Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Siluman Elang

"Sayap," gumam Kalina.

Gelap, hanya gelap yang menyelimuti. Berpaling dari kenyataan yang harus bibir Kalina terima. Berusaha berpikir secara nalar mengukuhkan pendapat konyolnya, bahwa yang ia lihat adalah ilusi. Halusinasi saja, karena tidak mungkin seorang manusia memiliki sebuah sayap. Itu semua hanya mitos dan legenda yang belum pasti kebenarannya Itu semua hanyalah cerita-cerita fantasi yang kerap ia saksikan dalam komik maupun anime favoritnya. Begitulah pemikiran itu bergejolak dalam benaknya. Sampai perlahan kelopak mata gadis itu bergerak, dan perlahan terbuka dengan pelan. Yah, Kalina baru saja pingsan, dia mengalami suatu hal yang membuat syok setengah mati. Seolah Kalina secara terpaksa diseret ke dunia antah berantah.

"Kamu sudah sadar?" tanya Elang khawatir.

Netra tajam itu oh astaga, Kalina berhadapan begitu dekat dengan wajah tampan. Sepersekian detik, mata Kalina langsung mendelik, belum sempat Kalina membuka mulut, Elang sudah mendaratkan kecupan pada bibir mungil gadis itu. Wajahnya kembali memerah, jantungnya berdetak sangat cepat seperti parade drum band.

"Kalau kamu berteriak bukan cuma kecupan yang kamu terima. Tapi aku akan melahap habis bibir mungilmu itu!" ancam Elang memperingatkan. Kalina bergerak reflex membekap mulutnya dengan kedua tangan. "Kamu mengerti?" lanjutnya, dijawab dengan anggukan gadis itu. "Apa kamu mau berteriak agar semua orang sadar kita sedang bersama?" tanya Elang sekali lagi. Kalina menjawab dengan menggelengkan kepala. Elang tersenyum, diraih tangan Kalina agar melepas bekapan pada mulutnya sendiri.

"Apa ini mimpi," ucap Kalina lirih.

"Mau memastikan?" Elang tersenyum menyeringai, dia kembali mendekatkan wajah mereka.

Mendadak Kalina tahan napas, "Ok! Ini bukan mimpi," teriak Kalina secepat kilat. Sekuat tenaga dia mendorong tubuh Elang.

Bukan marah Elang malah tertawa geli, rasanya ingin sekali mempermainkan gadis mungil itu lagi tapi ia urungkan niatnya melihat sang gadis memelototinya dengan ekspresi bingung. Elang berdiri menepi dari atas ranjang, memejamkan mata dan mendongakkan mata secara perlahan sayap-sayapnya mulai menghilang.

Beberapa saat yang lalu, usai perdebatan yang alot, akhirnya Kalina mengambil keputusan mengajak tinggal di kediamannya. Terpaksa lantaran dia merasa hutang budi, dan yah sebagai gadis berhati lemah lembut. Bisa dikatakan Elang sempat memasang wajah teraniaya tanpa dosa agar Kalina mau menampungnya. Betapa terkejut gadis tersebut, saat di depan rumah, ketika Elang mengeluarkan sayap, lalu menggendong Kalina ala-ala pengantin. Kaki kuat Elang melompat ke lantai dua menuju kamarnya. Dan, begitulah, belum sempat Elang menurunkan Kalina di lantai, gadis itu sudah pingsan dalam dekapannya.

"Ini kedua Kalinya kamu pingsan dalam pelukanku," ucap Elang membawa Kalina ke alam nyata kembali. Pemuda itu merebahkan tubuh di dekat Kalina.

"Maksudnya?"

"Pikir sendiri," cebik Elang terlihat di wajah tampannya yang menahan marah.

"Kenapa gak dijelasin aja sih?"

"Udah gak usah dibahas lagi, dasar payah!"

"Ok benar aku memang payah, lemah dan iq aku jongkok, puas sekarang," gerutu Kalina.

"Hei aku gak bermaksud mengataimu," ujar Elang membenarkan posisi duduknya.

"Aku paham, kamu butuh waktu untuk semua itu. Yang terpenting sekarang kamu merahasiakan identitas yang sebenarnya."

"Kenapa harus dirahasiakan, kamu bisa …."

"Apa kamu ingin semua orang tahu siapa aku?" sela Elang. "Dan kamu ingin aku diburu orang lalu menjadikan aku pajangan manusia bersayap di museum negara." Elang menekankan kalimat 'manusia bersayap'.

"Aku rasa itu bukan hal buruk," celetuk Kalina tersenyum tanpa dosa.

"Kalau semua orang tau mereka akan mengejar-ngejar kita. Apalagi jika sampai para penyihir. Jiwa mereka yang masih hidup dalam kebencian akan mengejar kita untuk mengambil permataku yang tidak sengaja masuk ke dalam tubuh kamu."

"Sengeri itu, kah?" Kalina merinding.

"Kok bisa sih permata itu ada di tubuh aku sekarang?" lanjutnya.

"Emm itu …." Elang terdiam tidak melanjutkan perkataannya.

"Itu apa?" desak Kalina.

"Ceritanya panjang," jawab Elang. "Selama seratus lima puluh tahun lebih tubuhku tersegel, hanya rohku yang bisa keluar tapi tidak bisa pergi terlalu jauh dari tubuhku yang tersegel, karena itulah terkadang orang yang memiliki penglihatan khusus dapat melihatku di hutan itu." Elang terkesan mengalihkan pembicaraan.

"Seratus lima puluh tahun, kamu udah tua dong berarti, udah kakek-kakek," celetuk Kalina. "Terus kenapa sekarang kamu sudah bebas?" lanjut bertanya.

"Sebuah ciuman." Kalina melongo mendengar jawaban aneh Elang.

"Seperti cerita putri tidur gitu."

"Aduh Kalina apa kamu beneran gak ingat sama sekali?" tanya Elang mengguncang-guncang tubuh Kalina.

"Hei aku baru saja siuman, kalau kamu begini kepala aku pusing."

"Kamu ingat, waktu tubuh kamu bergelantungan diatas pohon saat jatuh dari jurang? Di bagian bawah sana ada sebuah ukiran batu berbentuk burung," ucap Elang kehilangan kesabaran.

Kalina kini kembali mengingat kejadian mengenaskan itu. Dia pun teringat ada sebuah cahaya muncul, di balik cahaya tersebut ada sosok pemuda tampan tersenyum. Kalina berusaha mengingat kembali dan yah, mata gadis itu melebar.

"Apa orang yang menyelamatkan aku waktu itu adalah kamu?" ucap Kalina.

Elang menghela napas panjang, sesak seketika. "Hoam, aku ngantuk," keluh Elang membaringkan kembali tubuhnya di kasur empuk itu.

"Hei, kamu gila? Ini tempat tidur aku, harusnya kamu tidur di sofa," cebik Kalina.

"Sekarang ini jadi tempat tidurku. Sofa itu gak akan muat menampung badan aku."

"Kamu makin keterlaluan."

"Kalau kamu gak rela, kamu bisa tidur bersamaku di sini." Elang menarik tangan Kalina merebahkan badan mungil gadis itu.

Diperhatikan sejenak wajah Elang yang pura-pura memejamkan mata. Pemuda tampan misterius nan aneh yang baru saja dia kenal. Wajah tampan yang mampu meluluhkan hati gadis-gadis, sungguh nyaman dipandang untuk cuci mata. Kalina tersadar kembali dari lamunan. Dia bangkit dari tidur dan mengalah untuk tidur di sofa.

"Dasar penindas," ketusnya sambil meringkuk di atas sofa yang hanya muat dengan tubuh mungilnya.

Semilir angin yang lewat dari lubang-lubang ventilasi mengantarkannya pada mimpi indah. Dalam remang malam itu Elang terbangun, dilihatnya gadis mungil yang tidur tanpa selimut meringkuk di sofa. Tidak tega diangkatnya perlahan lalu meletakkan di atas kasur.

"Mimpi indah Kalina." Dikecup lembut kening gadis itu, dibenahi selimut untuk menghangatkan badan mereka berdua.

***

Kilauan cahaya membangunkan Kalina dari tidur pulasnya. Dia menguap dan menggeliat merenggangkan tubuhnya. Kalina mengernyit, sedikit terkejut mendapati dirinya terbangun di atas ranjang. Entah sudah berapa kali semenjak kedatangan Elang dirinya sering sport jantungan. Dan yah, tidak bisa dipungkiri meski menyebalkan sekali pun wajah tampannya seolah menghipnotis orang untuk memaafkan apa yang diperbuat. Entahlah, mungkin Kalina sendiri yang sangat lemah pada wajah tampan. Saking lemahnya hingga menjadi santapan empuk untuk dibully juga dimanfaatkan.

"Kura-kura kamu sudah bangun?" Suara sexy Elang menyambut pagi gadis tersebut. Kalina mengerjapkan mata beberapa kali menikmati pemandangan di samping tempat tidur.

Bersambung….

@lovely_karra

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel