Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

**

"Nah gitu dong, oh ya Adrian! ibu mau tanya!"

"Tanya apa Bu?" seperti nya ada hal aneh yang ada dipikiran ibukku.

"Tadi kamu dapet bakso kan, kamu minta atau dikasih pak Sarno?" tanya ibuku dengan tatapan mata yang tepat dimataku.

"Di kasih Bu.." jawabku gugup.

"Kok tadi Bu Jasmin bilangnya kamu yang minta?" tanya ibuku lagi.

"Ya ampun Bu, malu lah kalau minta-minta. Sumpah aku dikasih pak Sarno!" jawabku tegas.

"Awas ya! kalau minta-minta, malu-maluin ibu kalau kamu ngelakuin hal ini. Kaya nggak pernah dikasih makan saja!" ucapnya sembari pergi meninggalkan kami bertiga.

***

"Emang tadi Abang minta?" tanya adikku, Asih.

"Ya enggak lah dek, walaupun kita miskin jangan pernah minta-minta sama orang lain. Kecuali orang itu memang niat ngasih ke kita dengan ikhlas, tapi bukan kita yang minta." ucapku sembari menguyah.

"Tapi bang, banyak loh seumuran ku yang minta-minta!" sahut adikku, Raya.

"Kamu lihat dimana dek? paling di televisi kan?" ucapku.

"Kita kan nggak punya televisi bang." sahut Asih, oh ya memang kami tidak mempunyai televisi.

"Oh iya lupa, kamu tau darimana Raya?" tanyaku.

"Dijalan bang, kan ibu pernah bawa aku kepasar." ungkapnya.

"Kita kalau kaya mereka kan dapet uang bang," sahut Asih.

"Hust! nggak boleh! kan tadi ibu bilang, nggak boleh minta-minta!" jawabku dengan tegas.

"Iya bang maaf,"

***

"Aduh mas Bahar udah malem belum pulang juga!" gumam ibuku yang tengah duduk di meja makan.

"Kenapa Bu?" tanyaku.

"Bapakmu, kok belum pulang ya?" tanyanya.

"Mungkin bapak emang lagi kerja yang halal Bu, jadi belum pulang." timpalku.

"Mana mungkin bapak kaya gitu nyari yang halal!" ungkapnya.

"Ya udah kalau ibu khawatir, biar aku cari bapak aja. Aku juga khawatir bapak nggak pulang-pulang." imbuhku.

"Lah nggak usah Adrian, biarin lah!"

"Nggak apa-apa bu, lagian belum terlalu malam biasanya jalanan masih ramai."

"Bang mau kemana?" Asih tiba-tiba muncul tepat dibelakang ku.

"Nyari bapak." jawabku.

"Aku mau ikut!"

"Ngapain sih Asih, nggak usah! dirumah aja! ibu juga nggak bisa pergi, kan Zaki harus ada yang jagain." ungkap ibuku.

"Iya ibu bener, kamu nggak usah ikut! bahaya kalau malem-malem." tambahku.

Hanya bermodal senter aku pergi meninggalkan rumah demi mencari bapak yang belum kunjung pulang juga. Hanya memakai kaos oblong dengan celana panjang bekas bapakku dulu, aku menerobos dinginnya malam. Terpaksa malam ini aku tidak belajar.

"Bapak marah sampai nggak mau pulang," gumamku.

Ditengah jalan aku berpapasan dengan Fadli teman sekelasku yang satu komplek.

"Adrian mau kemana?" tanyanya padaku.

"Cari bapakku, kamu abis darimana?" tanyaku.

"Aku abis ngaji, kok kamu nggak ngaji?"

"Aku nggak ada uang buat bayar guru ngaji, Fadli." sebenarnya dalam hatiku ingin sekali pergi mengaji bersama teman-teman.

"Kan bisa nyicil, ayo ngaji bareng! nanti aku tanya ke ustadz deh. Ustadz nya baik loh!"

"Iya udah tanyain dulu ya dli, nanti aku mau tanya ke ibu juga." ungkapku.

"Nah gitu dong! tapi aku tanya besok ya, soalnya sekarang aku udah mau pulang." jawabnya.

Aku hanya mengangguk kemudian dia pergi dan aku pergi melanjutkan mencari bapakku.

***

"Bapak dimana ya?" gumamku.

Malam semakin larut tapi aku tak kunjung menemukan bapak dimana, sudah mencari ke warung-warung tapi tidak ada. Biasanya bapak nongkrong diwarung kopi Bu Parni tapi malam ini terlihat tidak ada disana.

Aku mencoba berjalan lagi menuju sebuah warung di ujung jalan dekat jalan raya.

"Bu.." aku memanggil salah satu ibu pemilik warung disini.

"Iya nak ada apa? mau pesan gorengan?" belum aku memulai percakapan dia sudah menawariku gorengan.

Aku menggeleng, "Lihat bapak-bapak yang pake kaos hitam, celana panjang robek-robek nggak Bu?" aku mencoba mengingat pakaian yang dikenakan bapakku tadi siang.

"Kayaknya tadi liat, tapi cuma lewat aja nggak mampir kesini, memang nya kenapa ya nak?" tanya ibu ini padaku.

"Dia bapakku Bu, tadi pergi tapi sampai sekarang belum pulang." ucapku.

"Mending kamu pulang saja, kayaknya bapak kamu orang nggak bener deh." imbuhnya.

"Nggak Bu!" jawabku.

"Pulang sekarang, ini udah malem banget ibu saja mau tutup warung. Nanti kalau kamu tetep nyari bapakmu takut ada begal disana." ucapannya membuatku begidik ngeri, akhirnya aku putuskan untuk pulang saja.

Aku mengangguk lalu memilih untuk pulang saja.

***

"Adrian--"

Aku menoleh kebelakang, namun tak ada seorang pun disana.

"Bapak?" jawabku lirih.

"Adrian--"

Bisikan itu terdengar kembali.

"Ka-ka-kamu.. Si-si-siapa.."

Aku menoleh ke sekitar, aku takut jika yang dikatakan ibu tadi memang benar kalau disini rawan terjadi pembegalan.

Aku berlari sekuat tenagaku, menghindari bisikan tadi.

"Bapakmu MATI!" bisikan aneh terdengar lagi.

Aku berhenti sejenak setelah mendengar bisikan itu.

"Apa? bapak mati?" gumamku.

"Apa jangan-jangan ada seseorang yang memberitahuku bahwa bapak meninggal karena begal? seperti yang dikatakan ibu warung tadi?" gumamku lagi.

Aku kembali melangkah dengan kakiku yang mulai gemetaran. Nafasku tak teratur takut ada seseorang yang jahat mengikuti langkahku.

***

"ADRIAN!!" seorang wanita mengagetkanku.

Sontak aku menoleh, ternyata Bu Jasmin.

"Kamu ngapain malem-malem disini? mau maling?" ucapnya.

Alisku menyerit.

"Nggak lah Bu, ibu ini aneh! aku kan anak baik-baik Bu.." timpalku.

"Halah bapakmu aja tukang judi kan, tadi sore ibu liat dia ada diseberang jalan sana!" sambil ia menunjuk sebuah jalur jalan.

"Masa Bu? ibu gosip aja!" sahutku.

"Eh anak kecil, dibilangin ya! bapakmu emang kayak gitu kok!" sahutnya yang tak mau mengalah berdebat.

"Ya sudah Bu, aku mau jalan pulang!" ucapku sembari meninggal dia sendirian.

***

"Assalamualaikum!" sembari ku letakan senter diatas meja teras.

"Dari mana aja sih kamu mas, sampe Adrian aku suruh cari kamu tau!!"

"Tega bener! Adrian disuruh cari aku malem-malem kaya gini. Kalau ada begal disana bagaimana!!"

Sontak aku terkejut mendengar suara gaduh dari arah dalam. Aku membuka pintu ternyata bapak sudah pulang.

"Ini ada apa Bu! bapak? bapak udah pulang sejak kapan?" tanyaku.

"Ini anakmu! beruntung selamat!" ucap bapakku.

"Jadi ibu nggak bisa jaga anak baik-baik! disana aku lagi cari kerja, emang kamu bisa cari duit!??" timpal bapakku lagi.

Aku menoleh kearah Asih dan Raya mereka terlihat sangat ketakutan lalu aku menghampiri mereka.

"Ayo masuk kekamar, jangan dengarkan ucapan bapak dan ibu." aku menyeret adik-adikku agar mereka tak mendengarkan perdebatan antara bapak dan ibu.

"Kalian disini saja, belajar! jangan keluar ya." mereka hanya mengangguk kemudian aku menutup kamar mereka.

***

"Bapak sebenarnya dari mana?" tanyaku.

"Bapakmu abis cari wanita lain Adrian!" sahut ibuku.

Aku menatap heran kepada bapak.

"Kamu fitnah Sania! aku cari kerja! Adrian, jangan dengarkan kata ibumu!" tak biasanya bapak menahanku untuk tak percaya kepada ibu.

"Tapi bapak judi kan?" tanyaku.

Bapak menghela nafas, "Iya, maafkan bapak!"

"Tuh bapakmu cari duit enggak halal! ya kita tambah miskin lah!" timpal ibuku.

"Udah pak Bu! kasian Asih sama Raya, mereka ketakutan!" ungkapku.

Akhirnya aku menyuruh bapak dan ibu agar duduk santai terlebih dahulu sembari aku buatkan teh hangat untuk mencairkan suasana.

"Aku mau gugurin kandungan ku aja!" belum aku selesai membuat teh hangat mereka berdebat lagi.

"Gila kamu! mending tunggu sampai anak ini lahir, kalau memang kita nggak sanggup buat biayain kita bisa kasih ke orang." timpal bapak.

Aku segera bergegas menyelesaikan membuat teh hangat.

"Bu tolong jangan gugurin!"

"G*la ya ibumu, mau ngebunuh manusia!" sahut bapak.

"Kamu nggak tau ya mas rasanya hamil melahirkan apalagi anak-anak kita cuma selang 4-3 tahunan. Kamu pikir nggak capek!" ibuku sembari menunjuk-nunjuk kearah bapak.

Bapak hanya terdiam.

Kemudian bapak beranjak dari tempat duduk dan masuk kedalam kamar.

"Mas kamu ngapain!" ibuku bangkit dan mengejar bapak.

Aku hanya terdiam tak tau harus berbuat apa, karena jujur usiaku yang terbilang masih bocah belum bisa mencerna pembicaraan seperti ini.

Aku terduduk lesu memikirkan hal yang harusnya tak aku pikirkan, bagaimana jika bapak menceraikan ibu. Bagaimana dengan nasibku dan adik-adik.

Tiba-tiba Asih dan Raya menghampiri ku.

"Bang?" Asih dan Raya memelukku erat.

"Kenapa? kok kalian nangis?" tanyaku sembari mengusap pipi-pipi adikku.

"Bapak sama ibu kenapa bang?" tanya Asih.

Aku menggeleng, "Nggak apa-apa kok, biasalah urusan orang dewasa." sembari tersenyum tipis.

"Abang nggak bohong?" sahut Raya.

"Ya nggak bohong dong, Abang kan nggak pernah bohong." jawabku.

"Sudah ayo tidur, sudah malam!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel