutar kembali video yang terekam tadi. Mereka berua tengah asyik membicarakan tentang kesalahan yang harus dipotong. Aidan berjalan dengan kepercayaan diri yang begitu tinggi. Dia duduk dengan mengangkat dagunya, memandang Savita yang tengah sibuk bersama Avi.

“Boleh bicara sebentar?” Savita mengangguk. “Mari kita bicara tentang kelanjutan hubungan kita.”

“Mari kita bicarakan tentang kesalah pahaman yang ada, Bapak Aidan. Pertama yang harus diingat dan digaris bawahi adalah kita telah lama usai. Yang kedua harus ditebalkan dengan ukuran font paling besar bahwa saya sekarang bersama Avi.”

***

Avi berdiri di depan sebuah rumah minimalis hijau. Dia mulai menghitung angin untuk masuk atau tidak. Suara pintu terbuka membuatnya kaget luar biasa. Seorang lelaki muda mengajaknya masuk untuk berbicara di dalam.

“Apa kabar Vi?” pertanyaan itu membuat Avi tidak berkutik. Dia menundukkan kepalanya dalam diam.

“Vi, kakek lebih bahagia, kalau kamu yang akan menjadi jodohnya. Kalau itu tidak berlaku, ya, sudah, kakek nggak maksa.”

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel