Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

11. Gombalan Receh

?Cinta POV

Aku duduk di cafe dekat rumah sakit tempat ku bekerja. Menunggu seseorang yang pernah menjadi Papa mertuaku beberapa bulan yang lalu. Papa Gilang, memintaku untuk bertemu dengannya di cafe.

Dari kejauhan dapat ku lihat Papa Gilang yang baru saja masuk ke cafe sendirian. Wajahnya nampak murung. Sejak kehilangan Mama Dania, Papa Gilang tidak se ceria dulu. Wajahnya kini terlihat lesu dan kantung matanya terlihat jelas.

"Maaf ya Ar, kamu nunggu Papa lama"

"Nggak papa kok Pa. Mau pesan apa Pa?" ku sodorkan buku menu kearahnya. Beliau membaca sekilas, lalu melambaikan tangan kepada waiters.

"Lemon tea hangat dan nasi goreng" setelah ditulis, waiters itu pergi, "kita makan dulu nggak papa kan Ar?" Aku mengangguk.

"Santai aja Pa. Saya juga makan ini" ku tunjuk piring ku yang berisi nasi kebuli, yang aromanya menggugah selera.

Tak lama, pesanan Papa Gilang datang dan kami sibuk dengan makanan kami masing-masing. Ku perhatikan, beliau seperti sedang ada masalah.

"Maaf kalau Saya lancang, apa Papa ada masalah?" Beliau menghela nafas panjang, memandangku dengan rasa bersalah.

"Maafkan Papa dan Mama ya Ar, gara-gara kami, kamu dan Juang--"

Ku pegang tangan beliau untuk menghentikan ucapannya. "Pa, itu udah masa lalu. Kami bahagia dengan hidup kami sendiri"

"Ya Papa tahu. Maaf Ar" aku mengangguk. Papa mengeluarkan undangan pernikahan kepada ku. "Undangan resepsi pernikahan Juang dan Saras"

Oalah, jadi namanya Saras toh. Setelah cerai 4 bulan lalu, aku baru tahu namanya. Astaga, ngeri banget diriku. Dan lihatlah nama tamu undangan disini tertulis, Arcinta. Dia sehat? Dia ngundang mantan istrinya ke pernikahan dia? Aku rasa otak dia sakit.

"Bisa kamu datang?" Aku hanya tersenyum ke Papa Gilang.

"Bukannya tidak mau datang Pa. Tapi hari itu bertepatan dengan tugas Saya sebagai relawan. Saya menjadi relawan Pa, jadi maaf saya tidak bisa datang"

Oke bohong, aku belum daftar. Yang aku tahu tadi pagi dari Arya, dia mendaftar sebagai pasukan Garuda ke Suriah. Dan aku juga ingin merasakannya juga. Niat hati aku ingin pergi kesana juga bersama dengan Arya.

???

Ku langkahkan kakiku menuju ruangan profesor Gunawan. Aku memantapkan hatiku untuk berangkat sebagai relawan ke Suriah beberapa hari lagi. Dan profesor Gunawan sangat antusias sekali.

"Baik Arcinta, segera persiapkan semuanya. Kamu akan berangkat ke Suriah bersama pasukan Garuda 1"

"Terimakasih prof"

Aku segera keluar menuju parkiran mobil. Menuju mobil pink kesayanganku itu yang terparkir manis di dekat sedan hitam yang terlihat gagah. Ah pasti pemiliknya maskulin sekali. Kira-kira apa profesinya ya?.

Aku menggeleng dan segera masuk ke mobil. Melajukan mobil pink ini menuju rumah Papa. Untuk berkumpul bersama keluarga. Karena Kakek dan Nenek baru saja pulang dari liburan.

"Assalamu'alaikum. I'm home" teriakku yang mendapat jeweran manis di telinga oleh Mama.

Aku heran dengan Mamaku, aku ini anak perempuan, tapi kenapa Mama selalu menyamakan ku dengan Arya. Tak ada bedanya aku dengan dia. Tak ada kata manja atau sayang karena aku anak perempuan mereka. Sama semuanya.

"Jangan teriak-teriak. Kamu kira ini hutan apa?"

Ku tangkup tanganku ke depan wajahku. "Hampuran Nyai" kembali aku mendapat jeweran di telinga. Bagus Ma, merah sekali ini telinga. Orang yang gak tahu, pasti dikiranya diriku lagi blushing karena di gombalin.

"Yuhuuuuu everybody, Arya ganteng pulang" teriaknya lebih membahana. Ini lebih parah dariku.

Ku lihat Mama masuk membawa spatula kayu, lalu keluar menemui Arya yang lagi muter-muter gak jelas di ruang tamu. Tanpa aba-aba,Mama Langsung memukuli Arya tanpa ampun. Sukurin Lo Bang! diriku tertawa puas.

Arya berlari dan meminta ampun Mama, sedangkan Mama terus mengejarnya dan mengomeli dirinya tanpa henti. Dan jangan lupakan cipokan sayang spatula kayu kesayangannya Mama. Ah puasnya aku melihat Arya seperti itu.

"Arinta, berhenti sayang" ah Papaku gak asyik. Papa menarik Mama kedalam pelukannya. Asem aku iri.

"Arya baru aja pulang, tapi kamu kenapa pukulin dia? Nanti kalau kedua anak kamu gak dirumah, kamu kangen mereka"

Hah? Gak salah nih?. Mama kangen sama kita? Aku dan Arya saling tatap, lalu dengan kode mata, kami memeluk Papa dan Mama. Ah kangen berpelukan seperti ini.

"Gak nyangka banget kalau Mama sekangen itu sama Arya dan Cinta" aku terkikik geli melihat Mama melayangkan tatapan tajamnya. Dih gengsinya Mama gede.

Kakek mengajak kami untuk segera bergabung bersama di meja makan. Mama menyiapkan menu masakan kesukaan kami berdua. Rendang Ayam. Ah Mama sweet banget sih. Ku cium pipi Mama bergantian dengan Arya.

"Love you Ma" Mama memelukku sekilas dan Arya bergantian. Aku kangen suasana seperti ini.

Setelah makan malam yang hangat, kami berkumpul di ruang keluarga untuk berbicara tentang liburan Kakek dan Nenek bersama teman-teman SD Nenek dulu. Gila ndro, temen SD cuy, gak sekalian tuh temen TK nek?.

"Jadi? Ada yang akan jujur diantara kalian berdua?" Papa memandangku dan Arya bergantian. Oke fix ini sidang untuk kami.

"Arya daftar sebagai pasukan Garuda 1 ke Suriah dan akan berangkat 3 hari lagi"

"Cinta juga"

Aku dan Arya segera menutup telinga kami berdua. Ku hitung sampai tiga. 1,2,3.

"APAAA?"

Yaps sukses tertutupi telinga kami. Dan selanjutnya adalah ceramah Mama yang panjang kali lebar kali tinggi kali luas. Hebat lho, udah jadi rumus persegi aja.

"Please Ma" rengekan ku dan Arya.

"Oke. Jaga adik kamu Ya, pastikan dia bisa dapat jodoh disana, minimal Danton"

Ampun deh Ma.

"Pasti Ma. Akan Arya kenalkan nanti ke Danton ganteng idola ibu-ibu Persit"

Karepmulah Ya Karepmu.

???

Aku duduk di salah satu kursi yang memang disediakan untuk para petugas medis yang akan memeriksa para prajurit Garuda disini. Ku amati para prajurit Garuda, siapa saja yang belum periksa.

"Hey adikku sayang" ku putar bola mataku malas. Tanpa bertanya, ku langsung memeriksa kondisi dan golongan darah Arya. "Sebentar lagi Lo ketemu Danton itu"

"Hmm"

"Gak laku Lo disini? Pasien Lo mana?"

Sialan!

"Udah. Gue mau ke toilet dulu"

Setelah ijin dengan Kapten Johan, aku ke toilet untuk membasuh wajahku yang kusam. Ku oleskan skincare yang ku peroleh dari Mama sebelum aku berangkat. Aku kembali ke meja dan melihat seorang lelaki sangat tampan menurutku. Berdiri celingukan mencari petugas medis yang kosong.

Dia berjalan menuju mejaku dengan senyuman yang menawan, membuat jantungku berdebar kencang sekali, seperti orang yang lagi lari maraton. Duh bang, meleleh hati ini Abang senyumin gitu.

"Saya Letda Arcinta Shahilah Bagaskara. Saya yang bertugas disini" senyuman itu lagi.

"Saya Lettu Melvi"

Apa ini yang dimaksud Arya?. Ku lihat Arya melongok kedalam dan mengangguk. Jadi beneran dia, oh Tuhan. Dia mah ganteng banget, gak ada apa-apanya dibandingkan Juang.

"Dokter Cinta?"

"Saya Ndan"

"Saya gak butuh dokter Cinta, saya butuh Cintanya kamu"

Receh sekali Pak. Ku jentikkan langsung jarumku untuk mengetes golongan darah lelaki gombal di depanku ini yang sayangnya bikin aku meleleh.

"Saya Cinta, Ndan"

"Saya juga Cinta kamu"

Ampun Maaa.

“Ngemil yuk!” ajaknya, aku bingung deh sama maksud dari kata-kata dia, “Ngemilikini kamu sepenuhnya”

Aduh bang, dedek meleleh ini lumer-lumer.

???

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel