Bab 19 Bertamu
Bab 19 Bertamu
Setibanya Isvira, Lexi dan Arjuna di rumah pemuda itu, Arjuna langsung membawa tamunya bertemu dengan papanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Arjuna menyampaikan bahwa mereka adalah anak-anak dari temannya yang minta dititipkan karena orangtuanya harus menuju suatu tempat untuk urusan keluarga. Papa dan mamanya percaya saja dengan perkataan Arjuna. Ada banyak tamu yang harus mereka temui dan jamu sehingga perbincangan dengan Arjuna juga tidak terlalu lama. Setelah papanya Arjuna menyambut tamu lain yang baru tiba, mereka bertiga lalu naik ke lantai dua.
Saat baru di tangga, mereka berpapasan dengan pelayan rumah. Arjuna memanggil pelayan tersebut dan memintanya untuk mengantar minuman dan makanan untuk mereka bertiga ke kamarnya saja. Letak kamar Arjuna di lantai dua. Ia tahu kalau Lexi dan Vira akan merasa malu karena ada begitu banyak tamu yang terus berdatangan.
Sampai di kamar Arjuna, Vira dan Lexi berdecak kagum. Lexi tidak hentinya memuji kamar di mana mereka berada sekarang.
“Wah, kamar Kak Juna besar sekali dan bagus. Ada banyak barang,” ujar Lexi terlihat senang. Matanya berbinar-binar tanda kaget sekaligus gembira karena bisa berada di tempat itu.
“Iya, persis seperti yang kita nonton di televisi ya, Lexi. Kamar para orang terkenal seperti artis,” imbuh Vira. Ia berlari menuju bagian jendela dan melongok ke luar. Terlihat hamparan kebun di luar. Vira tidak tahu itu bagian belakang atau samping dari rumah Arjuna. Ia terpukau. Rumah kakek dan neneknya tidak begitu luas sehingga pemandangan taman tidak terlihat dirumahnya sendiri.
Arjuna tidak banyak berkomentar. Ia membiarkan Vira dan adiknya mengagumi kamarnya. Ia hanya mendengar dan senyum sendiri melihat keluguan dari dua orang tamunya itu. Arjuna memperlihatkan semua bagian dari kamarnya dan fungsinya. Kamar itu luar biasa luas jika dibandingkan dengan bilik di rumah dari Vira dan Lexi. Ada kamar lain yang berpintu di dalam kamar tersebut. Arjuna juga menjawab dengan sabar semua pertanyaan yang diajukan Lexi maupun Vira. Pemuda itu mengekori ke mana pun Vira melangkah. Ia menikmati keceriaan kakak beradik itu di dalam kamarnya.
“Ini untuk apa, Kak?” tanya Lexi sambil menunjuk seperangkat televisi dengan kotak bertongkat di sampingnya. Mereka sudah berhenti berkeliling dan sedang duduk. Arjuna mengajak mereka duduk di sofa yang sengaja disiapkan oleh Arjuna. Tentunya ia harus duduk dekat dengan Isvira.
“Oh, itu namanya play station. Alat permainan. Tetapi nanti saja baru kita nyalakan. Sekalian kakak ajarkan setelah kita selesai makan. Kalau sekarang kita mulai, nanti malah sudah asyik dan lupa makan. Belum juga perkataan Arjuna selesai, pelayan yang menyiapkan makanan pesanan mereka sudah ada di depan pintu kamar.
Mereka bertiga pun duduk dengan posisi sopan untuk menikmati makanan yang sudah disajikan di atas meja. Arjuna meminta keduanya untuk tidak malu-malu.
Setelah mereka bertiga selesai makan, Arjuna mengajak Lexi untuk mencoba bermain play station. Arjuna mengajarkan dengan menunjukkan cara bermain. Setelah itu, ia tinggalkan Lexi untuk terus melanjutkan permainannya sendiri.
“Sepertinya kamu sudah bisa sendiri. Kakak mau antar Vira untuk nonton televisi di kamar sebelah. Di sini sudah kamu pakai soalnya,” kata Arjuna membujuk Lexi.
“Asyik aku main sendiri. Nontonnya yang lama Kak. Biar Lexi bisa main sampai puas,” jawab Lexi dengan penuh antusias. Ia tenggelam dalam keseruan mengendalikan mainan yang ia sendiri tidak tahu apa namanya. Begitu asyiknya sehingga tidak memperhatikan ke mana kedua orang itu melangkah.
Mendapat peluang bagus, Arjuna memakai waktu yang ada untuk berdua saja dengan Vira. Ia langsung membawa gadis itu ke kamar yang lainnya lagi dengan alasan bahwa televisinya di dalam sana. Memang Arjuna tidak menipu. Di dalam kamar itu ada sofa panjang dengan warna yang berbeda. Ditata langsung menghadap ke layar TV dua puluh sembilan inci. Arjuna meminta Vira duduk.
“Tunggu sebentar, ya. Kakak cari dulu acara yang kamu suka. Kamu mau nonton apa?” tanya Arjuna.
“Drama remaja atau anak SMA Kak, kalau ada.” Vira menggoyang-goyangkan kakinya sambil menunggu. Ia juga melihat ke sekeliling ruangan kamar sambil menanti.
“Drama luar negeri atau dalam negeri?” lagi tanya Arjuna.
“Dalam negeri saja Kak. Aku tidak tahu bahasa lain. Nanti tidak paham ceritanya.”
Arjuna mengabulkan permintaan Vira. Akhirnya acara yang ia suka sudah diputar di depannya.
Arjuna ikut duduk di samping gadis itu. Ia betah berlama-lama dekat dengan Vira. Momen langka ia bisa berduaan saja dengan Isvira. Kalau di rumah kakeknya Vira, ia tidak mungkin menatap Vira lekat dan lama seperti sekarang ini.
Pada usianya yang ke tiga belas ini, Vira sudah mulai merasa malu jika ada yang meledeknya dengan teman pria. Vira sudah duduk di bangku kelas satu SMP. Artinya ia sudah masuk tahap remaja. Karena sudah terbiasa berada bersama Arjuna, ia tidak begitu risih lagi.
Arjuna memintanya untuk duduk di pangkuannya. Isvira patuh saja. Ia fokus pada drama yang sedang ditontonnya.
“Apa kamu suka dramanya?”
“Suka sekali. Semua temanku di sekolah nonton acara ini. Sekarang aku jadi bisa ikut saat mereka lagi seru bercerita. Kenapa acara ini tidak ada di televisi kami di rumah?” tanya Vira menatap Arjuna dengan bibir yang agak manyun. Arjuna sangat gemas melihat tingkah Vira.
“Karena program acara yang kalian beli itu tidak termasuk drama ini.”
“Coba rumah kak Juna dekat, pasti setelah pulang sekolah aku akan langsung datang ke sini setiap hari.”
Arjuna menjawil pipi Vira dengan telunjuknya. Vira kembali konsentrasi dengan layar kaca sementara, Arjuna menikmati posisi Vira menyandarkan kepala di bahu kanannya Arjuna. Pemuda itu tidak ikut nonton. Ia sibuk dengan gawainya.
Arjuna sebenarnya sudah pernah punya pacar. Tetapi karena mantan ceweknya itu juga suka dengan teman satu sekolah mereka waktu jaman SMA, Arjuna akhirnya minta putus. Setelah itu ia masuk kuliah. Di usianya sekarang, ia memasuki semester lima. Ia tidak sedang dekat dengan cewek mana pun juga. Salah satunya karena ia malas ke kampus. Ia akan tiba di sana jika ada jadwal ujian. Tetapi ia selalu tercatat hadir karena ia membayar seseorang untuk tetap rajin mengisi absen atas namanya.
Ditambah lagi kebiasaannya bermain kartu. Ia menjadikan kuliah sebagai prioritas kedua bukannya yang pertama. Ia memang anak tunggal dari keluarga yang berada. Arjuna belum pernah hidup susah. Kebanyakan ia merasa kesepian karena papa dan mamanya sama-sama sibuk bekerja. Jadi, Arjuna bebas berteman dengan siapa saja. Ia mencari temannya sendiri.
Di saat Arjuna sedang mengelabui Lexi untuk bisa berdua dengan Vira, di Singapura Dira sedang pusing karena Edward terus mengirimkan pesan-pesan singkat untuknya. Dalam sehari bisa lebih dari tiga pesan. Dira menjadi lelah meladeni Edward karena ia harus menerjemahkan semua kalimat yang pria itu kirimkan. Hal itu yang membuat Dira kesal. Ia jadinya menyesal sudah memberikan nomor ponselnya pada pria itu. Ia bingung karena ia juga tidak mau mengganti nomor yang baru lagi. Sementara Edward tidak menyerah untuk menarik perhatian dari Dira.
Bersambung
