Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 16 Penyangkalan

Bab 16 Penyangkalan

Dira ingat kalau ia sudah menjalin hubungan berpacaran dengan Dewa lebih dari satu tahun. Dira ingin hubungan yang serius apalagi mereka sudah sangat intim. Mereka sudah melakukan hal yang seharusnya belum boleh mereka lakukan. Dira mendesak Dewa untuk membawa hubungan mereka ke arah yang lebih serius. Dira menagih janji Dewa untuk bertanggung jawab. Tetapi Dira tidak bisa berjuang sendiri. Ia sabar menanti janji Dewa untuk berbicara dengan ibunya.

Belakangan Dira baru tahu kalau masih ada ragu dalam diri Dewa untuk memberitahukan pada ibunya, mengingat ia masih kuliah. Alasannya Dewa takut akan reaksi dari ibunya. Tetapi ia akhirnya menyampaikan kalau sedang memiliki hubungan spesial dengan seorang wanita bernama Dira. Hati Dira begitu lega ketika Dewa berjanji untuk memperkenalkan dirinya dengan kedua orangtuanya. ‘Aku masih belum siap untuk bertemu dengan orangtua kamu Dewa. Namun, dengan cara ini aku semakin yakin bahwa kamu tidak akan tinggalkan aku setelah apa yang sudah kita lakukan bersama,’ pikir Dira dalam diam. Sesuai waktu yang telah disepakati, Dewa pun membawa Dira untuk diperkenalkan kepada ayah dan ibunya. Saat itu Dewa sudah di semester tiga.

Satu bulan setelah kunjungan ke rumah Dewa, muncul banyak perubahan dalam diri Dira. Gadis itu merasa tidak tenang dengan keadaan yang ia hadapi. Dia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Dira juga belum mengalami menstruari pada bulan berjalan. Dira selalu mual dan muntah sampai ia harus izin dan tidak bekerja selama satu minggu. Hal ini tidak diketahui oleh orang tuanya Dira. Hanya saja, ibunya Dira peka setelah melihat tanda-tanda yang dialami Dira. Ia mulai curiga kalau Dira sedang hamil tapi, ibunya Dira berharap itu tidak terjadi. Kondisi mualnya Dira pasti akibat sakit lain. Begitulah yang diyakini oleh Ibunya Dira sehingga kekhawatirannya ia diamkan saja.

Waktu berlalu dan Dira terlihat gelisah dan lemah. Belum lagi kepalanya yang sedang sakit akibat terlalu banyak pikiran. Ibunya mulai merasa kesal dengan Dira karena dengan keadaannya seperti ini, tentunya Dira pasti ijin dari toko dan gajinya sudah pasti dipotong karena ketidakhadirannya. Setelah seminggu Dira mengalami mual dan muntah, ibunya Dira memutuskan untuk mengantar Dira memeriksakan diri di dokter praktik. Dira kelihatan gugup sekali berjalan dengan ibunya. Setelah sampai di tempat tujuan, Dira mengambil nomor pendaftaran. Beberapa menit kemudian, Dira dipanggil untuk diperiksa. Ia memaksa masuk sendirian. “Selamat ya, untuk kehamilannya,” ucap dokter pada Dira setelah diperiksa. Dira tidak bisa berkata apa-apa hanya tertunduk dan memikirkan bagaimana nasibnya kalau sampai orang tuanya tahu tentang kehamilannya.

“Apa kata dokter?” tanya ibunya begitu Dira keluar.

“Cuma lambung, Bu. Aku sudah dapat obatnya.” Dira bicara tanpa menatap wajah ibunya. Wanita di samping Dira menghembuskan nafas lega. Dugaannya ternyata keliru.

Sepulangnya dari dokter, Dira menelepon Dewa dan mengajak kekasihnya untuk bertemu. Dengan bersemangat, Dewa menemui Dira di tempat biasa mereka janjian. Sayangnya, ada yang berbeda. Dira tidak seperti biasanya menyambut Dewa dengan senyum sumringah. Ia nampak murung dan gelisah.

Dewa menatap kekasihnya dan bertanya, “Mengapa wajahmu seperti itu, Sayang?”

“Aku hamil, Wa,” ujar Dira sambil meneteskan air matanya. Mulut Dewa terbuka lebar. Matanya membeliak dengan gelisah.

“Waktu itu aku sudah bilang aku belum siap menikah tapi dengan keadaanku seperti sekarang, mau tidak mau kamu harus bertanggung jawab, Wa.” Dira memegang tangan Dewa yang duduk di sampingnya. Dewa tertegun. Ia terpaku dan tidak tahu harus berbicara apa.

“Dewa, kamu dengar perkataanku?” tegas Dira menggoyangkan tangan Dewa

“Iya, Dir. Aku dengar. Kamu tenang dulu, jangan terbawa perasaan!” Dewa berusaha menenangkan Dira. Ia sendiri sedang tidak bisa mengendalikan emosinya. Hening kembali tercipta di antara mereka.

“Dir, aku belum bisa menjawab permintaan kamu sekarang. Aku butuh waktu untuk berpikir dulu karena kamu tahu kalau aku sekarang masih kuliah.”

“Aku mohon jangan terlalu lama. Aku sudah peringatkan kamu tentang akibat dari perbuatan kita,” tanggap Dira. “Kita sama-sama mau saat melakukan hubungan intim. Kita akan cari jalan keluarnya. Aku akan hubungi kamu.”

Sampai di kamarnya, Dewa pusing dan gelisah. Ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Bagaimana pun juga, nyatanya Dewa sudah menghamili Dira. Lalu bagaimana dengan orang tuanya Dira kalau tau soal kehamilan Dira. Dewa juga kembali mengingat ucapan Dira kalau kekasihnya itu belum siap untuk menikah. Hal ini membuat Dewa tidak bisa tenang.

Dewa mengurung dirinya di kamar. Kalau ia merasa jenuh, ia keluar duduk di kebun belakang rumahnya sendirian. Kegelisahan Dewa dicurigai oleh ibunya. Ia belum pernah melihat putranya segelisah ini. ‘Ada masalah apa sebenarnya,’ batin Ibu Dewa. Ketika melihat Dewa duduk sendirian, ibunya menghampiri.

“Dewa, apa jangan-jangan kamu menghamili anak orang?” tanya mamanya tanpa basa basi.

“Ibu bicara apa? Dewa tidak melakukan hal serendah itu, Bu!” sangkal Dewa mulai mengelak dan meninggalkan ibunya sendirian.

“Kamu mau ke mana? Ibu belum selesai bicara!” teriak ibunya Dewa.

“Dewa butuh sendiri Bu, jangan ganggu aku,” sahut Dewa mempercepat langkahnya.

Ibunya masih tidak puas dengan jawaban Dewa. Ia menyusul Dewa ke kamarnya.

“Dewa, ayo ceritakan ke ibu! Siapa sangka ibu bisa bantu kamu menyelesaikan masalah kamu. Jangan takut, Nak!” Ibunya Dewa berusaha membujuk Dewa untuk menceritakan masalahnya. Karena Dewa juga tidak bisa menyembunyikan rahasia ini lagi, Dewa dengan suaranya yang serak, karena gugup dan takut mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya.

“Bu, maafkan Dewa karena sudah membohongi ibu. Dewa takut ibu marah. Kali ini Dewa akan jujur. Dan sebenarnya apa yang ibu katakan tadi itu benar. Dira pacarku hamil!”

Ibu Dewa kaget mendengar cerita Dewa. “Kenapa kamu melakukan ini, Nak? Kamu masih kuliah, usia kamu masih sangat muda!”

“Dira meminta aku untuk bertanggung jawab. Tetapi aku belum siap untuk menikah sekarang. Aku masih mau melanjutkan kuliahku,” ujar Dewa.

“Kalau itu mau kamu, ibu akan bantu kamu menghindar dari pacar kamu itu. Kamu tidak boleh menikah sekarang. Kamu harus fokus pada studi kamu agar tidak mengecewakan kami.”

Ibunya Dewa mendukung putranya untuk lari dari tanggung jawab. Ia membuat rencana dan menawarkan Dewa agar pindah kuliah ke tempat lain. Mereka sepakat untuk mengurus kepindahan Dewa ke luar kota, demi menjauh dari Dira.

Di sisi lain, ibunya Dewa bingung untuk membicarakan soal kepindahan Dewa pada suaminya. Sambil mengulur waktu, ibunya Dewa secara diam-diam mengurus semua berkas pindah di kampus Dewa. Suatu malam ketika ayahnya Dewa pulang kerja, ibunya Dewa mengambil perhatian suaminya agar membicarakan niat Dewa untuk pindah kuliah.

“Mengapa harus pindah secepat ini? Apa Dewa punya masalah dengan pihak kampus? Bukannya Dewa sudah nyaman kuliah di kampusnya? Apa ada alasan lain yang memang mendesak untuk Dewa pindah kuliah?” cerca suaminya bertubi-tubi.

Bingung. Ibunya Dewa belum menemukan alasan yang harus diberikan untuk suaminya. Ia tidak mungkin menceritakan alasan sebenarnya Dewa pindah.

Tanpa sepengetahuan Dira, kekasihnya telah merancang rencana busuk dengan dukungan ibunya. Dira harus menghadapi pahitnya akibat dari hubungan yang melewati batas selama ia berpacaran dengan Dewa.

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel