Bab 7 Awal Tantangan
Bab 7 Awal Tantangan
Sementara Dira berjuang di Singapura, keluarganya di kampung juga memiliki tantangan sehari-hari.
Dengan rasa penuh percaya diri, Dira tetap berusaha untuk tekun bekerja. Setiap kali Dira menerima gaji, ia akan mengirimkan uang untuk keluarganya di kampung.
Seiring waktu, usia anak-anak Dira semakin bertambah. Begitu pula ayah dan ibunya. Mau tidak mau, ibunya Dira harus tetap menjaga kesehatannya. Terkadang ia merasa lelah karena mengurus tiga orang cucunya. Apalagi si bungsu yang sedang dalam masa aktifnya.
Dira sebenarnya sangat beruntung karena, ibunya hanya mengurus tiga orang anaknya saja. Dua orang saudara Dira sudah menikah. Mereka pun juga sudah tinggal di tempat yang berbeda jauh dari orang tua Dira. Jadi, mereka tidak repot untuk mengurus cucu lebih dari tiga orang. Ayah Dira juga membantu merawat cucunya, tetapi tidak bisa sepenuhnya terlibat karena ia juga memiliki kesibukan sendiri.
Dengan uang kiriman dari Dira, semua makanan dan minuman ketiga cucu mereka selalu diperhatikan dengan baik. Tetapi karena pengaruh perubahan cuaca dan bagian dari perkembangan, Wilson si bungsu, jatuh sakit. Memang sakitnya itu hanya demam biasa. Tapi tetap saja Wilson agak rewel. Ia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena merasa tidak nyaman membuat neneknya juga ikutan kelelahan. Mereka sudah memeriksakan Wilson ke Puskesmas dan diberi obat. Ibunya Dira sempat merasa kewalahan, karena harus tetap fokus pada Wilson dan juga kebutuhan tiga orang anggota keluarga lainnya.
Namun, di sisi lain ibunya Dira juga merasa bersyukur karena Isvira cucu pertamanya sudah semakin dewasa. Vira sudah bisa mengurus dirinya sendiri walau tanpa petunjuk dari neneknya. Bukan hanya bisa mengurus dirinya sendiri, Vira sudah bisa melakukan hal-hal kecil. Ia sudah bisa menyapu rumah, membersihkan sayur atau mengupas bawang, sehingga bisa membantu neneknya.
“Vira, tolong bantu nenek!”
“Ada apa, Nek?” sahut Vira mendekati neneknya yang sedang duduk sambil menggendong adiknya Wilson.
Wajah bocah itu terlihat merah karena demam yang menyerangnya. Ia sedang menutup matanya tetapi dahinya masih berkerut tanda belum nyenyak benar.
“Tolong tambahkan air di baskom ini, supaya bisa nenek pakai untuk mengompres adikmu!”
“Sabar ya, Nek. Vira ambil air dulu.”
Gadis itu kembali dengan segayung air dan ia tuangkan ke dalam baskom seperti perkataan neneknya.
“Lexi, di mana? Sebentar lagi waktu makan siang.”
“Dia masih bermain di halaman, Nek.”
“Aturlah piring di meja. Semua lauk yang nenek masak tadi ada di dalam lemari. Kalau sudah jamnya, panggil kakek dan Lexi lalu makanlah terlebih dahulu. Nenek mau tidurkan Wilson dulu baru menyusul ke dapur. Tolong bawa baskomnya ke kamar.”
“Siap, Nek!” balas Vira.
Neneknya bangun lalu masuk ke dalam kamar untuk menidurkan Wilson sambil mengompres dahinya. Vira mengekori dari belakang dengan membawa baskom air yang dibutuhkan neneknya.
Tentunya Vira sudah bertambah besar karena waktu ditinggal Dira ke luar negeri, Isvira waktu itu berusia 9 tahun. Jadi sekarang ia sudah sepuluh tahun, Lexi delapan tahun dan Wilson dua tahun. Lexi juga mau menuruti perkataan Vira sehingga mereka tidak butuh bantuan neneknya untuk kebutuhan membersihkan diri sendiri. Mereka sudah mulai mengerti kalau Wilson sedang membutuhkan perhatian penuh dari neneknya.
Lalu, apakah rasa iri mereka pada Wilson sudah berkurang? Lexi tidak begitu terobsesi dengan hal itu. Berbeda dengan Vira yang setiap saat selalu menambahkan satu lapisan kekecewaan dalam hatinya. Si sulung yang mulai beranjak remaja itu, menyimpan rapat-rapat iri dengkinya yang sudah mulai menjadi dendam terpendam. Apa yang ia lihat, ingat dan rasa sejak kecil belum tuntas terselesaikan saat Dira meninggalkan mereka. Vira tidak menyimpan dendam untuk kakek dan neneknya. Tetapi untuk ibunya dan Wilson.
Di saat yang bersamaan, kakeknya Vira juga kehilangan pekerjaan. Ada perampingan di kantornya membuat pria itu stres. Untung saja masih ada kiriman uang dari Dira untuk kelangsungan hidup keluarga mereka. Namun, kakeknya Vira juga butuh perhatian dari neneknya karena rutinitasnya mulai berubah. Dari yang biasanya kakek sibuk bekerja, menjadi hanya berada di rumah saja dan menghadapi tingkah cucunya membuat kakeknya Vira semakin tertekan.
Situasi ini membuat komunikasi pasangan paruh baya itu terganggu dan terjadi pertengkaran.
Begitu neneknya Vira menyusul mereka ke ruang makan, Vira, Lexi dan kakeknya barusan selesai.
Sebelum meninggalkan ruang makan, kakeknya Vira melontarkan kalimat pedas untuk neneknya.
“Mama urus saja terus anak-anak Dira yang tidak punya ayah, jangan lagi mengurus papa!” bentak ayahnya Dira terhadap istrinya. Ada rasa cemburu karena kurangnya perhatian dari istrinya pada dirinya sejak Wilson sakit.
Ia jadi makan sendiri dan tidak diajak berbicara lagi oleh istrinya.
“Papa tidak boleh berbicara seperti itu, bagaimanapun juga mereka ini cucu kandung kita, anak-anaknya Dira putri kita,” jawab neneknya Vira.
“Kalau Dira menelepon, kabari papa. Ia harus pulang secepatnya agar bisa mengurus anak-anaknya. Kita ini sudah tua. Tenaga kita semakin melemah. Sudah saatnya ia pulang,” sambung kakeknya Vira mengomeli putrinya sendiri.
“Kalau papa memaksakan kehendak, siapa yang akan membiayai kebutuhan bulanan kita. Papa saja sudah menganggur sekarang,” balas neneknya Vira berusaha menyadarkan suaminya.
“Papa tidak peduli. Papa harus bicara dengan Dira,” ucap pria paruh baya itu meninggalkan ruang makan.
Neneknya Vira tidak membantah lagi. Ia memilih untuk mengalah.
Ia menatap kedua cucunya yang sedang menatap mereka berdua dengan wajah bingung.
Ibunya Dira berpikir, bukan hal sulit untuk memberikan waktu pada suaminya dan putrinya berbicara nanti.
Ia tersenyum pada kedua cucunya sembari berucap, “Kakek tidak marah pada ibu kalian. Dia hanya sedang pusing karena sudah tidak bekerja lagi. Cepatlah makan. Lexi, setelah ini tolong bantu Kak Vira untuk mencuci piring, ya!”
“Iya, Nek.” Lexi dan Vira bangun dari kursi masing-masing. Dira menumpuk semua piring makan yang sudah kosong dan memberikan pada Lexi untuk dibawa ke tempat pencucian.
“Nenek makanlah. Kami mau cuci piring dulu.”
Ibunya Dira mengangguk dan terharu dalam diam, melihat sikap dewasa dari kedua cucunya.
Sambil bekerja, gadis sepuluh tahun itu tidak berhenti berpikir. Vira semakin paham akan keadaan keluarganya, setelah mendengar pertengkaran mulut dari kakek dan neneknya barusan. Vira baru tahu kalau kakeknya sudah tidak ingin mamanya terus bekerja di luar negeri. Kakeknya ingin agar mamanya segera pulang untuk membantu neneknya mengurus Vira dan adik-adiknya. Alasannya karena nenek sudah lelah.
Vira yang masih belum tahu harus berbuat apa, hanya menyimpan semua informasi yang ia dengar. Secara tidak langsung, Vira sudah dihadapkan dengan kenyataan akan keadaan keluarganya. Ia nantinya juga akan diberikan pilihan. Seperti kakeknya tidak setuju dengan pilihan ibunya untuk menjadi TKW.
Sedangkan neneknya Vira, selama makan sendirian memikirkan kembali pembicaraan dengan suaminya.
‘Apa aku coba telepon Dira saja agar masalah ini bisa cepat dibicarakan dengan ayahnya? Aku tidak yakin Dira setuju dengan ayahnya. Lagipula, akan sangat mahal jika aku yang menelepon dari sini. Dira pasti marah. Ia sudah berjerih lelah mencari uang dan aku pakai dengan tidak bijaksana. Papa juga sangat egois. Tidak pernah mau paham dengan situasi yang sedang terjadi. Ia sudah dihentikan dari kerjanya dan ia juga menuntut Dira harus pulang juga ke rumah. Sangat tidak masuk akal,’ batin ibunya Dira.
Keinginan dari ayahnya Dira memang tidak masuk akal untuk kondisi mereka saat ini. Sejak bulan lalu, kebutuhan di rumah tangga mereka sangat banyak. Penghasilan kedua dari pria itu, tidak akan ada lagi semenjak ia berhenti bekerja. Artinya, keluarga mereka akan sangat kewalahan dengan masalah keuangan. Mereka kini hanya bisa berharap pada Dira saja.
Kegundahan dari ibunya tidak Dira ketahui. Tetapi wanita itu selalu punya jadwal tertentu untuk berbicara dengan keluarganya di kampung. Dira selalu berharap tidak akan ada masalah dengan anak-anaknya. Ia percaya ibunya bisa merawat dan mengasuh mereka dengan baik. Dira tidak mengira justru ayahnya yang akan menjadi duri dalam daging. Pria ia memberikan kejutan yang luar biasa yang mempengaruhi perkembangan anak-anaknya.
Bersambung
