Bab 5 Menjadi TKW
Bab 5 Menjadi TKW
Dira sadar kalau waktu terus bergulir dan percuma kalau ia hanya mengurung diri dan berkabung terus. Dengan tekad baja Dira ingin sekali mencari pekerjaan agar bisa membantu ayahnya menafkahi ketiga anaknya. Setiap paginya ia sudah keluar rumah untuk pergi mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya dan bisa memenuhi semua kebutuhan keluarga mereka. Anak-anak semakin bertumbuh dan keperluan sehari-hari bertambah banyak.
Setelah berupaya selama beberapa hari, Dira mulai putus asa karena perjuangannya belum juga terlihat hasilnya. Tak ada satu pekerjaan pun yang ditemukan oleh Dira. Ada rasa lelah dan keinginan untuk menyerah dengan keadaan. Namun, setiap kali ia melihat wajah orang tua dan anak-anaknya, ia merasa bahwa masih ada hutang budi yang harus ia bayar pada mereka. Ia harus melakukan sesuatu karena selama ini ia hanya memberikan kesusahan untuk kedua orang tuanya. Kisah cintanya telah memberinya tiga orang anak beda ayah yang harus ia rawat sekarang. Dira memacu dirinya untuk berhenti menyerah dan tetap menanamkan semangat demi merubah nasib.
“Pokoknya aku harus bekerja. Aku tidak mau lagi menyusahkan orang tua dan anak-anakku nanti. Aku pasti bisa!” gumam Dira pada dirinya sendiri saat ia berdiri di depan sebuah emperan toko.
Pada saat itulah tanpa sengaja ia melihat potongan iklan di koran yang teronggok begitu saja di atas tanah. Ia membaca sekilas tentang biro jasa untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Tebersit ide dalam kepala Dira. Ia akhirnya berniat untuk mencari tahu tentang peluang yang baru saja ia baca. Ia merasa telah menemukan petunjuk dan jalan keluar bagi upayanya beberapa minggu belakangan.
Dira mengambil keputusan untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Keputusan ini Dira langsung sampaikan kepada ayah dan ibunya. Ia berharap penuh mereka bisa menyetujui permintaannya. Dira juga membuka isi hatinya untuk meminta bantuan kepada kedua sosok yang sebentar lagi memasuki usia senja itu, hendak menitipkan ketiga anaknya selama ia berangkat bekerja menjadi TKW.
“Ayah, Ibu, Dira selalu pergi pagi dan pulang siang beberapa minggu ini karena berusaha untuk mencari pekerjaan.”
“Iya, Dira. Ibu tahu apa yang sedang kamu coba lakukan.”
“Tapi, susah untuk mencari pekerjaan di kota ini karena keterampilan Dira terbatas. Kemarin, Dira temukan informasi kalau dibutuhkan TKW. Dira ingin mendaftar untuk menjadi salah satu pekerja.”
“Apa kamu sudah gila? Menjadi TKW itu bukan hal yang mudah. Apa kamu tidak mendengar di berita kalau banyak TKW yang disiksa oleh majikannya?” bantah ayah Dira tidak setuju dengan keputusannya.
“Tapi, Yah. Ada banyak cerita sukses juga tentang para pekerja dari luar negeri. Mereka bisa sukses jika sanggup mengatur uang dengan baik. Mereka mampu membelikan rumah untuk orang tua dan menyekolahkan anggota keluarga yang lain karena mata uang dari luar cukup besar jika ditukar ke dalam rupiah.”
“Pokoknya ayah tidak setuju. Kalau kamu pergi, siapa yang akan menjaga ketiga anakmu?” sanggah ayahnya sambil menunjuk anak-anak Dira yang sedang menonton televisi tidak jauh dari tempat mereka berbicara.
“Karena itu, Dira ijin untuk titipkan anak-anak pada Ayah dan Ibu. Dira tidak bisa berpangku tangan saja. Kalau Dira tidak bekerja, bagaimana dengan nasib Isvira, Lexi dan Wilson nanti,” Dira memohon kepada ayah dan ibunya.
“Ayah tidak ingin membahas hal ini lagi,” balas kakek dari anak-anak Dira sambil bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruang tamu.
“Baiklah, kalau itu pilihan kamu. Ibu izinkan kamu untuk pergi bekerja sebagai TKW. Nanti ibu yang akan bicara dengan ayahmu. Asalkan jaga diri kamu baik-baik,” timpal ibunya.
“Terima kasih banyak Bu. Maaf kalau Dira selalu saja merepotkan Ibu. Tapi kali ini Dira janji untuk bekerja keras demi ketiga anak Dira. Mereka telah melewati masa yang tidak gampang selama ini. Dira ingin menebus semua kesalahan Dira terhadap mereka.”
Dengan restu dari ibunya, Dira mendaftarkan diri sebagai calon TKW melalui jalur legal agar aman, sehat, dan sejahtera. Dira berkunjung ke kantor desa dan mencari tau informasi terkait persyaratan yang harus ia penuhi untuk bisa direkrut.
“Dira, kamu serius mau bekerja sebagai TKW?” tanya kepala desa.
“Betul Pak Kades, demi orang tua dan anak-anak. Saya siap memenuhi semua syarat untuk menjadi seorang TKW,” sahut Dira.
Menanggapi perkataan Dira, kepala desa langsung menjelaskan tentang apa saja yang harus Dira siapkan. Ia kenal dengan orang tua Dira dan paham keadaan keluarga mereka. Setelah lolos pendaftaran, Dira butuh mengikuti pelatihan selama dua bulan. Para calon TKW mendapatkan bimbingan kerja, dilatih cara berbicara menggunakan Bahasa Inggris, menerima informasi mengenai cara bersikap dan hal-hal yang perlu diperhatikan selama bekerja ke luar negeri, jalur perlindungan hukum jika terjadi pelanggaran hak asasi manusia oleh majikan, fungsi dan dukungan dari kedutaan negara Indonesia, dan masih banyak lagi yang mereka pelajari selain melengkapi dokumen administrasi untuk mempermudah keberangkatan mereka.
Ketika Isvira dan Lexi mengetahui rencana kepergian Dira, mereka marah dan tidak mau bicara dengan Dira.
“Belum sampai sebulan kita tinggal bersama, Ibu sudah ingin pergi lagi? Ibu tidak sayang kami!” kata Isvira dengan suara gemetar karena menahan kesal dan tangisnya.
“Bukan seperti itu, Kak. Tentu saja, ibu sangat sayang pada kalian. Maka dari itu, ibu tidak mau kalian hidup susah. Kalian juga harus berpenampilan seperti teman yang lain. Ibu harus bekerja untuk bisa mengirimkan uang pada nenek dan kakek demi memenuhi kebutuhan kalian,” jawab Dira memberi penjelasan pada si sulung.
Isvira tidak mudah percaya perkataan ibunya. “Ibu jahat, Ibu tidak pernah sayang sama aku dan Lexi,” teriak Isvira sambil menangis. Ia pun berlari masuk ke dalam kamar meninggalkan ibunya. Dira berusaha mengikutinya namun pintu kamar Isvira dikunci rapat dari dalam.
“Vira, tolong buka pintunya, Sayang. Dengar dulu penjelasan Ibu, Nak?” teriak Dira sambil mengetuk pintu. Dira tertegun melihat reaksi Isvira. “Ini pilihan terbaik, tapi mengapa jadinya seperti ini?” lirih Dira sambil meneteskan air matanya.
Ibunda Dira yang mendengar percakapan antara Dira dan cucu sulungnya, menghampiri Dira dan bertanya, “Ada apa Dira? Di mana Vira?” Dira menjelaskan semuanya kepada ibunya.
Setelah mendengar penjelasan, ibunya memeluk Dira dan menanggapi, “Kamu jangan banyak pikiran. Memang berat untuk anak-anak, tapi mereka akan mengerti. Cukup konsentrasi pada semua persiapan untuk kepergian kamu. Dira sungguh sakit hati dengan tingkah anaknya tapi ia tidak ingin memaksakan kehendak. Ia mempercayai ibunya dan menuruti perkataannya.
Tak terasa, waktu pelatihan dua bulan Dira lalui dengan baik. Tiba saatnya untuk Dira diberangkatkan ke tempat tujuan. Seminggu sebelum jalan, Dira melakukan berbagai cara demi mengambil hati kedua anaknya. Tapi Isvira dan Lexi cuek pada Dira. Walaupun demikian, tidak mengurangi perhatian Dira terhadap mereka. Dira yang berharap bisa mendengar kalimat pelepasan yang tulus dari anak-anaknya hanya bisa berdoa agar mereka nantinya paham keputusan yang telah ia ambil.
Hari keberangkatan Dira ke luar negeri tiba juga. Hanya ibunya yang mengantar sampai ke bandara. Ia sedih karena ayah dan anak-anaknya tidak ikut. Bukan hanya itu saja, memang dari pagi Isvira dan Lexi tidak keluar dari kamar mereka sekedar untuk bersalaman dengan Dira. Sebenarnya karena mereka masih tidur sehingga Dira hanya mencium ketiganya sebelum meninggalkan rumah. Dira melangkah menuju pesawat dengan tangisan dalam diam. Ada luka dalam hatinya tapi ia jadikan cambuk untuk berjuang demi masa depan keluarganya.
Dalam benaknya ia berpikir, “Semuanya baru saja dimulai. Nantinya aku hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Semoga aku bisa mendapatkan majikan yang bisa menghargaiku.”
Dira menapaki tangga pesawat dengan pikiran positif tanpa paham kalau jalan di depannya tidak semulus yang ia bayangkan.
Bersambung
